Pesawat Sriwijaya Air Jatuh

Jasad Muhammad Nur Kholifatul Amin Ditemukan, Kenangan Temani Sang Ibu dan Pamit Terakhir ke Anak

Jasad penumpang Sriwijaya Air SJ-182, Muhammad Nur Kholifatul Amin berhasil diidentifikasi Tim DVI pada Jumat (22/1/2021). Kenangan terakhir terungkap

KOMPAS.COM/MUHLIS AL ALAWI
Keluarga menunjukkan foto almarhum Muhammad Nur Kholifatul Amin (46), warga Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo yang menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air. Muhammad Nur Kholifatul Amin bersama Agus Winarni pulang kampung ke Ponorogo untuk melayat ayahanda yang meninggal pada Kamis (24/12/2020).Kenangan menemani sang ibu di Ponorogo serta melayat ayahandanya diceritakan sang adik Nur Kholif, Abdul Hanif Majid Amrullah. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Jasad penumpang Sriwijaya Air SJ-182, Muhammad Nur Kholifatul Amin berhasil diidentifikasi Tim Disaster Victim Identification (DVI) pada Jumat (22/1/2021).

Tim DVI berhasil mengidentifikasi jasad Muhammad Nur Kholifatul Amin bersamaan dengan jasad Yumna Fanisyatuzahra, sang pemilik jaket pink Minnie Mouse.

Tercatat, Muhammad Nur Kholifatul Amin bersama istrinya Agus Minarni menjadi penumpang Sriwijaya Air SJ-182 rute Jakarta-Pontianak yang jatuh di perairan Kepulauan Seribu.

Muhammad Nur Kholifatul Amin bersama Agus Winarni pulang kampung ke Ponorogo untuk melayat ayahanda yang meninggal pada Kamis (24/12/2020).

Kenangan menemani sang ibu di Ponorogo serta melayat ayahandanya diceritakan sang adik Nur Kholif, Abdul Hanif Majid Amrullah.

Abdul juga menceritakan sang kakak juga pamit serta memohon doa kepada anaknya.

Muhammad Nur Kholifatul Amin mudik ke kampung halamannya di Desa Ngabar, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo.

“Kakak saya sudah merantau 28 tahun di Kalimantan Barat. Usai mendapatkan kabar ayah meninggal, kakak saya memutuskan pulang kampung bersama istrinya,” kata Hanif dikutip dari Kompas.com.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menggelar kegiatan tabur bunga dan doa bersama untuk mengenang korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182, Jumat (22/1/2021), di perairan Pulau Lancang, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan
Pemerintah Kabupaten Kepulauan Seribu menggelar kegiatan tabur bunga dan doa bersama untuk mengenang korban kecelakaan pesawat Sriwijaya Air SJ-182, Jumat (22/1/2021), di perairan Pulau Lancang, Kecamatan Kepulauan Seribu Selatan (Dok. Pemkab Kepulauan Seribu)

Korban bersama istrinya tiba di Ponorogo dua hari setelah ayahandanya meninggal, Sabtu (26/12/2020).

Korban bersama istrinya tinggal di Ponorogo selama sembilan hari.

Nur Kholif memilih agak lama tinggal di Ponorogo untuk menemani ibu kandungnya agar tidak kesepian.

Setelah lebih dari seminggu tinggal di Ponorogo, Nur Kholif bersama istrinya diantarkan keluarganya sampai di Madiun, Senin (4/1/2021), untuk pulang ke Kalimantan Barat.

Dari Madiun, Nur Kholif bersama Agus Winarni naik kereta api tujuan Jakarta.

Nur Kholif bersama istrinya memilih langsung menumpang pesawat di Jakarta lantaran tidak menginginkan naik dua kali pesawat bila terbang dari Surabaya.

Sebab, bila terbang dari Bandara Juanda Surabaya, pesawat akan transit terlebih dahulu di Jakarta.

Tak hanya itu, pasutri itu memilih pulang tanggal itu lantaran masa berlaku rapid test antigennya akan segera habis.

Namun, ternyata pilihan naik pesawat berubah harus menggunakan tes swab.
Untuk itu, kakaknya harus menunggu hasil swab-nya keluar selama tiga hari dan baru berangkat pada hari Sabtu.

Ia tak mengira kakak kandungnya bakal menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air tersebut.

Sebab, selama ini kakak kandungnya tidak pernah naik pesawat Sriwijaya Air bila kembali ke Kalimantan.

Hanif dan keluarganya mendapatkan informasi kakak kandung bersama istrinya menjadi korban jatuhnya pesawat Sriwijaya Air selepas shalat maghrib.

Sebelumnya, ia mendapatkan kabar jatuhnya pesawat Sriwijaya dari media sosial di ponselnya, Sabtu (9/1/2021) sore.

Namun, ia tidak memperhatikan lantaran almarhum tidak pernah menumpang pesawat Sriwijaya.

Di mata keluarganya, Nur Kholif merupakan sosok yang taat beribadah dan baik.

Saat berada di dalam pesawat, Nur Kholif sempat menghubungi dua anaknya yang sementara menimba ilmu di Pondok Modern Darussalam Gontor Ponorogo.
“Sempat pamit kepada anaknya untuk memohon doa agar lancar sampai rumah saat di dalam pesawat,” kata Hanif.

Terbayang Wajah Sang Kakak

Heri Purnomo (kanan) dan Azwar Mubarok saat berada di atas KRI Semarang-594 dalam acara prosesi tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182, perairan Kepulauan Seribu, Jumat (22/1/2021).
Heri Purnomo (kanan) dan Azwar Mubarok saat berada di atas KRI Semarang-594 dalam acara prosesi tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182, perairan Kepulauan Seribu, Jumat (22/1/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/GERALD LEONARDO AGUSTINO)

Prosesi tabur bunga di lokasi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 di perairan Kepulauan Seribu telah selesai pada Jumat (22/1/2021).

37 keluarga korban yang mengikuti prosesi sakral ini pun telah meluapkan emosi mereka ketika kelopak bunga satu per satu ditebar ke permukaan air.

Dari puluhan keluarga korban, satu yang juga tak kuat menahan tangisnya ialah Heri Purnomo.

Heri merupakan adik sepupu dari korban, seorang wanita bernama Agus Minarni.

Dalam prosesi tabur bunga ini, Heri datang bersama kerabatnya, Azwar Mubarok.

Azwar sendiri merupakan adik kelima dari korban Sriwijaya Air SJ-182 lainnya, Muhammad Nur Kholifatul Amin.

Adapun mendiang Agus Minarni dan suaminya, Muhammad Nur Kholifatul Amin, merupakan dua dari 62 penumpang Sriwijaya Air SJ-182 yang meninggal dalam peristiwa ini.

Ketika menaburkan kelopak demi kelopak bunga dari atas KRI Semarang-594, Heri yang mengenakan baju koko dan peci putih tak kuasa menahan tangisnya.

Pandangannya pun tak lepas dari permukaan air laut perairan Kepulauan Seribu.

Dengan mata berlinang, Heri menatap dengan seksama permukaan air yang menjadi lokasi jatuhnya pesawat.

Menatap permukaan perairan Kepulauan Seribu ibarat menabur garam kepada luka.

Bayang-bayang wajah mendiang Agus dan Kholifatul begitu tergambar di permukaan air, dan membuat hati Heri semakin bergetar.

"Terus terang saat menabur bunga wajah kakak saya itu terbayang sekali. Air mata terus mengalir terutama pada saat kami melihat permukaan air. Seakan-akan wajah mereka berdua terbayang di permukaan air itu," kata Heri di atas KRI Semarang-594.

Permukaan air Kepulauan Seribu yang menjadi lokasi jatuhnya Sriwijaya Air SJ-182 juga seperti pemberi kabar bahwa Heri sudah tak bisa bertemu dengan dua orang terdekatnya itu selama-lamanya.

Baca juga: Link Live Streaming Southampton vs Arsenal: Ini Head to Head Kedua Tim

Baca juga: Punya Prestasi Mentereng, Terkuak Cerita Sedih Iptu Novita Rindi Saat Diterima di Unpad

Baca juga: Tak Sembarangan Iptu Novita Rindi yang Dampingi Calon Kapolri: Jago Naik Moge, Diakui Internasional

Kendati begitu, di dalam balutan duka yang sangat mendalam, Heri masih meyakini bahwa apa yang terjadi ini sudah digariskan oleh Sang Khalik.

"Begitu sedihnya, begitu dukanya yang kami rasakan. Tetapi ini lah takdir Allah yang tidak bisa dilawan," ucap Heri.

Heri bercerita bahwa empat hari sebelum peristiwa jatuhnya pesawat, ia masih sempat menghabiskan waktu bersama kedua korban.

"Empat hari terakhir bersama kami di rumah selama menunggu hasil PCR sebagai syarat untuk masuk wilayah Kalbar itu diwajibkan PCR," kata Heri.

"Jadi selama menunggu hasil PCR, empat hari terakhir mereka berdua berada di rumah kami dan tiap hari bercanda, bercerita, dalam empat hari siang dan malam," sambung dia.

Dari situ, pertemuan terakhirnya dengan Agus dan Kholifatul terjadi sesaat sebelum kecelakaan pesawat, yakni pada Sabtu (9/1/2021) siang, di Terminal 2 Bandara Soekarno-Hatta.

"Hingga akhirnya kami antar ke bandara dan ternyata di jam 11 siang di bandara Terminal 2 itu lah pertemuan kami yang terakhir," tutup Heri.

Jasad Teridentifikasi

Petugas mengangkut material pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dari posko utama Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, seiring ditutupnya operasi SAR pada Kamis (21/1/2021).
Petugas mengangkut material pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dari posko utama Dermaga JICT II, Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Utara, seiring ditutupnya operasi SAR pada Kamis (21/1/2021). (TribunJakarta.com/Gerald Leonardo Agustino)

Karumkit RS Polri Kramat Jati Brigjen Asep Hendradiana mengatakan kedua korban teridentifikasi lewat pencocokan data DNA antemortem dan postmortem.

"Pertama Yumna Fanisyatuzahra, perempuan berusia tiga tahun. Kedua Muhammad Nur Kholifatul Amin, laki-laki, 39 tahun," kata Asep di RS Polri Kramat Jati, Jumat (22/1/2021).

"Total korban yang sudah teridentifikasi sampai dengan hari ini sejumlah 49 jenazah," ujarnya.

Dikenalinya jenazah Yumna dan Muhammad Nur memastikan bahwa proses identifikasi yang dilakukan Tim DVI tetap berjalan meski operasi SAR berhenti.

Tim DVI kini menitikberatkan proses identifikasi korban Sriwijaya Air SJ-182 pada pencocokan DNA data antemortem dengan postmortem.

Beda dengan dua parameter lain dalam DVI yakni sidik jari dan gigi, sampel DNA bisa diambil dari berbagai bagian tubuh, jaringan otot, hingga tulang.

Artinya pengambilan sampel DNA dari postmortem tidak terbatas sebagaimana identifikasi sidik jari yang membutuhkan bagian jari dan gigi dari bagian gigi.

"Alhamdulillah Tim DVI sudah berhasil mengidentifikasi 49 (korban), artinya 79 persen dari total on board (penumpang pesawat Sriwijaya Air SJ-182)," tutur Komandan Tim DVI Kombes Hery Wijatmoko. (TribunJakarta.com/Kompas.com)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pulang Melayat Ayah Meninggal, Pasutri Ini Jadi Korban Jatuhnya Pesawat Sriwijaya Air", 

Sumber: Kompas.com
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved