Sidang Rizieq Shihab

Habib Rizieq Shihab Sebut Penambahan Pasal Pemberitahuan Bohong Selundupan Polisi dan Jaksa

Rizieq Shihab mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong tes swab

Penulis: Bima Putra | Editor: Wahyu Aji
TribunJakarta/Bima Putra
Rizieq Shihab saat membacakan pleidoi atau pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021). 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, CAKUNG - Rizieq Shihab mempertanyakan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam kasus dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong tes swab RS UMMI Bogor.

Dalam pleidoi atau nota pembelaannya Rizieq tidak hanya membantah melanggar pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang didakwakan dan dituntut JPU terbukti.

Menurut Rizieq pasal 14 ayat 1 yang merupakan dakwaan pertama dari tiga dakwaan JPU terhadapnya di kasus RS UMMI Bogor pasal selundupan dari penyidik Bareskrim Polri dan JPU.

Alasannya saat pertama diperiksa penyidik Bareskrim Polri sebagai saksi pada 4 Januari 2021 pasal yang disangkakan pasal 14 Nomor 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular.

"Sehingga diduga melanggar Pasal 14 ayat (1) atau ayat (2) UU No 4 Tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular terkait dugaan dengan sengaja menghalangi pelaksanaan Penanggulangan Wabah, dan atau Pasal 216 ayat (1) KUHP," kata Rizieq di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).

Pasal 216 KUHP mengatur dugaan dengan sengaja tidak mentaati atau dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tugas pejabat, dalam hal ini Satgas Covid-19 Kota Bogor.

Baca juga: Sampaikan Pleidoi, Rizieq Shihab Tuding Bima Arya Berbohong

Baca juga: Dituntut 6 Tahun, Rizieq Shihab Bandingkan Tuntutan Kasusnya dengan Djoko Tjandra dan Novel Baswedan

Kedua pasal terkait laporan Wali Kota Bogor Bima Arya kepada pihak RS UMMI Bogor yang dianggap menghalangi upaya penanganan pandemi yang dilakukan Satgas Covid-19 Kota Bogor.

Dalam hal ini Bima melaporkan pihak RS UMMI Bogor karena dianggap tidak kooperatif melaporkan hasil tes swab PCR saat Rizieq dirawat inap pada bulan November 2020 lalu.

"Namun saat saya diperiksa sebagai tersangka pada tanggal 15 Januari 2021 ada penambahan pasal pidana, yaitu Pasal 14 dan atau Pasal 15 UU No 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana," ujarnya.

Isi kedua pasal tersebut mengatur dugaan dengan dengan sengaja menyiarkan kebohongan untuk menimbulkan keonaran, pasal 14 ini yang menjadi dakwaan primair pertama terhadapnya.

Pasal 15 dijadikan subsider pada dakwaan JPU, sementara pasal 14 UU Nomor 4 tahun 1984 tentang Wabah Penyakit Menular dijadikan dakwaan kedua, dan pasal 216 KUHP jadi dakwaan ketiga.

"Penyelundupan pasal tersebut bukan sekedar hasil pengembangan kasus sebagaimana alasan yang selalu didengungkan para penyidik dari Kepolisian mau pun Kejaksaan," tuturnya.

Baca juga: Kubu Rizieq Shihab Anggap Tuntutan Jaksa di Perkara RS UMMI Bogor Ilusi dan Halusinasi

Baca juga: Demo Tuntut Pembebasan Rizieq di Balai Kota Bogor Rusuh, Kuasa Hukum: Harus Tetap Perhatikan Prokes

Rizieq beranggapan alasan pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana disangkakan karena JPU berniat menjeratnya dengan pasal berlapis yang ancaman hukumnya lebih berat.

Vonis maksimal dalam Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 yakni hukuman 10 tahun penjara, pasal 15 dua tahun penjara, sementara vonis maksimal pasal 14 UU Nomor 4 tahun 1984 satu tahun penjara.

"Sehingga saya semakin yakin bahwasanya kasus RS UMMI ini merupakan bagian dari operasi intelejen hitam berskala besar. Di mana JPU secara sadar atau tidak sadar sedang dijadikan alat operasi tersebut," lanjut Rizieq.

Pada sidang tuntutan Kamis (3/6/2021) JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah kepada Rizieq dengan hukuman pidana enam tahun penjara.

JPU menilai pernyataan Rizieq saat menyebut dirinya sehat ketika dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 merupakan kebohongan karena hasil tes swab PCR terkonfirmasi Covid-19.

Hal memberatkan tuntutan JPU di antaranya Rizieq berstatus bekas narapidana karena pernah divonis bersalah dalam perkara 160 KUHP tentang Penghasutan pada tahun 2003.

Serta perkara 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang pada tahun 2008, kedua perkara ini diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan Covid-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan. Terdakwa juga tidak menjaga sopan santun dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan," ujar JPU membacakan pertimbangan tuntutan, Kamis (3/6/2021).

Sebut tuntutan jaksa llusi dan halusinasi

Rizieq Shihab dan tim kuasa hukumnya optimis pleidoi atau pembelaan mereka mampu membantah tuntutan Jaksa Penuntut (JPU) dalam perkara dugaan tindak pidana pemberitahuan bohong.

Anggota tim kuasa hukum Rizieq, Aziz Yanuar mengatakan pleidoi tersebut bakal membantah bahwa Rizieq melakukan tindak pidana pemberitahuan bohong terkait kasus tes swab RS UMMI Bogor.

Yakni bahwa pernyataan Rizieq yang menyatakan dirinya sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 lalu meski terkonfirmasi Covid-19 merupakan tindak pidana pemberitahuan bohong.

"Poinya bahwa tuduhan pembohongan yang menjadi primer dalam dakwaan serta tuntutan Jaksa Penuntut Umum itu adalah ilusi dan halusinasi belaka," kata Aziz di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).

Menurutnya dakwaan dan tuntutan JPU bahwa Rizieq melanggar pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana sebagaimana dakwaan primer tidak berdasar fakta hukum.

Anggota tim kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar saat memberi keringanan terkait pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021).
Anggota tim kuasa hukum Rizieq Shihab, Aziz Yanuar saat memberi keringanan terkait pleidoi di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Rabu (19/5/2021). (TRIBUNJAKARTA.COM/BIMA PUTRA)

Alasannya selama sidang perkara tes swab RS UMMI Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur tidak ditemukan fakta persidangan bahwa Rizieq melakukan pemberitahuan bohong.

"Tentu saja yang soal kebohongan, yang utama itu adalah sesuatu yang mengada-ada, ilusi, dan halusinasi belaka dari JPU. Semoga nanti jadi pertimbangan Majelis Hakim untuk memutuskan dengan bijak dan adil," ujarnya.

Baca juga: Demi Sekolah Tatap Muka, Guru di Tangsel Diminta Proaktif ke Puskesmas untuk Vaksinasi Covid-19

Baca juga: Perjuangan Rina Berburu BTS Meal di Hari Pertama: Pasang Alarm, Tunggu Orderan Lama, Simpan Wadah

Baca juga: Live Trans7 Jadwal MotoGP Jerman 2021 Mulai 18 Juni 2021, Marc Marquez Bongkar 2 Kelemahan Motornya

Aziz menyebut dakwaan dan tuntutan JPU hanya ilusi dan halusinasi karena menurutnya pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 hanya berlaku pada insan pers yang melakukan penyiaran berita.

Ini mengacu pada keterangan saksi ahli yang mereka hadirkan, selain itu pasal yang disangkakan bersifat politis karena disangkakan kepada sejumlah orang yang pendapatnya berbeda dengan pemerintah.

"Dari bu Ratna Sarumpaet, pak Jumhur, pak Syahganda, dan saat ini Habib Rizieq dkk. Artinya selain itu lebih ke UU penyiaran harusnya, karena mereka kan bukan insan penyiar," tuturnya.

Perihal pleidoi, Aziz mengatakan Rizieq, Muhammad Hanif Alatas, dan Dirut RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat masing-masing membuat pleidoi pribadi untuk perkara tes swab di RS UMMI Bogor.

Masing-masing terdakwa bakal menyampaikan pleidoi pribadi terpisah dengan pleidoi yang dibuat tim kuasa hukum, pihaknya optimis pleidoi mampu membantah tuntutan JPU.

"Yakin, kita optimis para terdakwa akan dimenangkan (divonis bebas) dan juga akan mendapatkan haknya karena kita yakin keadilan masih ada di Republik Indonesia," lanjut Aziz.

Dalam kasus ini ketiga terdakwa disangkakan pasal 14 ayat 1 UU Nomor UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga menyebarkan pemberitahuan bohong.

Baca juga: Penemuan Mayat Bayi Gegerkan Warga Bintara, Ceceran Darah Ungkap Hubungan Terlarang Kakak dan Adik

Yakni terkait pernyataan bahwa Rizieq dalam keadaan sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 meski terkonfirmasi Covid-19 dengan alasan belum menerima hasil tes swab PCR.

Pada sidang tuntutan Kamis (3/6/2021) JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah kepada Rizieq dengan hukuman pidana enam tahun penjara.

Tuntutan itu lebih dari setengah hukuman maksimal dalam Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang disangkakan JPU, yakni vonis 10 tahun penjara.

Hal memberatkan tuntutan JPU di antaranya Rizieq berstatus bekas narapidana karena pernah divonis bersalah dalam perkara 160 KUHP tentang Penghasutan pada tahun 2003.

Serta perkara 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang pada tahun 2008, kedua perkara ini diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan Covid-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan. Terdakwa juga tidak menjaga sopan santun dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan," ujar JPU membacakan pertimbangan tuntutan, Kamis (3/6/2021).

Sementara terhadap Hanif dan dr. Andi Tatat JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman pidana dua tahun penjara.

Baca juga: Penemuan Mayat Bayi Gegerkan Warga Bintara, Ceceran Darah Ungkap Hubungan Terlarang Kakak dan Adik

Rizieq Shihab Sampaikan Pleidoi

Pengadilan Negeri Jakarta Timur menggelar sidang lanjutan perkara dugaan tindak pemberitahuan bohong kasus tes swab Rizieq Shihab di RS UMMI Bogor pada Kamis (10/6/2021).

Kepala Humas Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Alex Adam Faisal mengatakan sidang tersebut beragendakan pembacaan pleidoi atau nota pembelaan atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).

"Pembacaan pleidoi dari terdakwa dan penasihat hukumnya untuk perkara nomor 223, 224 dan, 225. Sidang dijadwalkan mulai pukul 09.00 WIB," kata Alex dalam keterangannya di Jakarta Timur, Kamis (10/6/2021).

Perkara nomor 223 merupakan berkas untuk terdakwa Dirut RS UMMI Bogor, dr. Andi Tatat, nomor 224 berkas untuk terdakwa Muhammad Hanif Alatas, sementara 225 untuk Rizieq.

Ketiganya merupakan terdakwa kasus tes swab Rizieq di RS UMMI Bogor pada November 2020 lalu yang diduga ditutupi atau dipalsukan dari pihak Satgas Penanganan Covid-19 Kota Bogor.

Rizieq Shihab saat mengikuti sidang putusan perkara kerumunan Megamendung, Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021).
Rizieq Shihab saat mengikuti sidang putusan perkara kerumunan Megamendung, Bogor di Pengadilan Negeri Jakarta Timur, Kamis (27/5/2021). (TribunJakarta/Bima Putra)

"Sidang dipimpin Majelis Hakim diketuai Khadwanto dengan Hakim anggota Mu'arif dan Suryaman. Sidang dilaksanakan di ruang sidang utama Pengadilan Negeri Jakarta Timur," ujarnya.

Dalam kasus ini ketiga terdakwa disangkakan pasal 14 ayat 1 UU Nomor UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana karena diduga menyebarkan pemberitahuan bohong.

Baca juga: Bentrok Berujung Penganiayaan di Bekasi, Ibu Ini Minta Bantuan Ormas karena Tak Mampu Bayar Cicilan

Baca juga: Daftar Skuad Portugal di Euro 2020: Ronaldo Jadi Andalan, Pemain Man United Bikin Lini Tengah Solid

Baca juga: Aksi Ronaldo Bersama Timnas Portugal Bikin Heboh Jelang Euro 2020, Rumput Lapangan Jadi Pelampiasan

Yakni terkait pernyataan bahwa Rizieq dalam keadaan sehat saat dirawat di RS UMMI Bogor pada November 2020 meski terkonfirmasi Covid-19 dengan alasan belum menerima hasil tes swab PCR.

Pada sidang tuntutan Kamis (3/6/2021) JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah kepada Rizieq dengan hukuman pidana enam tahun penjara.

Tuntutan itu lebih dari setengah hukuman maksimal dalam Pasal 14 ayat 1 UU Nomor 1 tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana yang disangkakan JPU, yakni vonis 10 tahun penjara.

TONTON JUGA

Hal memberatkan tuntutan JPU di antaranya Rizieq berstatus bekas narapidana karena pernah divonis bersalah dalam perkara 160 KUHP tentang Penghasutan pada tahun 2003.

Serta perkara 170 KUHP tentang kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang pada tahun 2008, kedua perkara ini diputus Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Perbuatan terdakwa tidak mendukung program pemerintah dalam pencegahan Covid-19, bahkan memperburuk kedaruratan kesehatan. Terdakwa juga tidak menjaga sopan santun dan berbelit-belit dalam memberikan keterangan di persidangan," ujar JPU membacakan pertimbangan tuntutan, Kamis (3/6/2021).

Baca juga: Uji Coba Jelang Euro 2020: Timnas Portugal Sukses Bungkam Israel, Cristiano Ronaldo Tampil Superior

Sementara terhadap Hanif dan dr. Andi Tatat JPU menuntut Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Timur menjatuhkan vonis bersalah dengan hukuman pidana dua tahun penjara. (*)

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved