Sisi Lain Metropolitan

Melihat Potret Hidup Pinggiran Rel Kereta Manggarai: Tidur Berdinding Plastik hingga Tanpa Listrik

Potret kehidupan miskin warga hadir telanjang di pinggir jalur rel kereta api baru double-double track (ddt) Manggarai - Bekasi.

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Potret kehidupan keluarga Waluyo di pinggiran rel kereta api Manggarai di Jakarta pada Jumat (12/3/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, TEBET - Potret kehidupan miskin warga hadir telanjang di pinggir jalur Rel Kereta api baru double-double track (ddt) Manggarai - Bekasi.

Di suatu sore, terlihat seorang pria tertidur nyenyak beralaskan kasur kumal di bawah kolong rel kereta.

Pria yang kedua tangannya dipenuhi tato itu seakan tenggelam di alam mimpi.

Ia tidur lelap tanpa merasa terganggu suara bising kereta yang melintas di atasnya. 

Bahkan, meski suara roda-roda kereta beradu kencang dengan rel disertai klakson cukup panjang, pria itu tidak terbangun. 

Seorang pria bertato tidur di bawah kolong jembatan rel ddt Manggarai - Bekasi pada Jumat (13/3/2021).
Seorang pria bertato tidur di bawah kolong jembatan rel ddt Manggarai - Bekasi pada Jumat (13/3/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Kata Sa'anih (34), warga sekitar pinggir rel, mengatakan nama pria yang terbaring itu bernama Amang. 

Sehari-hari mengadu nasib sebagai tukang loak.

Baca juga: Hati-hati Para Wanita, Ini 9 Alasan Pria Melakukan Perselingkuhan: Kecanduan hingga Balas Dendam

Baca juga: Aksi Bejat Kakek 63 Tahun di Madiun, Rudapaksa Gadis di Bawah Umur: Diimingi Uang Rp20 Ribu

Baca juga: Melihat Gedung 4 Lantai yang Bakal Jadi Markas Demokrat Kubu Moeldoko: Berantakan, Renovasi Berjalan

Dia melarikan diri dari Rumah Sakit Tjipto Mangunkusumo meski menderita sebuah sakit yang belum sembuh.

Katanya, dia tak betah berlama-lama tinggal di sana.

Amang pun lebih memilih tidur lagi di bawah kolong rel kereta.

Lapak tempat di mana pria itu tidur tampak sangat sederhana. 

Tiada dinding, tiada kamar mandi hingga tiada listrik.

Tak jauh dari pria itu terlelap, terdapat sebuah bedeng berdinding plastik kresek hitam. Bila plastik hitam.

Untuk pondasi bedeng ringkih itu digunakan sejumlah bilah bambu.

Di dekat bedeng itu beragam rupa sampah plastik mulai dari botol mineral, kardus dan plastik berserakan.

Terlihat seseorang tertidur di dalamnya. Kedua kaki orang itu sampai terlihat dari depan bedeng. 

Sedangkan di atas jalur rel lama Manggarai -Bekasi, terlihat seorang ibu dan keempat anaknya yang masih kecil sedang menikmati senja.

Potret kehidupan keluarga Waluyo di pinggiran rel kereta api Manggarai di Jakarta pada Jumat (12/3/2021).
Potret kehidupan keluarga Waluyo di pinggiran rel kereta api Manggarai di Jakarta pada Jumat (12/3/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Mereka ialah keluarga Waluyo yang sedang duduk beralaskan kasur di tengah hamparan kerikil.

Bagi mereka, menikmati senja di pinggir rel kereta merupakan sebuah hiburan gratis.

Sa'anih, istri dari Waluyo bercerita bahwa keluarga mereka merupakan perantau dari Boyolali, Jawa Tengah.

Waluyo bekerja sebagai kuli serabutan. Penghasilannya pun pas-pasan.

Penampakan bedeng pemulung berbahan plastik hitam di bawah kolong jembatan rel ddt Manggarai - Bekasi pada Jumat (13/3/2021).
Penampakan bedeng pemulung berbahan plastik hitam di bawah kolong jembatan rel ddt Manggarai - Bekasi pada Jumat (13/3/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Ketika ada proyek pembangunan jalur ddt, keluarga Waluyo terkena gusuran.

Baca juga: Hati-hati Para Wanita, Ini 9 Alasan Pria Melakukan Perselingkuhan: Kecanduan hingga Balas Dendam

Tak ada tempat tinggal, mereka kemudian pindah tak jauh dari lahan bekas gusuran.

Waluyo ditawari warga tinggal di bedeng reot yang terletak di pinggir rel. Dinding rumah mereka diakali dengan deretan kusen kayu kusam.

"Sudah lima bulan ini kita tinggal di pinggir rel," ujar Sa'anih.

Hidup Sa'anih dan Waluyo bisa dibilang jauh dari kata cukup. Mereka hidup di bedeng seadanya tanpa listrik. Bedeng itu terletak di tengah semak-semak belukar.

"Di sini enggak ada lampu, di rumah pakai lillin," ujarnya.

Potret kehidupan keluarga Waluyo di pinggiran rel kereta api Manggarai di Jakarta pada Jumat (12/3/2021).
Potret kehidupan keluarga Waluyo di pinggiran rel kereta api Manggarai di Jakarta pada Jumat (12/3/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Dapur dan kamar mandi pun tak ada. Sa'anih mengaku jarang masak. Bila lapar, ia membeli makanan untuk anak-anaknya di warung.

Sehari-hari, Sa'anih dan keempat anaknya jarang keluar. Biasanya ia keluar bila anaknya ingin bermain odong-odong di jalan. 

"Sehari-harinya udah, gitu aja," katanya.

Di tengah kehidupan yang serba sederhana itu, Waluyo tak menaruh harapan lebih kepada pemerintah. Sebab, ia juga tak tahu harus berharap apa. Orang pinggiran seperti dirinya lebih sering diasingkan.

Bahkan, tinggal menunggu waktu saja keluarganya akan kembali tergusur dari pinggir rel ini.

Baca juga: Hati-hati Para Wanita, Ini 9 Alasan Pria Melakukan Perselingkuhan: Kecanduan hingga Balas Dendam

Namun, bila ada orang yang memberi modal, Waluyo ingin coba merintis usaha dagang nasi goreng. Sebab, ia memiliki pengalaman berdagang nasi goreng. 

Istrinya pun menilai nasi goreng buatan Waluyo boleh dicoba.

"Dia kalau buat nasi goreng enak," ujar Sa'anih memuji suaminya itu.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved