Longsor di Ciganjur
Cerita Haru Suami Korban Tewas Longsor Ciganjur: Nyaris Ajal Menjemput Saat Tertimpa Tembok WC
Istri Ade Chandra, Wudiar Nohapa (42), seketika tewas tertimpa turap Perumahan Melati Residence yang longsor saat berada di ruang tengah.
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, JAGAKARSA - Istri Ade Chandra, Wudiar Nohapa (42), seketika tewas tertimpa turap Perumahan Melati Residence yang longsor saat berada di ruang tengah.
Musibah longsor dan banjir itu terjadi sekira pukul 19.00 WIB pada Sabtu (10/11/2020).
Nasib mujur masih berpihak kepada Ade Chandra (43).
Ia sedang berada di kamar mandi untuk menyumbat lobang selokan ketika puing turap ambrol menimpa rumah mereka.
Meski tembok kamar mandi menimpa kepala dan badannya, ia beruntung lepas dari jerat maut.
"Saya saat itu berada di toilet karena mau menyumpal selokan biar air enggak masuk dari Kali Setu," ceritanya kepada TribunJakarta.com pada Senin (12/11/2020).
Pasca-longsor itu, Ade sementara waktu tinggal di rumah kediaman mertuanya di Kawasan Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Sebab, sebagian besar baran-barangnya tidak bisa diselamatkan. Sebagian rumahnya pun saat ini masih hancur.
Tampak sekujur badannya penuh dengan luka lecet terkena gesekan benda keras saat hendak mencari istrinya dari reruntuhan bangunan.
Kepala bagian kanannya mengalami luka usai tertimpa tembok kamar mandi.
Pinggang dan bahu alami luka lebam.
Saat berbincang, ia sempat memegang tangan kirinya.
Sebab, tiba-tiba tangannya sakit tidak bisa digerakkan.
Ade sempat mengeluh sakit saat itu.
Istrinya sudah dimakamkan di TPU Pisangan, Ragunan, Jakarta Selatan pada Minggu (11/10/2020) siang.
Pihak keluarga sang istri menggelar doa bersama untuk mendoakan kepergian Wudiar.
Detik-detik Maut Menjemput Wudiar

Meski terlihat lemah, ia bersedia menceritakan tragedi yang menimpa hidupnya yang terjadi di rumahnya di Jalan Damai RT 004 RW 002 Kelurahan Ciganjur, Kecamatan Jagakarsa, Jakarta Selatan, sekira pukul 19.00 WIB pada Sabtu (10/11/2020) silam.
Saat itu, hujan deras disertai angin mengguyur rumah Ade saat malam hari.
Biasanya, derasnya hujan membuat Kali Setu yang berdekatan dengan rumahnya meluap sehingga air mengalir masuk ke bagian belakang rumah.
Letak rumah Ade bersebelahan dengan Kali Setu dan Turap Perumahan Melati Residence.
Ade bergegas menuju kamar mandi untuk menyumbat lobang selokan agar air tidak masuk ke dalam rumah.
Sang istri Wudiar Nohapa (42) sedang menyiapkan makan malam untuk Ade, anak perempuan semata wayangnya berusia 16 tahun dan kedua keponakannya di ruang tengah.
Namun, tiba-tiba suara gemuruh dari arah belakang rumah terdengar. Dengan sekejap, suara gemuruh itu berubah menjadi serbuan puing turap yang menerjang atap rumah mereka.

Pondasi atap rumah bagian belakang mereka langsung turut ambruk ke bawah.
Brek!! begitu suara reruntuhan yang terdengar Ade.
Ia panik saat tahu rumahnya mendadak porak poranda.
Anaknya berteriak meminta pertolongannya. Begitu juga keponakannya. Ade melihat mereka dalam kondisi selamat.
Namun, suara istrinya yang sesaat sebelum kejadian sedang berbincang dengan keponakannya, tak lagi terdengar.
"Istri saya lagi mengaduk-aduk nasi mau mempersiapkan makan malam di ruang tengah. Begitu kejadian, suara brek terdengar. Saya sudah tidak mendengar lagi suara istri saya," ujarnya kepada TribunJakarta.com pada Senin (12/11/2020).

Tanpa pikir panjang, Ade langsung mencari keberadaan Wudiar di tengah lautan reruntuhan bangunan.
Namun, pencarian kian sulit karena air dari Kali Setu yang tersumbat puing meluap dan langsung menegalir ke dalam rumahnya.
"Saya ubek-ubek di ruang tengah. Sampai saya enggak sengaja minum air kali yang masuk. Saya sempat angkat tembok yang jatuh tapi enggak ketemu," bebernya.
Tidak sampai hitungan menit, luapan air kali tiba-tiba sudah mencapai sekira dengkulnya.
Ade kesulitan mencari istrinya seiring dengan air yang mengalir masuk ke rumahnya itu.
Keluar Lewat Jendela
Ia pun memilih untuk lebih dulu menyelamatkan anak dan dua keponakannya keluar.
Namun, pintu rumah terhalang tembok bangunan.
"Pintu dari rumah enggak bisa terbuka karena tertahan bangku, barang-barang dan tembok. Saya keluar lewat jendela. Jendela saya dobrak biar bisa keluar. Makanya badan saya pada bengkak begini," ceritanya.
Setelah berhasil keluar, Ade meminta mereka untuk mencari pertolongan.
Ia kembali lagi ke dalam rumah untuk mencari istrinya yang tertimpa puing-puing turap.
Baca juga: Kapolda Metro Irjen Nana Sudjana Ingatkan Pendemo: Jangan Sampai Ditunggangi
Baca juga: Banyak Pelajar Diamankan Saat Demo UU Cipta Kerja, Polri Imbau Orangtua-Guru Tingkatkan Pengawasan
Namun, tinggi air di dalam rumahnya sudah mencapai dadanya.
Ia sempat berteriak minta tolong tetapi berujung sia-sia. Akhirnya, ia menyerah dan pasrah karena sulit menembusnya.
"Akhirnya saya menyerah, langsung saya menyelamatkan diri lewat jendela," kata pria yang bekerja sebagai petugas keamanan tersebut.
Evakuasi Tim SAR Butuh 1 Jam
Tim Sar Kelurahan beserta warga kemudian datang membantu mengevakuasi Wudiar di dalam rumah.
Butuh sekitar 1 jam untuk mengevakuasi jasad Wudiar yang tertimpa reruntuhan bangunan.
"Saya dapat info bahwa istri saya awalnya ditemukan karena rambutnya terlihat mengambang. Namun tidak bisa diangkat karena masih terganjal bangunan. Begitu tembok diangkat, baru bisa. Sejak itu saya sudah tidak bisa berpikir lagi, lemas dan pasrah," ujarnya.
Jasad korban sempat dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Jagakarsa. Ade turut dibawa mengingat luka yang dideritanya.
Ia juga ingin memberikan klarifikasi bahwa istrinya tidak tewas dalam keadaan hamil.