Prostitusi Ala Kosan di Depok, Pintu Digedor Teman Sekamar: Buruan, Pelanggan Gue Datang

Ada prostitusi ala kosan di Depok. Karena dipakai bergantian, kerap terdengar pintu digedor teman sekamar yang ingin pakai kamar yang sama.

Penulis: Dwi Putra Kesuma | Editor: Y Gustaman
Tribunnews.com
Ilustrasi prostitusi. Di Depok, ada prostitusi ala kosan. Satu kamar dipakai bergantian oleh para wanita untuk menjamu pelanggannya. 

Mudahnya mendapat rupiah, membuat Leida anteng melayani para pria hidung belang yang mencari kepuasan dari orang sepertinya.

"Lumayan kan, sehari bisa (melayani) empat sampai lima lah. Dikalikan saja tuh uangnya," ucap Leida.

Ia tak lagi memikirkan bangku pendidikan. Leida hanya tamatan sekolah menengah atas ini hanya berpikir, bagaimana bertahan hidup seorang diri tanpa kasih sayang keluarga.

Baca juga: Vaksinasi Covid-19 di Blok A Pasar Tanah Abang Berlangsung Selama Enam Hari

"Tadinya sudah ngelamar kerja. Tapi gak pernah dipanggil. Lagian juga gajinya gak seberapa kan namanya juga lulusan SMA," kata dia.

Pelanggan berlalu, Leida kembali melirik ponselnya. Kini, ia siap kembali menebar umpan untuk calon pelanggan berikutnya.

Tak butuh waktu lama, Leida mendapat pelanggan baru. Ia langsung mengambil handuk dan menuju kamar mandi untuk bersih-bersih sebelum memberi servis.

Profesi Sampingan

Pengamat Sosial Universitas Indonesia, Devie Rahmawati, mengatakan tidak ada hal baru yang mendorong seseorang terjun dalam dunia prostitusi.

“Dulu memang ekonomi lebih dominan ya. Nah, berdasarkan penelitian di Eropa 10 tahun lalu, di zaman digital ini siapapun bisa menjadi pelaku prostitusi,” tutur Devie kepada TribunJakarta.com.

Bedanya, kata Devie, dulu pekerja seks komersial full time menjalani profesinya. Saat ini di Eropa, menjadi pekerja seks hanya sampingan.

“Nah, orang itu bisa mandiri artinya ketika mereka ada kebutuhan uang mereka bisa mencari kebutuhan tambahan, jadi part time,” ungkap dia.

Menurut Devie, fenomena ini bisa terjadi juga terjadi Indonesia. Apalagi, bisnis prostitusi saat ini peluangnya semakin mudah dengan adanya teknologi.

“Di Eropa dan di sini sama ya. Media sosialnya sama, internetnya sama. Jadi tidak menutup kemungkinan (bisnis prostitusi bertahan, red),” terang dia.

Baca juga: Banjir Kepung Tangerang Imbas Hujan Deras, Pemerintah: Hanya Genangan

Baca juga: Kapolres Metro Jakarta Selatan Wacanakan Sekolah Jadi Tempat Isolasi Pasien Covid-19

Baca juga: Tak Dengar Nasihat Suami, Wanita Ini Meninggal 20 Menit Setelah Berhubungan dengan Kakek 66 Tahun

Tak hanya prostitusi, perdagangan narkotika menjadikan teknologi sebagai pasarnya. Orang dengan mudah terhubung dengan pasar ini lewat teknologi tanpa diketahui identitasnya.

“Anonimitas. Teknologi memberikan fasilitas untuk mengaburkan identitas. Sehingga, pelaku prostitusi terbebas dari stigma negatif di masyarakat," kata Devie.

Sumber: Tribun Jakarta
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved