Kampung Sumbulan di Ponorogo Ditinggalkan Penghuninya, Kades Tanggapi Mengenai Hal Mistis

Sebuah kampung di Ponorogo, Jawa Timur menjadi sepi karena ditinggalkan semua penghuninya.

Editor: Erik Sinaga
TribunJatim.com/ Sofyan Arif Candra
Cerita Kampung Sumbulan, kampung tak berpenghuni ditinggalkan warganya 

TRIBUNJAKARTA.COM, PONOROGO - Kampung Sumbulan di Desa Plalangan, Kecamatan Jenangan, Ponorogo, Jawa Timur sepi tak berpenghuni ditinggalkan warganya.

Hanya ada empat rumah dan satu masjid di kampung dengan luas lebih kurang 1 hektare tersebut.

Suasana Kampung Sumbulan juga sangat asri, lantaran kampung tersebut terletak di tengah hamparan sawah dan jauh dari kampung lainnya.

Selain itu, pohon-pohon rindang juga tumbuh subur di kampung yang berjarak 10 Km dari pusat Kabupaten Ponorogo tersebut.

Masjid di Kampung Sumbulan Ponorogo (TribunJatim.com/ Sofyan Arif Candra)
Masjid di Kampung Sumbulan Ponorogo (TribunJatim.com/ Sofyan Arif Candra) ()

Salah satu tanaman yang menjadi ciri khas kampung tersebut adalah pohon sawo kecik yang banyak tumbuh di sejumlah sudut kampung.

Kepala Desa Plalangan, Ipin Herdianto menceritakan dulunya kampung tersebut ramai seperti kampung lainnya.

Baca juga: Klasemen Liga Italia: AC Milan Kini Tempel Ketat Inter, Begini Posisi Juventus

"Dulu ada 15an KK (kepala keluarga) hampir jadi satu RT tapi berangsur-angsur warga pergi hingga kampung tersebut benar-benar tak berpenghuni 5 tahun yang lalu," kata Ipin, Rabu (3/3/2021).

Ipin sendiri tidak mengetahui secara pasti alasan warga di Sumbulan meninggalkan kampung halamannya.

"Kalau dibilang mistis, hampir semua tempat sama saja, semua tempat ada cerita itu. Jadi saya rasa bukan alasan itu," ucap Ipin.

Keluarga terakhir yang bertempat tinggal di Sumbulan pergi dari kampung tersebut karena ikut anaknya.

"Keluarga lainnya ada yang dibelikan perumahan di tempat lain, jadi tidak ada alasannya itu apa," jelas Ipin.

Satu-satunya bangunan yang masih aktif hingga saat ini adalah masjid yang berada di ujung kampung Sumbulan.

Tohari, eks penduduk setempat masih menyempatkan waktu untuk menengok kampung halamannya tersebut.

Ia juga masih mempunyai rumah di kampung tersebut yang tiap hari ia bersihkan.

"Masjidnya masih dipake, masih bersih. Dhuhur juga masih dipakai, kadang orang ke sawah juga mampir ke situ untuk ibadah," terang Ipin.

Masjid tersebut, lanjut Ipin merupakan peninggalan pesantren yang dulu didirikan oleh pendiri kampung tersebut.

"Jadi dulu ada pondok kawak untuk kegiatan mengaji jaman dulu, untuk penyebaran Islam," imbuhnya.

Masjid tersebut lebih ramai saat Bulan Ramadan tiba.

Beberapa warga dari kampung sekitar akan mengisi masjid tersebut untuk salat tarawih walaupun harus jalan kaki melewati jembatan bambu.

"Sebenarnya tempatnya nyaman. Kalau orang dulu menganggapnya tempatnya 'sidem', masih banyak pohon, dirasakan beda adem. Jadi warga dari kampung-kampung lainnya juga biasa ke situ," pungkasnya.

Bekas Ponpes sebarkan Islam

Eks warga kampung Sumbulan, Sumarno menyebutkan Masjid tersebut merupakan peninggalan sebuah pondok pesantren.

Pondok tersebut mulai didirikan sekitar tahun 1850 an oleh Nyai Murtadho saat masih bujang.

"Nyai Murtadho ini mendirikan sebuah pesantren yang disebut Sumbulan pada tahun 1850. Beliau ini anak dari seorang ulama dari Demak," jelas Marno, Rabu (3/3/2021).

Berjalannya waktu, pondok pesantren tersebut semakin besar dan santrinya semakin banyak termasuk yang dari luar daerah.

Mereka pun mendirikan pondok semi permanen dan lama-lama menetap di Sumbulan.

"Jadi penduduknya itu para santri hingga sampai 17 rumah," lanjutnya.

Namun sepeninggal Nyai Murtadho dan keluarganya, pondok pesantren tersebut semakin sepi.

"Sewaktu kecil sekitar tahun 1971 bangunan pesantrennya roboh. Sejak itu dan bahkan sebelumnya sudah banyak yang meninggalkan Sumbulan," lanjutnya.

Hingga terakhir tahun 2016 kampung tersebut benar-benar kosong tanpa penghuni satu pun.

Alasan Marno sendiri pindah dari Kampung Sumbulan karena akses jalan yang sulit.

Ia bercerita sewaktu kecil ia harus berjalan berkilo-kilo meter di jalan setapak agar sampai di jalan raya.

"Sekarang yang aktif ya hanya masjid itu. Orang-orang di utara sungai juga jarang ke masjid itu karena aksesnya hanya jembatan bambu," kata Marno.

Setelah menyeberang sungai, warga masih harus melewati jalan tanah yang menanjak.

"Tapi kalau hari raya, mereka salat idul Fitri di masjid itu. Beberapa warga asli Sumbulan juga berkumpul untuk menjenguk kampung halamannya," jelasnya.

Marno dan beberapa warga berharap jalan menuju Sumbulan diperbaiki sehingga warga bisa mengakses kampung halamannya kapan saja dengan mudah.

Artikel ini telah tayang di Tribunjatim.com dengan judul Cerita Kampung Sumbulan Ponorogo, Ramai-ramai Ditinggalkan Warganya, Kades: Hanya Masjid yang Aktif

dan

Asal Kampung Sumbulan Ponorogo yang Ditinggalkan Warganya, Dulu Ponpes untuk Sebarkan Agama Islam

Sumber: Tribun Jatim
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved