Sisi Lain Metropolitan

Rumah Achmad Soebardjo Dijual Rp200 Miliar, Keluarga: Semoga Dibeli Pemerintah dan Dibuat Museum

Anak sulung mendiang Achmad Soebardjo, Laksmi Pudjiwati Insia (85) menaruh harapan agar pemerintah bisa membeli rumah keluarganya untuk dilestarikan

Penulis: Satrio Sarwo Trengginas | Editor: Wahyu Septiana
TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS
Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021) - Anak sulung mendiang Achmad Soebardjo, Laksmi Pudjiwati Insia (85) menaruh harapan agar pemerintah bisa membeli rumah keluarganya untuk dilestarikan 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Satrio Sarwo Trengginas

TRIBUNJAKARTA.COM, MENTENG - Anak sulung mendiang Achmad Soebardjo, Laksmi Pudjiwati Insia (85) menaruh harapan agar pemerintah bisa membeli rumah keluarga Achmad Soebardjo untuk dilestarikan. 

Pemerintah, lanjutnya, bisa menggunakan rumah milik bapak pendiri bangsa ini untuk dijadikan sebagai museum atau sesuatu yang bermanfaat bagi masyarakat.

"Harapan saya agar pemerintah bisa memelihara rumah ini, mau dijadikan museum atau tempat pertemuan silahkan," ungkapnya kepada TribunJakarta.com di rumah Achmad Soebardjo pada Jumat (16/4/2021).

Cucu dari Achmad Soebardjo, Hutomo Said (55) menambahkan siapapun boleh membeli rumah ini, tetapi ia berharap agar keotentikan dari bangunan zaman Belanda ini dipertahankan.

"Yang penting siapapun yang beli bangunan ini mestinya dirawat. Mau dibikin hotel, mau dibikin tempat umum. Di belakang masih ada tanah, itu bisa dijadikan area komersil," tambahnya.

Anak sulung Achmad Soebardjo, Laksmi Pudjiwati Insia (85) memegang buku otobiografi ayahnya berjudul Kesadaran Nasional duduk bersama cucu Achmad Soebardjo, Hutomo Said (55) pada Jumat (16/4/2021).
Anak sulung Achmad Soebardjo, Laksmi Pudjiwati Insia (85) memegang buku otobiografi ayahnya berjudul Kesadaran Nasional duduk bersama cucu Achmad Soebardjo, Hutomo Said (55) pada Jumat (16/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Keluarga Achmad Soebardjo mengatakan pihak keluarga tak lagi mampu merawat bangunan tua itu lantaran biaya pemeliharaannya yang besar. 

Alhasil, bangunan itu yang beralamat di Jalan Cikini Raya no.82, Menteng, Jakarta Pusat itu tampak terbengkalai.

Baca juga: Masjid Agung Sunda Kelapa dan Masjid Istiqlal Tidak Mengadakan Buka Bersama Pada Ramadan Tahun Ini

Baca juga: Akhir Kasus Penganiayaan Karyawan Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta yang Dilakukan Kakanim Banggai

Baca juga: Rumah Bersejarah Milik Mendiang Achmad Soebardjo Dijual Senilai Rp200 Miliar, Ini Kata Keluarga

Menurut Laksmi, sang Ibunda, Poedji Soebardjo, juga telah memberi pesan kepada kelima anaknya.

"Karena kita sudah semakin tua, kita enggak bisa memelihara lagi. Mahal. Lebih baik kita jual saja. Ibu saya meninggalkan wasiat, untuk dijual dan dibagi demi kesejahteraan anak dan cucu (keturunannya) supaya kelak bisa sekolah atau kuliah," tambah Laksmi.

Kisah awal beli rumah di Cikini

Rumah tua berlanggam kolonial di tepi Jalan Cikini Raya itu masih berdiri kokoh di tengah modernisasi.

Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021).
Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Meski usianya sudah ratusan tahun, pesonanya tak habis digerus waktu yang berderap maju.

Bangunan itu juga memiliki segudang cerita tentang perjuangan seorang bapak pendiri bangsa dalam membangun Negara Indonesia. 

Pemilik rumah tua itu ialah mendiang Achmad Soebardjo, Menteri Luar Negeri Pertama Republik Indonesia (RI). 

Saya sempat menyambangi rumah zaman Belanda yang beralamat di Jalan Cikini Raya No. 82, Menteng, Jakarta Pusat, itu usai mendengar keriuhan di media sosial.

Gonjang ganjing dijualnya rumah Achmad Soebardjo seketika riuh terdengar di jagat maya. Sebagian besar warganet menyayangkan kabar itu karena sarat akan nilai historis.

Baca juga: Rumah Bersejarah Milik Mendiang Achmad Soebardjo Dijual Senilai Rp200 Miliar, Ini Kata Keluarga

Di halaman rumah, saya bertemu dengan Bambang, salah satu cucu Achmad Soebardjo

Dengan ramah, ia lalu mengajak saya untuk menemui anak pertama dari Achmad Soebardjo bernama Laksmi Pudjiwati Insia (85) di ruang tamu.

Ruang tamu rumah itu sangatlah megah. Saat pertama kali melangkahkan kaki ke dalam ruang tamu, nuansa zaman dulunya terasa. Ada enam jendela dan tiga pintu berkusen besar terpajang di depan ruang tamu.

Ciri khas rumah belanda lainnya yang saya rasakan ketika masuk ialah plafon rumah yang sangat tinggi tak seperti rumah zaman sekarang. 

Ruang tamu yang besar seakan membuat tubuh saya terasa kecil. Ruangan pun terasa sejuk karena sirkulasi udara yang baik.

Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021).
Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Di ruang tamu, terdapat sejumlah perabotan tua seperti sejumlah kursi, meja, lampu gantung dan sebuah cermin di dinding. Rumah ini terdiri dari empat kamar dan satu kamar mandi. 

Bambang bercerita bahwa plafon rumah ini terbuat dari kayu jati besi yang sudah berusia hampir 300 tahun. Saat kepala saya menengadah ke atas, terlihat plafon bercat putih itu sudah lapuk.

Semenjak Achmad Soebardjo tutup usia, rumah itu ditinggali oleh anak dan cucunya. Kini, ada tiga keluarga yang masih mendiami rumah tersebut.

Tak berselang lama, Ibu Laksmi menghampiri saya. Anak sulung dari lima bersaudara ini bersedia menggali kembali kenangan kala ayahnya membeli rumah ini.

Dibeli dari Orang Belanda

Kala itu, kenang Laksmi, keluarga Achmad Soebardjo tinggal di Jalan Palem, Menteng, Jakarta Pusat. Disana mereka menyewa sebuah rumah tinggal.

Kemudian ketika Jepang mengambil alih pemerintahan Belanda pada tahun 1942, keluarga mereka mulai mencari rumah tinggal baru.

Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021).
Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Saat Jepang masuk, banyak orang-orang Belanda yang ditahan dan dijebloskan ke dalam kamp interniran. Peristiwa itu menyebabkan banyak rumah-rumah yang dihuni orang Belanda kosong. 

"Waktu Jepang masuk, itu banyak rumah yang kosong karena Belanda-Belanda (orang) dipenjara sama Jepang. Jadi banyak rumah kosong," ungkapnya kepada TribunJakarta.com Jumat (16/4/2021).

Laksmi melanjutkan Achmad Soebardjo dan anak-anaknya kemudian berkeliling melihat-lihat sejumlah rumah yang kosong itu. Mendiang Achmad Soebardjo memutuskan untuk pindah lantaran rumah yang ditempatinya saat itu lebih kecil.

Sampai suatu ketika, mereka menemukan sebuah rumah kosong berlanggam kolonial era 1800-an di tepi Jalan Cikini Raya. Mereka pun menambatkan hati kepada rumah itu.

"Lalu kita jalan-jalan ke sini (kawasan Cikini) lihat-lihat rumah, rumah ini satu-satunya yang kosong," lanjutnya.

Awalnya, Achmad Soebardjo belum membeli rumah itu. Ia baru menyewa kepada pemiliknya, seorang Belanda. 

Baca juga: Tertimpa Reruntuhan Tembok, 2 Pekerja Proyek Bangunan Meninggal Dunia di Tanah Abang

Laksmi tak ingat nama orang Belanda itu. Yang jelas, rumah ini sudah dibangun sejak tahun 1800-an dan sudah dihuni beberapa kali oleh orang asing.

Keluarga Achmad Soebardjo menyewa rumah itu sampai sekitar tahun 1960-an. Setelah itu, pemiliknya memutuskan untuk menjualnya kepada Achmad Soebardjo.

"Orang Belanda itu mau jual, terus kita beli rumahnya," tambahnya.

Laksmi menuturkan ketika ayahnya diangkat menjadi Menteri Luar Negeri, Soebardjo membelinya dengan cara mencicil lantaran pemiliknya akan pulang ke Belanda.

Akhirnya, rumah itu pun lunas dan menjadi rumah keluarga Achmad Soebardjo sampai sekarang.

"Ayah saya enggak mau minta rumah kepada pemerintah. Kami anak-anaknya yang sudah bisa kerja membantu juga mencicil atau urunan. Jadi waktu itu masih murah ya harganya," kenangnya.

Ada banyak sekali kenangan yang tak bisa dibeberkan satu per satu oleh Laksmi tentang rumah ini kepada TribunJakarta.com lantaran waktu yang terbatas. 

Kini, rumah yang sempat dijadikan Kantor Kementrian Luar Negeri pertama RI itu dijual.

Kita bisa melihatnya di akun media sosial @kristohouse.

Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021).
Tampak depan rumah bergaya kolonial milik Menteri Luar Negeri Pertama Achmad Soebardjo pada Sabtu (17/4/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/SATRIO SARWO TRENGGINAS)

Dalam iklan itu tertera harga jual dari rumah Achmad Soebardjo seharga Rp 200 miliar dengan luas 2.916 meter dan luas bangunan 1.676 meter. Laksmi mengatakan rumah ini bukan milik pemerintah melainkan pribadi. Ia memegang Sertifikat Hak Milik (SHM) rumah tersebut. 

Dalam iklan itu juga tertulis bahwa gedung ini potensial untuk dibangun 8 lantai lantaran masuk ke dalam zona komersil.

Laksmi mengatakan biaya perawatan rumah megah bergaya kolonial ini terbilang besar sehingga pihak keluarga lama-lama sulit merawatnya lalu memutuskan untuk menjualnya. 

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved