Pilkada Kota Tangsel
Ketika Perangkap Dinasti Banten Menjerat Koalisi PDIP-Gerindra Hingga PKS-Demokrat di Tangsel
Dominasi Dinasti Banten hendak digoyahkan oleh koalisi besar elit pusat melalui Pilkada Tangerang Selatan (Tangsel) 2020.
Penulis: Jaisy Rahman Tohir | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Menurut Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia itu, jika hanya ada dua pasangan calon alias head to head, petahana, Benyamin-Pilar dipastikan akan kalah.
"Makanya, membiarkan partai tidak dirangkul atau hanya maju dengan Golkar itu bagian dari strategi politik mereka, dan berhasil," ujarnya.
Adi lebih jauh menjelaskan. Di Tangsel ada sekira 60% warga yang menginginkan pemimpin baru, sedangkan 40% sisanya, puas dengan kepemimpinan sebelumnya yang digawangi Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie, dengan motor utama Partai Golkar.
Jika 60% warga ini bersatu, maka petahana akan tumbang. Namun dengan strategi Golkar tanpa teman koalisi, akhirnya terbentuk dua poros lainnya dan 60% itu terbelah dua.
"Ada sekitar 60% masyarakat di Tangsel itu ingin perubahan dengan mengganti dominasi keluarga politik Airin, tapi yang semangat mengganti itu terbelah," paparnya.
"Kalau mau jujur, pertai di luar Golkar itu masuk perangkap strategi keluarga dinasti," imbuhnya.
Menurutnya, koalisi gemuk dengan asumsi akan banyak menjaring banyak pemilih sudah lama patah.
"Beberapa Pilkada di wilayah lain sudah membuktikannya. Sudah banyak kasus kok, banyak partai kalah, Depok misalnya, Surabaya contohnya," ujarnya.
Sementara, terkait nama Prabowo dan Ma'ruf Amin, menurut Adi, tidak benar-benar tercoreng atas kekalahan di Tangsel.
"Pak Kiai Ma'ruf enggak turun, Prabowo enggak turun cuma diasosiasikan saja."
"Biasa saja sih (kalah), karena banyak keluarga elit lain kalah, keluarga JK kalah, dua kali. Sebelumnya kalah dengan kotak kosong," pungkasnya.