Virus Corona di Indonesia
Cerita Haru Dokter Ahli Petir ITB Bikin Ventilator Rp 18 Juta: Tidur 4 Jam Sehari di Sofa Masjid
Tangisan dan cibiran terselip dari cerita Syarif Hidayat, dokter ahli petir Institut Teknologi Bandung (ITB) yang sukses membuat ventilator Rp 18 juta
TRIBUNJAKARTA.COM, BANDUNG - Tangisan dan cibiran terselip dari cerita Syarif Hidayat, dokter ahli petir yang sukses membuat ventilator seharga Rp 18 juta.
Orang-orang awalnya menyebut apa yang dilakukan dosen Institut Teknologi Bandung (ITB) itu sebagai mission impossible alias mustahil.
Proses tak mengkhianati hasil, ventilator portabel Vent-I ciptaannya dalam waktu dekat akan diproduksi massal oleh perusahaan multinasional asal Jepang.
“Ini momen membahagiakan buat saya,” ujar Syarif.
Tapi, tak ada orang tahu selama proses sampai Vent-I jadi seperti sekarang ini, Syarif harus menguras air mata hingga 'pengasingan.'
• Wali Kota Airin Merinding, Tangsel Dapat Bantuan Alat PCR Hingga Ventilator Buatan Dalam Negeri
Bermula ketika pemerintah mengeluarkan kebijakan work from home untuk menekan penyebaran pandemi Covid-19.
Aktivitas perkuliahaan di kampusnya terdampak. ITB pun memberlakukan pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Kebijakan itu berimbas pada aktivitas di Masjid Salman ITB yang harus menutup segala kegiatan sementara waktu selama masih pandemi.

Satu hari sepulang rapat dari Salman ITB, Syarif bertemu dengan alumni yang masuk ke dalam tim Gubernur Jabar Ridwan Kamil dalam penanganan Covid-19.
“Pak bisa bikin sprayer?" tanya alumni tersebut seperti ditirukan Syarif. Ia langsung mengiyakannya.
Si alumni tadi kembali bertanya. "Kalau bikin ventilator?" Untuk yang ini Syarif akan mempelajarinya dulu.
"Jadi ucapan ventilator itu datang dari dia,” Syarif menjelaskan.
Besoknya, sebagai insinyur Syarif punya keyakinan, sepanjang sesuatu dibuat manusia, ia bisa melakukannya termasuk ventilator.
• Sebelum Ventilator, Pengusaha Mesin Laundry Ini Buat Bilik Disinfektan
Syarif lalu meminta stafnya untuk membeli komponen ventilator. Belakangan ia sadar, luar biasa banyak mafia alat kesehatan sehingga harganya di pasaran mahal.
“Kalau daging impor, harganya naik 4 kali lipat. Tapi kalau alat kesehatan bisa 10 kali lipat. Saya makin bertekad untuk membuatnya tanpa menggunakan rantai pasok alkes,” ungkap Syarif.
