Sidang Rizieq Shihab
Kubu Rizieq Shihab Pertanyakan Kaitan Peraturan Kapolri di Kasus Tes Swab RS UMMI Bogor
Kuasa hukum Rizieq Shihab dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan berita bohong menyinggung kaitan Telegram yang dikeluarkan Kapolri.
Penulis: Bima Putra | Editor: Suharno
TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Kuasa hukum Rizieq Shihab dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan berita bohong menyinggung kaitan Telegram yang dikeluarkan Jenderal Pol (Purn) Idham Aziz saat menjabat Kapolri.
Dalam sidang perkara tes swab di RS UMMI Bogor, anggota tim kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar menanyakan kaitan Telegram Kapolri dengan pasal 216 ayat 1 KUHP yang disangkakan ke kliennya.
Telegram tersebut ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020 yang isinya memerintahkan jajaran Polri memproses hukum siapapun yang melanggar protokol kesehatan Covid-19.
Baca juga: Pengeroyok Anggota Dishub Kota Bekasi Merupakan Oknum Ormas
"Menurut hemat kami, yang kami pelajari keberlakuan pasal tersebut (216 KUHP) dalam beberapa kasus didasarkan pada telegram bapak Kapolri terkait penegakan protokol kesehatan Covid-19. ST/3220/XI/KES.7./2020 tertanggal 16 November 2020 yang ditandatangani bapak Kabareskrim Komjen Listyo Sigit Prabowo," kata Aziz di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).
Alasan tim kuasa hukum menanyakan kaitan Telegram Kapolri dengan pasal 216 KUHP karena dalam uraian dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), telegram jadi acuan penerapan pasal 216.
Dalam kasus tes swab di RS UMMI Bogor Rizieq disangkakan pasal 216 ayat 1 KUHP karena dianggap menghalangi Satgas Covid-19 dalam upaya penanganan pandemi Covid-19.
Baca juga: 6 Cara Mengecek Akun Instagram Diblokir Teman atau Tidak, Bisa Cek Riwayat DM
Yakni ini saat dia menolak hasil tes swab PCR-nya sewaktu dirawat dilaporkan ke Satgas Covid-19 Kota Bogor dengan alasan sebagai pasien memiliki hak kondisi kesehatannya dirahasiakan.
"Pertanyaannya, menurut hukum tata negara apakah telegram Kapolri tersebut dapat menjadi rujukan penegakan hukum terhadap pelanggaran prokes (protokol kesehatan)?" tanya Aziz kepada ahli hukum tata negara Refly Harun.
Refly yang dihadirkan jadi saksi ahli dari tim kuasa hukum Rizieq guna membantah dakwaan JPU lalu menjelaskan telegram tidak bisa dijadikan dasar penerapan suatu pasal karena tidak diatur dalam UU.
"Kalau kita bicara hierarki peraturan perundang-undangan telegram tidak masuk di dalam peraturan perundang-undangan yang ada menurut Undang-undang yang ada. UU Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan," tutur Refly menjawab pertanyaan.
TONTON JUGA:
Menurutnya Telegram, Maklumat, Surat Edaran Kapolri hanya berlaku kepada jajaran Polri, bukan masyarakat umum sehingga tidak bisa dijadikan acuan penerapan pasal suatu perkara.
Dalam hal ini dikaitkan pasal 216 ayat 1 KUHP yang disangkakan JPU, pasal ini juga disangkakan kepada dua terdakwa lain kasus tes swab RS UMMI Bogor, Muhammad Hanif Alatas dan dr. Andi Tatat.
"Menurut saya itu tidak bisa dianggap sebuah peraturan yang mengikat secara umum. Kalau dia mengikat secara internal itu adalah urusan dari kepolisian sendiri, tapi untuk masyarakat luas maka dia tidak bisa dilakukan melalui telegram," lanjut Refly.
Baca juga: Aksi Masukan Tangan ke Kerudung Pacar di Pemandian Viral, Pelajar Ini Ngaku ke Polisi Berbuat Mesum
Sebagai informasi, dalam kasus tes swab RS UMMI Bogor Rizieq, Hanif, dan dr. Andi Tatat jadi terdakwa karena diduga melakukan tindak pidana pemberitahuan berita bohong.
Ketiganya menyatakan Rizieq dalam kondisi sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 dengan alasan hasil tes swab PCR belum keluar sehingga tak tahu terkonfirmasi Covid-19.
Pada sidang sebelumnya Wali Kota Bogor Bima Arya termasuk satu saksi dihadirkan JPU, kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur dia merinci kesalahan yang dilakukan tiga terdakwa.
"Beliau (Rizieq Shihab) tidak berkenan untuk menyampaikan, menginformasikan tentang hasil dari tes swab PCR-nya," jawab Bima saat ditanya Majelis Hakim kesalahan Rizieq menurutnya di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Selasa (14/4/2021).
Menurutnya sikap Rizieq yang menolak melaporkan hasil tes swabnya saat menjalani perawatan di RS Ummi sudah menghalangi kerja Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor.
Yakni bahwa setiap hasil tes warga yang menjalani perawatan di fasilitas kesehatan wilayah Kota Bogor, baik terkonfirmasi Covid-19 atau tidak wajib dilaporkan ke Gugus Tugas Penanganan Covid-19.
Laporan hasil tes ini yang menentukan langkah bagaimana tracing (penelusuran riwayat kontak), dan treatment yakni bagaimana penanganan terhadap pasien selama menjalani perawatan.
Sementara untuk Muhammad Hanif Alatas yang merupakan menantu Rizieq, Bima menuturkan Hanif sebagai pihak keluarga juga tidak menyampaikan hasil tes swab Rizieq saat dirawat di RS UMMI.
"Beliau (Muhammad Hanif Alatas) menyepakati untuk menyampaikan informasi terkait swab (Rizieq Shihab) pada hari Kamis 26 November 2020 atau Jumat malam, tapi itu tidak kami dapatkan," ujarnya.
Terhadap Dirut RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat yang juga jadi terdakwa dalam kasus tes swab Rizieq Shihab, Bima menyebut bahwa saat kejadian Andi tidak koperatif terkait perawatan Rizieq.
Padahal sebagai fasilitas kesehatan yang menangani pasien Covid-19, RS UMMI wajib berkoordinasi dengan Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor terkait upaya penanganan pandemi.
Hal ini yang membuat pihak Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor melaporkan pihak RS UMMI ke Polres Bogor Kota sebelum penanganan kasus diambil alih Bareskrim Polri.
"Apabila sejak awal pihak rumah sakit kooperatif, persidangan ini tidak perlu ada. (Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Kota Bogor) Merasa terhalangi karena tidak ada kejelasan terhadap seluruh tahapan protokol kesehatan penanganan Covid-19," tuturnya.