Peredaran Meterai Palsu di Bandara Soekarno-Hatta Beromzet Miliaran Rupiah, Ini Cara Bedakannya
olresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil membongkar sindikat pengedar materai palsu beromzet puluhan miliar rupiah
Penulis: Ega Alfreda | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Ega Alfreda
TRIBUNJAKARTA.COM, TANGERANG - Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil membongkar sindikat pengedar materai palsu di area Bandara Soekarno-Hatta.
Tak tanggung-tanggung, para sindikat meterai palsu senilai Rp 6 dan 10 ribu tersebut bisa meraup untuk sampai puluhan miliar rupiah lantaran sudah beroperasi sejak 3,5 tahun.
Seperti diketahui, meterai asli hanya diproduksi oleh Perum Peruri dan bisa dijual secara legal di PT Pos Indonesia.
Dari informasi yang didapatkan dari Perum Peruri, ternyata ada tiga cara tercepat untuk mendeteksi sebuah meterai palsu tanpa harus menggunakan alat tertentu.
Baca juga: Ini 7 Ramuan Tradisional yang Berkhasiat Hilangkan Tahi Lalat Tanpa Operasi, Tertarik Coba?
"Ada tiga indikator pembeda. Pertama dilihat, diraba, dan ketiga digoyang," jelas Saiful Bahri selaku Direktur Operasi Perum Peruri di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (17/3/2021).
Pengecekan paling sederhana adalah dilihat, apakah ada tiga lubang di meterai tersebut yang berbentuk bulat, oval, dan bintang.
"Ada empat lubang bentuk bulan, oval dan bintang. Ini yang tidak mungkin dipalsu karena, teknisnya cukup spesifik tidak ada yang punya," ungkap Saiful.
Cara kedua adalah dengan cara diraba, bila meterai tersebut asli maka akan terada ada bagian yang kasar.
Baca juga: Marlina Diserang Tetangga Gara-gara Kotoran Kucing: Jendela Rumah Pecah, Pelaku Dirikan Tembok
Menurut Saiful, bagian yang kasar tersebut hanya bisa dibuat di Perum Peruri.
"Kami ada cetak ada uang dan meterai. Teknologinya mrnggunakan cetak uang, mesin cetak uang hanya dimiliki negara, apa yang terlihat dari cetakan meterai pada angka baik 6 ribu atau 10 ribu," ungkap Saiful.
"Apa bila diraba akan kasar karena ada teknik khusus, kalau pakai print biasa akan sama," sambung.
Teknik ketiga adalah menggoyangkan meterai tersebut.
Bila meterai asli digoyang, akan tampak perubahan warna yang cukup signifikan.
"Kalau digoyang, kalau meterai Rp 10 ribu tadinya warna magenta kalau digoyang akan jadi hijau, namanya colour shifting," ujar Saiful.
Polresta Bandara Soekarno-Hatta berhasil membongkar peredaran meterai Rp 6 ribu dan 10 ribu senilai miliaran rupiah.
Baca juga: John Kei Minta Belati Warisan Leluhurnya Dikembalikan, Ini Penjelasan Kuasa Hukum
Diketahui, kalau sindikat tersebut dibongkar Satreskrim Polresta Bandara Soekarno-Hatta di dekat Kecamatan Benda, Kota Tangerang.
Sebab, ratusan meterai tersebut dikirimkan melalui paket bukan dijual di PT Pos Indonesia sehingga menimbulkan kejanggalan.
Jadi penyelidikan, Satreskrim Polresta Bandara akhirnya membekuk tersangka di lokasi berbeda.
Mereka adalah SRL, WID, SNK, BST, HND, dan ASR. Sementara satu orang masih buron yakni MSR.
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Yusri Yunus mengatakan kalau sindikat tersebut sudah berjalan selama tiga tahun lamanya mendistribusikan meterai palsu.
"Canggihnya lagi, mereka bukan kali ini saja beraksi tapi sudah 3,5 tahun memproduksi meterai palsu mulai dari Rp 6 ribu dan yang terbaru Rp 10 ribu," kata Yusri di Mapolresta Bandara Soekarno-Hatta, Rabu (17/3/2021).
Yusri menjelaskan, dari tujuh tersangka tersebut ada satu yang berstatus narapidana atau warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Salemba, Jakarta Pusat.
Baca juga: Utak-atik Aturan Rumah DP 0 Rupiah hingga Terancam Dipanggil KPK, Anies Ogah Beri Penjelasan
Adalah ASR yang mengendalikan perdagangan meterai palsu menggunakan media sosial.
"Jadi ASR ini adalah suami dari WID untuk mengajarkan bagaimana cara jualan di media sosial agar tidak terlacak sama aparat kepolisian," kata Yusri.
"Jadi saat ada pemesan beberapa, langsung ganti nama media sosial. Karena ASR ini ditangkap dengan kasus yang sama beberapa tahun lalu," tambahnya.
Penegahan dilakukan di area Bandara Soekarno-Hatta tepatnya di Kecamatan Benda, Kota Tangerang pada 7 Maret 2021 sekira pukul 15.00 WIB.
Yusri menjelaskan, kalau penegahan dilakukan dari kecurigaan petugas adanya kiriman meterai melalui kargo.
"Peredarannya menggunakan kargo yang harusnya bisa dilakukan pembelian melalui PT Pos Indonesia," jelas Yusri.
Dari pengungkapan tersebut didapati adanya satu boks berisi meterai Rp 10 ribu palsu yang hendak dikirimkan ke luar provinsi.
Padahal, Perum Peruri baru saja meluncurkan meterai baru senilai Rp 10 ribu pada akhir Januari 2020.
Yusri menerangkan, dari peredaran meterai palsu senilai Rp 10 ribu tersebut negara ditaksir merugi sampai belasan miliar rupiah.
"Menariknya lagi, meterai Rp 10 ribu sudah dipalsukan padahal baru akan beredar sekitar 28 Januari 2021. Terus terang merugikan negara total semua tersedia ini sekitar Rp 12 hampir 13 miliar," ungkap Yusri.
Baca juga: Pemprov DKI Ogah Pakai Hak Diskresi Meski Rencana Jual Saham Perusahan Bir Ditolak Ketua DPRD
Lebih parah, dari lima tersangka yang diamankan, mereka mengaku sudah melakukan aksi kriminalnya selama 3,5 tahun.
Awalnya, mereka mengedarkan meterai palsu senilai Rp 6 ribu sebelum Rp 10 ribu terbit.
Menurut Yusti, bila diandai-andaikan, selama tiga tahun para pelaku ini sudah meraup untung sampai puluhan miliar rupiah.
"Kalau kita tarik tiga tahun lalu, ambil minim saja total semua hampir Rp 37 miliar lebih dari meterai senilai Rp 6 ribu itu," beber Yusri.
Dikesempatan yang sama, Direkrur Humas Direktorat Jenderal Pajak, Nelmardin Noer mengapresiasi langkah Polresta Bandara Soekarno-Hatta.
Lantaran, pajak dan meterai merupakan pendapatan yang nantinya akan diberikan dan peruntukan untuk pendapatan negara.
Baca juga: Manfaatkan Lahan Kosong, Budidaya Lele di Kolong Tol Becakayu Mulai Dikenal Masyarakat
"Meterai pajak atas dokumen dan pajak sumber penerimaan negara sama-sama dipakai untuk biayain negara dan pembangunan negara," kata Nelmardin.
Para tersangka pun disangkakan pasal berlapis yakni Pasal 253 KUHPidana dan atau Pasal 257 KUHPidana, dan atau Pasal 24 dan Pasal 25 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2020 Tentang Bea Meterai.
Keenamnya pun diancam pidana hukuman penjara maksimal tujuh tahun dan denda paling banyak Rp 500 juta.