Kisah dari Ciliwung
Kisah Aris, Anak Pinggiran yang Setia Hidup Berdampingan Bersama Kali Ciliwung
Kali Ciliwung, yang mengalir di belakang bedengnya ibarat kolam renang milik Aris dan teman-temannya. Ia bisa kapan saja nyebur ke kali
Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas
TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET - Kali Ciliwung tak bisa dilepaskan begitu saja dengan Aris (25).
Setumpuk cerita tentang Kali Ciliwung sudah melekat dalam benaknya.
Bagi warga pinggiran kota tersebut, kali berwarna keruh itu menjadi teman setia sejak kecil yang sulit untuk dipisahkan.
Ketika waktu perlahan menuju senja, beberapa anak kecil bertelanjang dada bermain riang di Kali Ciliwung yang melintas di RT 005 RW 011, Manggarai Utara, Tebet, Jakarta Selatan.
"Ayo tahan napas dalam air!" tantang salah satu anak kepada temannya di dalam air sambil kedua tangannya menyentuh dinding turap beton yang terbaring di tepi Kali Ciliwung.
Temannya mengiyakan tawaran itu. Lalu, kedua kepala mereka pun dengan sekejap masuk ke dalam air.
Mereka tampak gembira dan santai bermain di kali meski airnya terlihat kotor. Bisa saja jadi sumber penyakit bagi mereka.
Aris, warga asli bantaran kali, sudah biasa melihat pemandangan itu.
Soalnya, anak Betawi yang sejak orok hidup di Manggarai, Jakarta Selatan, itu melakukan hal yang serupa saat di usia mereka.
Bahkan, sampai saat ini ia masih suka berenang di kali keruh itu.
Saat banjir melanda permukimannya belum lama ini, Aris ikut-ikutan 'nyebur' ke kali.
Air kali yang meluap membuatnya berani untuk terjun dari jembatan yang tinggi.

Aksi terjun itu malah menjadi tontonan pengendara motor yang melintas di atas jembatan.
"Kadang-kadang di jembatan itu tuh, di situ orang suka sawer (kasih duit) . Kita dilemparin duit. Yang nyawer itu orang-orang yang naik motor," cerita pria yang sedang sibuk mengurusi burung dara di kandang dekat kali pada Jumat (12/3/2021).
Pengendara yang terhibur melihat aksi Aris rela merogoh kocek dan melemparkan uang dari atas jembatan.
"Kadang-kadang ada bang yang ngasih Rp 50 ribu," katanya.
Di dekat permukimannya terdapat dua jembatan yang berdampingan. Jembatan kereta tua peninggalan Belanda dan jembatan kereta baru untuk jalur double-double track (ddt) rute Manggarai - Bekasi.
Aris sudah biasa menceburkan diri dari atas jembatan tua itu ke kali.
Namun, ketika banjir bulan kemarin, ia iseng naik ke atas jembatan baru yang posisinya lebih tinggi untuk terjun ke bawah.
Sensasinya pun beda. Ini olahraga ekstrem yang memacu adrenalin gratis khas orang kampung.
"Saya pas banjir, loncat dari jembatan baru itu tuh. Kalau jembatan tua mah udah ngerasain puluhan kali," ungkapnya.
Kali Ciliwung, yang mengalir di belakang bedengnya ibarat kolam renang milik Aris dan teman-temannya. Ia bisa kapan saja nyebur ke kali tanpa dipungut biaya.
Kali itu juga sebagai tempat Aris belajar berenang secara otodidak. Kemampuan berenang setidaknya harus dimiliki anak-anak bantaran kali.
Bila tidak, anak itu bisa-bisa akan terbawa derasnya arus lalu tenggelam. Banyak kasus seperti itu terjadi di Kali Ciliwung.
"Kemarin di sini ada tiga orang yang hanyut. Untung diselametin sama orang Kebon Pala," lanjutnya.
Akan tetapi, tak sembarang orang langsung bersahabat dengan Ciliwung apalagi saat banjir. Sebagian besar anak-anak yang nekat berenang karena memang punya nyali.
Ciliwung sudah akrab bagi pemuda itu. Saat masih kecil, Aris bersama teman-temannya sering menyusuri kali Ciliwung dari kawasan Kampung Melayu hingga Manggarai.
Ia menyebutnya 'ngoyor', menenggelamkan setengah badan sembari menyusuri kali.
Agar tetap mengapung, mereka membawa gedebok pisang atau gabus sebagai pelampung.
"Itu sering sama teman-teman zamannya ngoyor dari Kampung Melayu sampai sini (Manggarai)," lanjutnya.
Meski bantaran kali sudah dikepung rumah warga dan terkesan kumuh, Aris tak menganggap pemandangan itu buruk.
Baginya itu malah indah.
"Itu kalau (ngelihat) dari kali indah banget jalanannya. Dulu itu, di pinggir kali kan banyak ibu-ibu yang nyuci. Ada juga getek. Orang dulu buang air kelihatan, kalau sekarang udah punya kamar mandi sendiri," ceritanya.
Baca juga: Diledek Rafathar, Syahnaz Malu-malu Ungkap Kejadian di Balik Sering Ngompol Meski Sudah Nikah
Baca juga: Konflik Partai Demokrat Masuki Babak Baru, Kedua Kubu Tempuh Jalur Hukum
Baca juga: KPK Memungkinkan Tuntut Koruptor dengan Hukuman Mati

Banyak temuan
Semasa hidup, Aris juga sering melihat berbagai temuan yang mengambang di kali.
Dari jasad utuh hingga potongan badan sudah pernah dilihat langsung Aris di kali Ciliwung.
Saking seringnya mendengar kabar itu, Ciliwung sudah menjadi karib bagi sampah dan temuan yang disebutkan di atas tadi.
"Kalau zaman dulu tuh bener-bener serem banget. Kayak bekas mutilasi, tangan doang mengambang," ceritanya.
Ia juga tak berani berlagak pahlawan begitu melihat jasad mengambang di kali.
Bukannya tak ingin membantu, Aris takut urusannya malah jadi ribet.
"Sempat melihat orang hanyut tersangkut di jembatan, kita diemin doang sampai polisi datang. Soalnya takut kesalahan," katanya.
Selain itu, Ciliwung juga menyimpan kisah misteri yang dipercaya warga sekitar.
Setiap Jumat, katanya, sering kali terjadi musibah di sekitar kali.
Menurut penjelasannya, penghuni kali meminta tumbal dari proyek pembangunan jembatan kereta double-double track (ddt).
Namun, kesaksiannya itu mengutarakan sebaliknya.
Saat kami berkunjung ke Manggarai di hari Jumat, tak ada kejadian apapun di sana. Hanya terdengar riang canda anak-anak pinggiran Kali Ciliwung.
Kadung cinta
Kedekatan Ciliwung dan warga bantaran kali sempat dipisahkan oleh kebijakan pemerintah pada tahun 2007.
Program normalisasi kali membuat rumah bedeng keluarga Aris dan teman-temannya tergusur.
Aris pun terpaksa pindah ke Bogor.
Namun, ia hanya bertahan 4 tahun saja lantaran tak kerasan. Aris juga tak cocok dengan lingkungan rumah.
"Pas dibongkar di sini, saya pindah ke Bogor. Ya enggak ada Kali (Ciliwung) enggak enak buat nongkrong. Selama 4 tahun tinggal di Bogor, saya bolak balik main ke sini," ujarnya.
Ciliwung sudah menjadi sahabat setia pemuda berkaos merah itu.
Baginya, Aris kadung nyaman dengan kampung halamannya.
Susah bagi dirinya untuk melupakan kali purba itu.
Aris pun sempat memberitahukan sebuah lagu yang menggambarkan perasaannya terhadap Ciliwung.
Lagu itu bernama Jamika (Jakarta Minggir Kali) bergenre Reggae yang melukiskan kesetiaan seseorang kepada Kali di Jakarta.
Di JAMIKA Jakarta Minggir Kali/Di JAMIKA ku cinta kepadamu/Di JAMIKA Jakarta Minggir Kali/kuberjanji setia padamu.