Kisah Pilu Janda Muda Asal Kota Serang, 10 Kali Ditalak Cerai dalam Setahun, Jabang Bayi Tak Diakui

Sejak awal kehamilan, suami FH tidak percaya itu adalah anak kandungnya dan memintanya melakukan pemeriksaan USG dan tes DNA.

Penulis: Abdul Qodir | Editor: Yogi Jakarta
Tribun Banten/Mildaniati
FH yang baru berusia 19 tahun ini ditalak 10 kali hingga ditinggal suami saat mengandung anak pertama di usia pernikahan belum genap satu tahun. 

Menurut Romy, begitu ia biasa disapa, pada masa ini anak masih berusaha untuk mencari identitas diri dan menyesuaikan dengan perubahan fisiologis tubuh menuju dewasa.

"Ini saja sudah memberi beban. Sehingga banyak yang kemudian mudah terpengaruh oleh lingkungan. Karena mereka mau menunjukkan eksistensinya. Itu membuat mereka berani melakukan sesuatu tanpa memikirkan dampaknya," kata Romy saat dihubungi Kompas.com, Selasa (27/10/2020).

Ilustrasi pernikahan dini
Ilustrasi pernikahan dini (Tribun Jabar)

Romy menyebut, ketika anak menikah di usia yang masih belia, maka beban pribadi yang dirasakan sebagai dampak dari perubahan-perubahan pada dirinya akan semakin bertambah karena adanya beban hubungan perkawinan.

"Ada tanggung jawab di situ, yang mana biasanya remaja itu masih sulit untuk bertanggung jawab. Dalam hal perkembangan diri, mereka juga harus melihat perkembangan diri pasangannya," ungkapnya.

"Saya melihatnya, kenapa menikah usia dini itu tidak diperbolehkan, karena pengalaman hidup mereka masih pendek. Sehingga kalau ada masalah dalam perkawinannya, mudah sekali untuk menghilang atau kabur," imbuhnya.

Baca juga: Direstui Nikah Muda, Putri Tukang Bakso Berakhir Memilukan Dipicu Chat Teman Tapi Mesra

Romy berpendapat, seharusnya orang-orang terdekat memberikan wawasan yang memadai kepada anak tentang pernikahan dan tanggung jawab yang ada di dalamnya.

"Pemahaman itu diberikan begitu mereka mulai masuk masa pubertas. Mereka harus belajar bahwa mereka sekarang harus bertanggungjawab atas dirinya sendiri. Sehingga ketika kelak memutuskan menikah, mereka tahu tanggung jawabnya itu seperti apa," kata Romy.

- Pasangan Faktor ekonomi dan pendidikan

Dikonfirmasi terpisah, Ketua Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS, Nurhadi, mengatakan di beberapa daerah pernikahan usia dini masih dianggap sebagai hal yang wajar.

"Umumnya adalah daerah, yang dari sisi pendidikan itu belum terlalu maju," kata Nurhadi saat dihubungi, Selasa (27/10/2020).

Nurhadi menduga, faktor paling utama terjadinya pernikahan usia dini adalah karena secara kultural anak perempuan dianggap sebagai "beban ekonomi" dalam keluarga.

"Artinya bahwa anak perempuan itu dibesarkan oleh keluarga. Namun kemudian secara kultural, mereka itu akhirnya akan lepas dan diambil oleh orang," kata Nurhadi.

"Sehingga kemudian ada dorongan secara tidak langsung dalam diri perempuan untuk segera menikah. Misalnya, perempuan yang sudah berusia 20-an atau sudah tamat sekolah namun tidak segera menikah, oleh masyarakat kemudian dipandang tidak bagus," imbuhnya.

Sehingga, menurut Nurhadi, pernikahan usia dini cenderung mendapat rekomendasi secara kultural karena dianggap positif perempuan menikah di usia relatif muda.

Baca juga: Akui Ingin Nikah Muda Seperti Ahmad Dhani, Dul Jaelani: Cita-cita

Namun, terkait EB dan UD, menurutnya hal ini menjadi persoalan karena pernikahan tersebut dilakukan ketika usia kedua mempelai masih terhitung belia.

Halaman
1234
Sumber: Tribun banten
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved