Klinik Aborsi Ilegal di Senen
Oknum Dokter Aborsi Ilegal di Klinik Jakarta Pusat Buang Janin di Kloset Usai Diberi Cairan Asam
Polda Metro Jaya membongkar praktir aborsi ilegal di sebuah klinik di kawasan Senen, Jakarta Pusat.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Suharno
Pengungkapan praktik aborsi ilegal ini ternyata berawal dari kesaksian Sari Sadewa, tersangka pembunuhan pengusaha roti asal Taiwan Hsu Ming Hu (52) di Bekasi, Jawa Barat.
Tubagus mengatakan, Sari yang berstatus sebagai sekretaris Hsu Ming Hu pernah melakukan aborsi di klinik tersebut.
"Awal daripada penyelidikan adalah salah satu dari tersangka kita kemarin itu adalah orang yang juga melakukan aborsi di tempat ini," ujar Tubagus.
Ia menjelaskan, janin yang berada rahim Sari merupakan hasil hubungan intim dengan Hsu Ming Hu.
"Yang membiayai aborsi juga korban sendiri," ujar dia.
Dari hasil pengungkapan praktik aborsi ilegal ini, sebanyak 17 orang ditetapkan sebagai tersangka.
"Pada 3 Agustus 2020 lalu, kita berhasil mengamankan 17 tersangka di salah satu klinik di Jalan Raden Saleh, Senen, Jakarta Pusat," kata Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat saat merilis kasus ini, Selasa (18/8/2020).
17 tersangka yang diamankan adalah SS (57), SWS (84), TWP (59), EM (68), AK (27), SMK (32), W (44), J (52), M (42), dan S (57).
Tersangka lainnya yakni WL (46), AR (44), MK (38), WS (49), CCS (22), HR (23), dan LH (46).
Tubagus menjelaskan, enam dari 17 tersangka tersebut merupakan tenaga medis yang terdiri dari dokter, bidan, dan perawat.
"Kemudian ada empat orang pengelola yang bertugas negosiasi, penerimaan dan pembagian uang," ujar dia.
"Selanjutnya ada yang bertugas antar jemput pasien, membersihkan janin, calo, dan pembelian obat. Tiga orang sisanya adalah yang melakukan aborsi," tambahnya.
Para tersangka dikenakan Pasal 299 KUHP dan atau Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 ayat (1) KUHP dan atau Pasal 349 KUHP dan atau Pasal 194 Jo Pasal 75 UU RI No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan atau Pasal 77A jo Pasal 45A UU RI No 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia No 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, dengan ancaman hukuman 10 tahun penjara.