Sisi Lain Metropolitan

Kecewa Pada PPDB, Orang Tua Murid Gugat Ke PTUN hingga Daftarkan Anak Hingga ke Kepulauan Seribu

Satu diantara orang tua murid mengatakan telah mendaftarkan anaknya sampai ke Kepulauan Seribu.

Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
TribunJakarta/Nur Indah Farrah Audina
Shandra Pratiwi di PTUN, Cakung, Jakarta Timur, Rabu (18/8/2020) 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Anaknya tak lolos Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2020, perwakilan orang tua murid ajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), Rabu (19/8/2020).

Perwakilan orang tua murid didampingi anggota jaringan pemantau pendidikan Indonesia mendatangi PTUN sejak pagi hari.

Mereka melayangkan gugatan ke PTUN terkait proses PPDB 2020 yang merugikan banyak siswa.

Menariknya, dalam gugatan tersebut, satu diantara orang tua murid mengatakan telah mendaftarkan anaknya sampai ke Kepulauan Seribu.

Ia adalah Shandra Pratiwi.

Datang mengenakan kemeja biru, ia menceritakan terpaksa menyekolahkan anaknya ke Sekolah Menengah Atas Swasta.

Hal ini lantaran dari semua jalur yang dicobanya, tak ada satu pun yang menerima anaknya.

"Padahal umur anak saya sdah benar-benar cukup tua 15 tahun 8 bulan. Saya juga ikutin alur PPDB online dari awal sampe akhir, sampe bangku kosong sekalipun tapi kalah telak. Sama sekali gak bisa dapat sekolah negeri yang diimpikan anak saya," katanya di lokasi, Rabu (18/8/2020).

Pada jalur afirmasi, anak Shandra tak mendaftar karena tak sesuai dengan kriteria.

Lalu pada jalur zonasi, Shandra mengatakan nama anaknya terpental pada tiga jam terakhir.

Sementara untuk jalur prestasi dan binaan RW, anaknya tak lagi diterima.

"Terakhir, kami di bina RW juga coba jalur itu. Karena berbeda RW, ada sekolah terdekat dari rumah saya tapi beda RW. itu anak saya gak bisa masuk," sambungnya.

Akhirnya ia pun mencoba mendaftarkan anaknya hingga ke Kepulauan Seribu.

Ia sudah tak memikirkan berapa jarak yang harus ditempuh dari rumahnya di kawasan Pondok Kelapa, Jakarta Timur ke Kepulauan Seribu.

Baginya, asalkan anaknya bisa sekolah negeri, jarak bukan lagi masalah.

"Terakhir bangku kosong, anak saya menyatakan mau. Di Kepulauan Seribu, sedangkan rumah saya ada di Duren Sawit. Bayangkan berapa kilometer, dan anak saya tetep mau. Itu pun kalah telak di 4 jam terakhir peserta umum," jelasnya.

Mental anak dan orang tua

Imbas hal tersebut, baik Shandra dan anaknya pun sempat merasakan down atau terpuruk.

Shandra yang memiliki usaha kue kering pun harus tak menerima orderan selama beberapa minggu.

Ia fokus mengurusi sekolah anaknya hingga menguatkan mental sang anak.

"Selama tiga minggu itu saya enggak enak ngapa-ngapain. Saya punya usaha juga jadi stop produksi dan tak terima pesanan. Jadi fokus mendaftarkan anak saya,"

Selain itu, secara tak langsung hal tersebut mempengaruhi psikologis sang anak.

Penyakit anaknya pun kambuh akibat terlalu pusing memikirkan sekolah negeri.

"Anak saya kalau banyak pikiran asam lambungnya akan kumat. Itu benar-benar kambuh dan dia sakit," ungkap Shandra.

Akhirnya, ia pun memberikan motivasi ke anaknya.

Berulang kali ia harus meyakini sang anak.

"Kamu enggak bodoh mas," ujarnya kala itu kepada sang anak.

"Akhirnya kita terpaksa sekolahkan dia ke swasta yang enggak jauh dari rumah. Walaupun anak saya masih kepengin sekolah negeri," jelasnya.

Datang ke PTUN

Atas dasar hal tersebut, Shandra bersama perwakilan orang tua murid lainnya pun melayangkan gugatan ke PTUN.

"Saya pernah lapor sampai kementerian (Kemendikbud) juga. Tapi enggak ada respon sama sekali, dibiarkan aja," jelasnya.

Ia hanya berharap keadilan saja. Sebab imbas peraturan pada PPDB 2020, sejumlah siswa berprestasi justru tak dapat melanjutkan sekolah negeri.

Rayakan HUT Ke-75 Kemerdekaan RI, Yuk Coba Paket Ragam Kuliner Indonesia di Fairmont Jakarta

Rampungkan Drawing Grup dan Tuan Rumah, PT LIB Bocorkan Persiapan Sebelum Jalankan Liga 2 2020

Hendak Bersih-bersih, Adik Ini Kaget Temukan Ribuan Pakaian Dalam Bekas Milik Wanita di Kamar Kakak

"Saya cuma minta keadilan. Saya tidak menyalahkan pribadi dari pihak manapun. Saya hanya minta keadilan untuk anak saya. Saya hanya minta anak saya mendapatkan pendidikan yang layak, yaitu sekolah negeri yang bagus seperti yg diimpi-impikan,"

"Karena perjuangan anak saya untuk mendapatkan nilai bagus itu juga enggak gampang," pungkasnya.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved