Walk Out Hingga Dituding Settingan, Warnai Drama Pengesahan Laporan APBD 2019 Jakarta
ada empat fraksi di DPRD DKI yang mengaku kecewa dengan laporan P2APBD yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Rapat paripurna pengesahan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (P2APBD) tahun anggaran 2019 dibumbui banyak drama.
Pasalnya, ada empat fraksi di DPRD DKI yang mengaku kecewa dengan laporan P2APBD yang disampaikan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Keempat fraksi itu ialah Fraksi Golkar, PAN, NasDem, dan PSI.
Bahkan, keempatnya terang-terangan menolak laporan APBD 2019 yang disampaikan mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu.
TribunJakarta.com pun coba merangkum beberapa fakta terkait rapat tersebut.
Rapat paripurna dihujani interupsi
Awalnya, rapat paripurna yang digelar Gedung DPRD DKI ini berjalan seperti biasa.
Ketua DPRD DKI Jakarta Prasetyo Edi Marsudi yang memimpin rapat membuka rapat paripurna sekira pukul 13.35 WIB.
Tak lama setelah menyampaikan kata pembuka, anggota Fraksi PAM DPRD DKI Lukmanul Hakim langsung meminta interupsi.
Bung Hakim, sapaan akrab Lukmanul Hakim menyampaikan keberatannya atas laporan P2APBD Anies.
Menurutnya, laporan itu mengada-ada lantaran tak sesui dengan kenyataan di lapangan.
"Kami melihat nyata ketika kami reses dan turun ke masyarakat. Laporan yang hsri ini mau kita sahkan, ternyata berbeda dengan apa yang terjadi di lapangan," ucapnya, Senin (7/9/202).
Selain itu, ia pun melayakan protes lantaran laporan yang diberikan tidak mendetail.
"Kami dari Fraksi PAN terkait laporan keuangan tidak ada anggaran detail penyerapan APBD 2019," ujarnya.
Kemudian, interupsi juga disampaikan oleh anggota Fraksi PSI August Hamonangan yang terang-terangan menolak P2APBD tahin anggaran 2019.
"Kami Fraksi PSI menolak P2APBD. pasalnya data yang disampaikan kepada kami tidak lengkap," kata dia.
"Kedua, ada temuan di Komisi A terkait anggaran Gulkarmat yaang terlalu mahal. Itu uang rakyat dan harus dikawal," sambungnya.
Hujan interupsi belum berenti sampai di situ, Ketua Fraksi Golkar DPRD DKI Basri Baco juga menyampaikan keberatan atas P2APBD yang disampaikan Anies.
"Melalui forum ini, mohon pimpinan dewan bisa meminta kejelasan dan keputusan langsung dari gubernur dan wakil gubernur mengenai komitmennya dalam melaksanakan aspirasi masyarakat," tuturnya.
Anggota Fraksi NasDem DPRD DKI Hasan Basri pun menyampaikan hal serupa, ia mengaku kecewa lantaran hasil reses para anggota dewan tak digubris Anies.
"Sudah tiga kali reses tidak pernah diakomodir oleh pimpinan eksekutif," tuturnya.
Bahkan, Wakil Ketua DPRD DKI Zita Anjani juga mempertanyakan tidak adanya tindak lanjut yang dilakukan Pemprov DKI dari hasil reses yang dilakukan para anggota dewan.
"Buat apa kami jadi dewan kalau jalanan rusak, air bersih saja tidak bisa kita berikan kenkonstituen kita. Saya usul pimpinan menolak P2APBD dan mempertanyakan kemana hasil reses kami menggunakan APBD," kata dia.
Diwarnai aksi WO empat fraksi
Tak puas dengan P2APBD buatan Anies, empat fraksi yang sejak awal rapat keberatan dengan laporan ini memutuskan melakukan aksi walk out (WO).
Golkar menjadi fraksi pertama yang menyatakan diri WO dan kemudian diikuti oleh tiga fraksi lainnya.
"Melihat eksekutif belum punya niat membantu dewan, Golkar menolak P2APBD 2019. Wolkar WO," ucap Ketua Fraksi Golkar Basri Baco tegas.
Hal ini pun diamini oleh Sekretaris Fraksi PAN Oman Rahman Rakinda yang menyampaikan kekecewannya dengan rapat paripurna ini.
"Kami Fraksi PAN kecewa dengan forum ini, tidak boleh ada setting forum seperti ini. Untuk itu izinkan kami Fraksi PAN untuk meninggalkan ruangan ini," ujarnya.
Selanjutnya, giliran Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Anthony Winza yang juga menyampaikan kekecewannya terhadap laporan P2APBD tahun anggaran 2019 ini.
Ia menyebut, Fraksi PSI dengan tegas menolak P2APBD yang disampaikan Anies Baswedan ini.
"PSI juga menolak pertanggungjawaban APBD 2019 ini," tuturnya.
Tak lama berselang, salah satu anggota Fraksi NasDem juga menyatakan WO.
"NasDem WO," kata anggota itu.
Ketua DPRD DKI Tetap Sahkan Raperda P2APBD
Aksi WO yang dilakukan empat fraksi nyatanya tak berpengaruh besar pada keputusan Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi.
Politisi PDIP ini tetap menerima laporan P2APBD yang diserahkan Anies dan mengesahkannya menjadi Peraturan Daerah (Perda).
"Paripurna dihadiri 50 orang. Secara keputusan ini sah ya. Saya ingin menanyakan apakah Raperda tentang pertanggungjawaban APBD 2019 untuk ditetapkan jadi peraturan daerah dapat diaetujui?," tanya Pras kepada para anggota dewan yang hadir.
"Yaa," balas barang anggota dewan.
Tak lama berselang, Pras pun langsung mengetok palu yang ada dihadapannya sebanyak tiga kali.
"Sah ya," ujarnya sambil mengetok palu.
• Remaja 17 Tahun di Setu Bekasi Jadi Korban Kekerasan Seksual Pegawai Rumah Sakit
• The Jakmania Siap Jaga Komitmen saat Liga 1 Indonesia Dilanjutkan
• Anies Baswedan Siapkan Paket Kebijakan Baru Jelang Berakhirnya PSBB Masa Transisi
Anies balas aksi WO empat fraksi dengan pantun
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menanggapi santai aksi WO yang dilakukan fraksi Golkar, PAN, PSI, dan NasDem.
Bahkan, ia membalas aksi WO itu dengan sebuah pantun yang ia bacakan usai Ketua DPRD DKI Prasetyo Edi Marsudi mengesahkan Raperda P2APBD.
"Makan rendang sambil tambah nasi, makanya berdua sangatlah lahap. Dalam sidang yang banyak interupsi, pukulan palu pak ketua sangatlah mantab," ujarnya.
Mendengar pantun yang disampaikan Anies itu, sejumlah anggota dewan yang masih bertaham di ruang rapat pun tertawa lepas sambil bertepuk tangan.
Rapat paripurna dituding settingan
Sebelum menyatakan diri WO dan meninggalkan ruang rapat, Sekretaris Fraksi PSI DPRD DKI Anthony Winza menuding, rapat paripurna pengesahan Raperda P2APBD ini settingan.
Kecurigaan ini muncul lantaran para anggota dewan tidak diberikan pengeras suara (microphone) wireless.
Padahal, pengeras suara itu biasanya ada di masing-masing meja anggota dewan.
"Microphone-nya enggak ada. Saya enggak ngerti apakah ini settingan atau apa," ucapnya, Senin (7/9/2020).
Politisi muda ini menduga, ada oknum yang sengaja mencabut pengeras suara dari meja para anggota dewan.
"Baru kali ini saya lihat rapat paripurna, anggota dewan tidak diberikan microphone, dicabutin dari meja, dipretelin," ujarnya.
Tidak adanya pengeras suara bagi anggota dewan ini pun disebutnya sebagai tindakan diskriminasi.
"Dalam arti, ada yang pakai microphone dan ada yang enggak, padahal sama-sama wakil rakyat. Kenapa sampai segitunya sih dicabit microphonenya? Tolong dijawab," kata dia.
Senada dengan Anthony, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PAN Zita Anjani juga menyampaikan protes terkait tidak diberikannya pengeras suara kepada anggotannya.
"Perdana, rapat paripurna tanpa pengeras suara untuk dewan," tuturnya.
Dengan tidak disediakannya pengeras suara ini, Zita menyebut, para anggota dewan pun terpaksa berteriak saat menyampaikan aspirasinya.
"Mereka teriak, enggak ada yang dikasih mic," kata dia.