Ada Sertifikat Tanah Elektronik, Togar Situmorang: Tidak Sesuai Undang-Undang Pokok Agraria
Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi keluarkan penggunaan sertifikat tanah elektronik.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pemerintah melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) resmi mengeluarkan aturan penggunaan sertifikat tanah elektronik.
Ketentuan ini telah diatur dalam Peraturan Menteri ATR/Kepala BPN Nomor 1 Tahun 2021 tentang Sertifikat Elektronik.
Dalam sertifikat tanah elektronik nantinya akan menggunakan hash code, QR Code, single identity, serta akan dijelaskan ketentuan penggunaan sertifikat elektronik dari kewajiban dan larangannya, menggunakan tanda tangan elektronik serta bentuk dokumen yang elektronik.
Menanggapi adanya sertifikat tanah elektronik, Advokat dan Pengamat Kebijakan Publik Togar Situmorang, S.H., C.Med., M.H., M.A.P., CLA mengatakan kurang setuju.
"Adanya sertifikat tanah elektronik yang diterbitkan tiba-tiba dan tanpa sosialisasi ke masyarakat, saya kurang setuju karena dikhawatirkan menimbulkan masalah baru," ujar Togar Situmorang, Minggu (7/2/2021).

"Hal ini karena masyarakat belum yakin betul tentang keselamatan miliknya kalau memang betul-betul diganti dengan sertifikat elektronik serta rentan petugas BPN gadungan minta sertifikat asli ke masyarakat serta mafia tanah akan banyak bergentayangan,” sambungnya.
Togar Sirumorang menjelaskan berdasar Undang-Undang Pokok Agraria, sertifikat tanah adalah bukti kepemilikan yang sah atas suatu tanah yang sangat sempurna.
Artinya pemilik sah atas tanah teserbut, itu harus memegang sertifikat sebagai bukti pemilik sahnya.
"Kalau itu diganti menjadi sertifikat elektronik, maka pemilik yang sah tadi memegang apa?" tanya Togar.
"Dan kalau memang sertifikat elektronik dikeluarkan oleh BPN, itu akan bertentangan dengan Undang-Undang Pokok Agraria, jadi peraturan pemerintah itu pasti tidak akan efektif,” lanjut pria berpenampilan necis dan wangi parfume eropa ini.

Jika sertifikat tanah menjadi sertifikat EL, Togar juga mempertanyakan jika masyarakat akan menjual dan menggadaikan tanah mereka akan kerepotan karena lupa barcode atau pasword maka akan timbul masalah bagi masyarakat.
Togar menjelaskan program Presiden Joko Widodo yang menggratiskan buku sertifikat untuk masyarakat, juga kerap menjadi ladang pungutan liar atau pungli para oknum.
Pungutan liar ini, menurut Togar beraneka ragam tarifnya mulai dari Rp1juta sampai Rp1,5juta.
Jika ada wujud sertifkat tanah saja ada yang melakukan pungli, Togar Situmorang, mengatakan jika diberlakukan sertifikat tanah elektronik, banyak lagi oknum yang memancing di air keruh.
Padahal, Togar menjelaska kondisi ekonomi saat ini sulit dengan aturan jam dalam pembatasan di masa pandemi Covid-19 sehingga masyarakat sulit mencari nafkah ditambah lagi urusan sertifikat tanah elektronik yang belum familiar.