Ramadan 2021
Berdiri Sejak Ratusan Tahun, Masjid Jami Al Anwar Jatinegara Sempat Jadi Tempat Atur Strategi Perang
Masjid Jami Al Anwar ini sudah berumur ratusan tahun dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Erik Sinaga
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, JATINEGARA - Sempat jadi tempat mengatur strategi perang, pejuang di Masjid Jami Al Anwar, Jatinegara, Jakarta Timur terpaksa pindah lokasi untuk lindungi desa.
Nama Masjid Jami Al Anwar pastinya sudah tak asing bagi warga Jatinegara, terutama mereka yang tinggal di kawasan Rawa Bunga.
Meski tak terlalu besar, nyatanya Masjid Jami Al Anwar ini sudah berumur ratusan tahun dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Kemungkinan hadir sebelum tahun 1700-an, pencerita sejarah Masjid Jami Al Anwar, Muhammad Rasyid menyebut masjid ini sebagai tempat ibadah syiar islam sekaligus tempat berkumpul pejuang serta ulama untuk mengatur strategi perang.
"Dulu almarhum H Darik, itu pejuang Betawi ada kepentingan di sini. Para pejuang menyusun strategi di masjid ini demi kemerdekaan," katanya di lokasi, Selasa (20/4/2021).
Namun di tahun 1945-1947 banyak pemuda di Rawabangke yang hijrah ke sejumlah wilayah karena kawasan tersebut dicurigai Belanda.
"Karena Belanda mulai curiga makanya banyak pemuda yang hijrah. Ada yang ke Karawang, ke Bogor dan macam-macam. Sebab waktu itu dibombardir sama Belanda. Jadi untuk melindungi desa harus hijrah atau kamuflase lah," lanjutnya.
Meski begitu, banyak jemaah yang terus menyiarkan islam di masjid tersebut.
Sehingga kecurigaan Belanda hilang begitu saja usai jemaah hanya menyiarkan ajaran islam.
Sebagian besar bangunan masjid berusia ratusan tahun
Suasana tempo dulu yang masih hutan dan sawah, membuat jarak antar rumah penduduk berjauhan.
Hingga akhirnya para ulama di masa itu mencetuskan untuk menghadirkan sebuah masjid sederhana untuk masyarakat beribadah.
"Jadi menurut dokumen yang pernah saya tahu dari peninggalan KH Abdul Salam Bin Hasni bin Husen Bin Adnan renovasi yang ke-10 saja 1930-1934. Itu zaman Belanda. Masjid ini sudah ada tahun 1700-an dan kemungkinan juga sebelum itu," katanya.
Setelah melalui kesepakatan bersama, akhirnya para warga desa melakukan urunan atau patungan untuk menyumbangkan pondasi masjid.
Sekiranya ada 12 desa pada masa itu yang menyumbangkan 12 tiang kayu jati asli Jawa Timur.
"Tiang 12 ini asli. Jadi dulu satu desa urunan satu tiang. Itu kayu jati dari Jawa Timur. Jadi masjid ini sudah sangat tua sekali. Aslinya tiang 12, dibangun oleh 12 desa," lanjutnya.
Selanjutnya, enam pintu kayu di bagian samping masjid juga merupakan bangunan asli.
Sementara mimbar yang digunakan untuk kotbah juga masih asli sejak masjid ini berdiri.
"Jadi masih ada lagi yang merupakan bangunan asli. Mimbar ini sudah berumur ratusan tahun dan 6 pintu di samping masjid itu masih asli," ucapnya.
Masjid tertua di Jakarta Timur
Menjadi masjid satu-satunya masjid pada masa itu, Rasyid mengklaim Masjid Al Anwar sebagai masjid tertua di kawasan Jakarta Timur.
Keberadaannya yang diperkirakan sebelum tahun 1700-an membuat masjid ini sentral dakwah pertama di Jakarta Timur.
"Ini sentral dakwah. Untuk Jakarta Timur ini masjid tertua. Dari 1700-an. Sebelumnya juga kemungkinan sudah ada," jelasnya.
Oleh sebab itu, banyak ulama yang datang silih berganti di masjid ini untuk mensyiarkan agama Islam.
"Tahun 50-an enggak ada Jakarta Timur adanya Jakarta Selatan Dua. Jadi dulu dibangun dan sederhana aja, seperti Masjid Demak karena ini memang Betawi, Demak dan Banten satu guru," jelasnya.
"Kemungkinan dibangun oleh keturunan atau trah-trah, baik Sultan Banten maupun Cirebon. Sampai tahun 60-an orang dari mana-mana, seperti Cawang, Kayu Manis, Pulogadung salatnya di sini," jelasnya.
Ada dua makam di dalam Masjid Al Anwar, Jatinegara, Jakarta Timur.
Nama Masjid Jami Al Anwar pastinya sudah tak asing bagi warga Jatinegara, terutama mereka yang tinggal di kawasan Rawa Bunga.
Meski tak terlalu besar, nyatanya Masjid Jami Al Anwar ini sudah berumur ratusan tahun dan telah mengalami beberapa kali pemugaran.
Kemungkinan hadir sebelum tahun 1700-an, rupanya ada dua makam di dalam masjid ini.
Pencerita sejarah Masjid Jami Al Anwar, Muhammad Rasyid menuturkan dua makam tersebut merupakan makam Makam Datuk Ali bin Datuk Umar serta makam Datuk Umar bin Datuk Ibrahim.
Datuk Umar merupakan perintis pertama masjid ini hadir di tengah masyarakat.
"Ya ada dua makam, makam Datuk Ali dan makam Datuk Umar. Datuk Ali merupakan perintis pertama pembangunan masjid," jelasnya.
Dulunya, jelas Rasyid, masjid ini bukanlah bernama Masjid Jami Al Anwar.
Namun seiring banyaknya ulama yang datang untuk menyiarkan agama islam di masjid, maka nama masjid akhirnya menjadi Masjid Jami Al Anwar.
Baca juga: Sejarah Rumah Piatu Muslimin: Berdiri Sejak Tahun 1931, Berawal dari 5 Perempuan Pribumi
Baca juga: Pembagian BLT UMKM di Kota Bogor Dibubarkan Satpol PP
Baca juga: Video Makam Mbah Datuk Banjir: Pencetus Lubang Buaya, Karomah dan Pantangan Buat Aparat saat Ziarah
"Al Anwar sendiri lebih kurang baru 100 tahun lalu. Itu ada seorang ulama namanya Al Anwar, itu gurunya KH Marzuki Bin Nirshod. Itu pendekar ulama Rawabangke," jelasnya.
Hingga kini, makam Datuk Ali dan Datuk Umar masih terus didatangi peziarah.
Meski letaknya di dalam areal masjid, namun jumlah peziarah yang datang diakui hingga dari mancanegara.