Beberkan Ancaman Nyata Kebangkitan PKI, Gatot Nurmantyo: Saya Cuma Ingatkan Ada Sejarah Kelam

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo menjelaskan tentang kebangkitan PKI di Indonesia.

Penulis: Kurniawati Hasjanah | Editor: Elga H Putra
TribunWow
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo 

"Setelah selesai latihan, saat itu juga masih pakaian loreng kotor saya pergi ke makam ibu saya, saya lapor bahwa saya sudah melaksanakan tugasnya," kenang Gatot.

4. Masuk bursa capres-cawapres di Pilpres 2019

Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan fotonya yang terpasang di Posko BPN Prabowo-Sandi di Solo
Mantan Panglima TNI, Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo dan fotonya yang terpasang di Posko BPN Prabowo-Sandi di Solo (Kolase/Tribunnews.com/TribunSolo.com)

Setelah tak lagi menjadi perwira TNI aktif, nama Gatot santer disebut dalam berbagai lembaga survei calon presiden atau wakil presiden pada Pilpres 2019.

Dikutip dari Kompas.com, hasil survei nasional Poltracking Indonesia sempat menyebut Gatot dinilai oleh publik sebagai figur yang paling tepat mendampingi Joko Widodo pada Pilpres 2019.

Selain itu, nama Gatot Nurmantyo juga masuk daftar cawapres mendampingi Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto.

Namun, saat itu Gatot Nurmantyo secara tak langsung menyiratkan dirinya akan berkiprah di dunia politik.

Puncaknya, Gatot Nurmantyo memastikan dirinya tidak memihak kubu manapun dalam Pilpres 2019.

Gatot juga mengklarifikasi, dia tidak menyatakan dukungan terhadap pasangan calon presiden Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

Hal itu dikatakan Gatot saat dikonfirmasi terkait fotonya yang tertera di spanduk dan baliho milik tim pemenangan Prabowo-Sandi di Solo, Jawa Tengah.

"Yang jelas, untuk saat ini saya netral dan baik dengan semua, karena ditanya baik memilih pemimpin kita," ujar Gatot kepada Kompas.com, Minggu (13/1/2019).

5. Deklarasikan KAMI

Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo
Mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Gatot Nurmantyo (KOMPAS.com/ANDI HARTIK)

Setelah sekian lama tak muncul, kini Gatot Nurmantyo ikut mendeklarasikan Koalisi Menyelamatkan Indonesia (KAMI).

Saat deklarasi KAMI, Gatot Nurmantyo mengingatkan ancaman perang proksi atau proxy war di Indonesia.

"Pada tanggal 10 Maret 2014 saya berkesempatan dialog dengan civitas akademika Universitas Indonesia," kata Gatot dikutip dari akun Youtube Realita TV, Selasa (18/8/2020).

"Saya berbicara antara lain tentang proxy war, yang kini telah menjadi ancaman luar biasa terhadap kedaulatan suatu bangsa," lanjut dia.

Gatot menilai, penguasaan dari negara lain tidak hanya bisa dilakukan secara fisik, bisa juga melalui proxy.

Ia menambahkan, bahaya proxy war juga diperparah dengan adanya oligarki politik menggunakan dalih konstitusi.

"Bagi intervensi pemilu, dan memilih pejabat untuk pada saatnya pejabat tersebut bisa dikenalkan bahkan menjadi boneka bagi kepentingan lain yang bukan tujuan dan kepentingan negara," ujar dia, dikutip dari Kompas.com.

Selain di Jakarta, Gatot Nurmantyo juga mendeklarasikan KAMI di Jawa Tengah dan DIY di Solo, Kamis (20/8/2020).

Ia menegaskan, KAMI merupakan gerakan moral dan bukan ingin berkembang menjadi partai politik.

6. Dianggap jadi 'kuda hitam' di Pilpres 2024

Beberapa waktu lalu, lembaga riset Lingkaran Survei Indonesia (LSI) Denny JA merilis 15 nama tokoh yang dinilai berpotensi berlaga pada Pilpres 2024.

Dari 15 nama tersebut, ada nama Gatot Nurmantyo yang dianggap menjadi "kuda hitam" atau sosok yang dapat memberikan faktor kejutan.

Namun, pendapat berbeda justru disampaikan Direktur Eksekutif Indo Barometer, M Qodari yang menilai Gatot belum cukup kuat untuk maju dalam Pilpres 2024.

Menurut Qodari, elektabilitas Gatot Nurmantyo belum cukup kuat jika dihubung-hubungkan dengan Pilpres 2024 mendatang.

Hal itu, kata dia, bisa dilihat pada Pilpres 2019 lalu. Jika memang Gatot kuat, maka sudah pasti dia dipinang oleh partai politik untuk maju pilpres.

"Belum kuat, karena kalau memang kuat nama beliau maju di Calon Presiden 2019."

"Karena partai politik itu kan sangat berkepentingan dan berkeinginan untuk menang," kata Qodari dikutip dari Kompas TV.

"Kalau ada calon populer mereka pasti akan memberikan dukungan, realitanya akhirnya tidak ada memberikan dukungan pada Pak Gatot," ujar dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved