Iuran BPJS Kesehatan Naik, Anggota DPRD DKI Jakarta Kenneth: Jangan Sengsarakan Rakyat
Apalagi kebijakan kenaikan iuran BPJS Kesehatan dilakukan di tengah pandemi wabah Covid-19.
Kenaikan iuran baru itu berdasarkan keputusan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020.
Di dalamnya masih mengatur mengenai penyesuaian besaran iuran peserta Program Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS).
Namun, pemerintah menetapkan kebijakan khusus untuk peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) kelas III.
Tahun 2020, iuran peserta PBPU dan BP kelas III tetap dibayarkan sejumlah Rp25.500. Sisanya sebesar Rp16.500, diberikan bantuan iuran oleh pemerintah.
Kemudian, pada tahun 2021 dan tahun berikutnya, peserta PBPU dan BP kelas III membayar iuran Rp35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp7.000.
"Tolong jangan membebani masyarakat lebih berat lagi. Saya berharap Pak Jokowi bisa mengambil keputusan yang tepat, atas kenaikan iuran tersebut. Kalau tidak ada pengganti yang lebih bijak selain naiknya iuran tersebut," tuturnya.
Kent pun menyarankan, alangkah baiknya jika Pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin jika tidak setuju dengan putusan MA, bisa melawan dengan upaya hukum yang lebih tinggi lagi, agar tatanan hukum di negara bisa berjalan dengan tertib,baik dan adil.
"Bisa dilawan dengan upaya hukum yang lebih tinggi, jangan tiba-tiba menerbitkan Perpres tentang kenaikan iuran BPJS Kesehatan secara sepihak. Itu semua seharusnya bisa melewati proses yang baik dan adil, agar terlihat elegan dan tertib dalam tatanan administrasi hukum," kata Kebnt.
Hal itu dilakukan, agar citra Pemerintah Jokowi-Ma'ruf Amin tidak terlihat semena-mena dalam melawan putusan hukum yang sudah di ketok oleh institusi yang diibaratkan 'Wakil Tuhan' itu.
"Janganlah gara-gara hal ini reputasi Pak Jokowi dan Pak Ma'ruf Amin rusak di mata masyarakat. Saya berharap pak Jokowi bisa mengambil langkah yang lebih bijak lagi," ujarnya.
Perlu diketahui sebelumnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan uji materi atau judicial review Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019, Tentang Jaminan Kesehatan yang diajukan oleh Ketua Umum Komunitas Pasien cuci Darah Indonesia (KPCDI) Tony Richard Samosir.
Gugatan yang diajukan Tony Richard itu meminta MA membatalkan peraturan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, karena memberatkan masyarakat terutama pasien cuci darah.
"Dalam putusannya, MA membatalkan kenaikan iuran BPJS per 1 Januari 2020," kata Juru bicara MA, Hakim Agung Andi Samsan Nganro.
MA membatalkan kenaikan iuran BPJS karena Pasal 34 Ayat 1 dan 2 Perpres Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Selain bertentangan dengan beberapa pasal diatas, kenaikan iuran BPJS juga bertentangan dengan Pasal 5 Ayat 2 Jo Pasal 171 UU Kesehatan. Pasal yang dinyatakan batal dan tidak berlaku berbunyi: