Antisipasi Virus Corona di DKI
Angka Covid-19 di Jakarta Terus Naik, Anies Baswedan Ungkap Penyebabnya, Ada Pengaruh Daerah Lain
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan data Covid-19 di DKI Jakarta naik terus, bahkan pernah tembus angka 8.000 kasus positif per hari.
Penulis: Muhammad Rizki Hidayat | Editor: Wahyu Septiana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Muhammad Rizki Hidayat
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatakan data Covid-19 di DKI Jakarta naik terus.
Bahkan pernah tembus angka 8.000 kasus positif per hari di DKI Jakarta.
Anies menilai, angka tersebut ditengarai adanya warga luar Jakarta yang juga berpotensi terpapar virus corona Covid-19.
"Melihat data selama ini, tampak ada keterkaitan antara kasus positif di Jakarta dan daerah-daerah di sekitar Jakarta saling mempengaruhi," kata Anies, dalam keterangan resminya melalui PPID DKI Jakarta, Sabtu (9/1/2021).
"Data tes yang dilakukan oleh laboratorium di Jakarta menemukan kasus positif bukan hanya warga DKI Jakarta, tapi juga warga sekitar DKI Jakarta," lanjutnya.
Anies pun kembali menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) ketat yang mulai berlaku Senin mendatang.
PSBB Ketat diterapkan hingga 25 Januari 2021.
Baca juga: Kasus Covid-19 di Jakarta Tinggi, Gubernur Anies Baswedan Terapkan PSBB Ketat hingga 25 Januari
Baca juga: Pemprov DKI Berlakukan Aturan Baru saat PPKM: Fasilitas Umum Ditutup, Transportasi 50 Persen
Keputusan ini juga mengacu kepada Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto.
Pada Rabu (6/1/2021), Airlangga Hartarto mengumumkan pengetatan PSBB di beberapa kota di Jawa dan Bali, termasuk Jakarta.
Menurut Anies Baswedan, keputusan kembali memperketat PSBB dilatarbelakangi situasi COVID-19 di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir yang mengkhawatirkan.
“Saat ini, kita sedang berada di titik kasus aktif tertinggi selama ini yaitu di kisaran angka 17.383," ujar Anies.
Kasus aktif adalah jumlah orang yang saat ini berstatus positif Covid-19 dan belum dinyatakan sembuh, baik yang dirawat di fasilitas kesehatan maupun di dalam isolasi mandiri,” lanjut Anies.
Baca juga: Selain Wanita Hamil, Ini Kelompok Orang yang Tidak Boleh Mendapatkan Vaksin Covid-19
Baca juga: Bayi Lahir Berkepala Lonjong Akibat Disedot Alat Vakum, Begini Penampakannya, Ini Saran dari Dokter
Berkaca pada pengalaman pengetatan PSBB pada September 2020, Pemprov DKI Jakarta berhasil menurunkan kasus aktif secara signifikan dari lonjakan kasus aktif Covid-19 pascalibur panjang Tahun Baru Islam pada pertengahan Agustus.
“Kita ingat pada pertengahan bulan Agustus, ada libur panjang Tahun Baru Islam. Dua minggu sesudah libur panjang itu, pertambahan kasus harian dan pertambahan kasus aktif melonjak sangat cepat. Pada saat itu, kita memutuskan menarik rem darurat di pertengahan bulan September,” tuturnya .
“Beberapa waktu sesudah rem darurat ditarik, tampak kasus aktif menurun pesat, bahkan kembali ke titik awal sebelum kenaikan. Turun sampai 50 persen hingga kita bisa kembalikan ke PSBB Transisi. Artinya, pengetatan pembatasan sosial itu benar-benar efektif menurunkan kasus aktif,” sambungnya.
Baca juga: Sesak Nafas dan Hampir Pingsan, Begini Kabar Terbaru Rizieq Shihab: Kondisinya Mengkhawatirkan
PSBB Ketat Sampai 25 Januari
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta resmi menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) hingga 25 Januari 2021.
Hal ini dilakukan karena data Covid-19 di DKI Jakarta semakin tinggi.
"PSBB yang diterapkan dari tanggal 11 hingga 25 Januari 2021 juga sebagai tindak lanjut arahan Pemerintah Pusat," kata Anies, dalam keterangan resminya melalui PPID DKI Jakarta, Sabtu (9/1/2021).
"Hal ini berlaku mulai hari Senin (11/1). Keputusan untuk memperketat kembali masa PSBB ini secara regulasi tertuang dalam Keputusan Gubernur No 19 Tahun 2021 dan Peraturan Gubernur No 3 Tahun 2021," lanjutnya.
Keputusan ini juga mengacu kepada Menko Perekonomian yang juga Ketua Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, Airlangga Hartarto.
Pada Rabu (6/1/2021), Airlangga Hartarto mengumumkan pengetatan PSBB di beberapa kota di Jawa dan Bali, termasuk Jakarta.
Menurut Anies Baswedan, keputusan kembali memperketat PSBB dilatarbelakangi situasi COVID-19 di Jakarta dalam beberapa waktu terakhir yang mengkhawatirkan.
Baca juga: Pemprov DKI Berlakukan Aturan Baru saat PPKM: Fasilitas Umum Ditutup, Transportasi 50 Persen
Baca juga: Sesak Nafas dan Hampir Pingsan, Begini Kabar Terbaru Rizieq Shihab: Kondisinya Mengkhawatirkan
“Saat ini, kita sedang berada di titik kasus aktif tertinggi selama ini yaitu di kisaran angka 17.383," ujar Anies.
Kasus aktif adalah jumlah orang yang saat ini berstatus positif COVID-19 dan belum dinyatakan sembuh, baik yang dirawat di fasilitas kesehatan maupun di dalam isolasi mandiri,” lanjut Anies.
Berkaca pada pengalaman pengetatan PSBB pada September 2020, Pemprov DKI Jakarta berhasil menurunkan kasus aktif secara signifikan dari lonjakan kasus aktif Covid-19 pascalibur panjang Tahun Baru Islam pada pertengahan Agustus.
“Kita ingat pada pertengahan bulan Agustus, ada libur panjang Tahun Baru Islam. Dua minggu sesudah libur panjang itu, pertambahan kasus harian dan pertambahan kasus aktif melonjak sangat cepat. Pada saat itu, kita memutuskan menarik rem darurat di pertengahan bulan September,” tuturnya .
Baca juga: Bayi Lahir Berkepala Lonjong Akibat Disedot Alat Vakum, Begini Penampakannya, Ini Saran dari Dokter
“Beberapa waktu sesudah rem darurat ditarik, tampak kasus aktif menurun pesat, bahkan kembali ke titik awal sebelum kenaikan. Turun sampai 50 persen hingga kita bisa kembalikan ke PSBB Transisi. Artinya, pengetatan pembatasan sosial itu benar-benar efektif menurunkan kasus aktif,” sambungnya.
Namun, menurut Anies, libur panjang kerap menjadi pemicu terjadinya lonjakan kasus.
Kemudian, pada Desember 2020 terdapat libur panjang Natal dan Tahun Baru sehingga kasus aktif cenderung naik dan berpotensi mendekati ambang batas kapasitas fasilitas kesehatan, yaitu tempat tidur isolasi dan ICU di rumah sakit.
"Sebenarnya, mengapa pembatasan diperlukan? Karena, kecepatan pemerintah menambah kapasitas dan fasilitas kesehatan tidak boleh lebih lambat daripada kecepatan penambahan kasus," jelas Anies
Baca juga: Sesak Nafas dan Hampir Pingsan, Begini Kabar Terbaru Rizieq Shihab: Kondisinya Mengkhawatirkan
"Setiap penambahan kapasitas tempat tidur membutuhkan penambahan tenaga kesehatan, penambahan peralatan dan obat-obatan," lanjutnya.
Pada pengetatan PSBB di pertengahan September, saat itu kapasitas ICU di Jakarta berisiko dilampaui jumlah pasien yang membutuhkan perawatan.
Lalu, setelah pengetatan PSBB dilakukan, Pemprov DKI Jakarta menambah kapasitas fasilitas kesehatan.