Peringati Hari Binatang Sedunia, Yuk Sayangi Satwa Langka, Jangan Gusur Rumah Mereka

Iola menilai,  satwa yang tergusur dan masuk ke perkampungan itu terkadang dianggap sebagai hama oleh sebagian masyarakat, hingga kemudian dibunuh.

Editor: Kurniawati Hasjanah
TribunJakarta/Annas Furqon Hakim
Petugas memberi makan satwa di Taman Margasatwa Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, Kamis (11/6/2020). 

“Ketika satwa sudah dipelihara oleh manusia, proses rehabilitasinya akan sulit sekali. Perlu waktu bertahun-tahun untuk membuat satwa itu kembali berfungsi sesuai kodratnya di alam."

"Proses adaptasinya butuh waktu lama. Mereka yang sudah terbiasa diberi makan, harus mencari makanan sendiri saat hidup di alam lepas,” kata Titin, sapaan akrab dosen Jurusan Jurnalistik, UNPAD, ini.

Padahal, menurutnya, satwa liar memiliki peran dan fungsi di alam yang tidak bisa tergantikan oleh manusia, bahkan mesin sekalipun.

Misalnya, serangga. Jika serangga punah, maka penyerbukan tanaman akan terganggu.

Akibatnya, tidak ada hasil tanaman yang dapat dipanen.

“Kepunahan serangga akan mempercepat kepunahan manusia, secepat apa pun manusia berusaha untuk menggantikan fungsi serangga. Sebagian spesies serangga kini sudah masuk dalam satwa langka yang harus dilestarikan,” ujar Titin.

Lola menambahkan, perdagangan satwa langka juga merambah media sosial.

Karena itu, ia berharap Anda berani melaporkan segala aktivitas perdagangan satwa langka kepada Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) setempat. 

Baca juga: 5 Cara agar Lebih Disukai Kucing, Cek Juga Promo Belanja Kebutuhan Hewan Kesayanganmu!

2. Edukasi soal satwa

Titin menyebutkan, melalui muatan lokal yang terangkum dalam kurikulum sekolah, guru bisa menjelaskan tentang habitat satwa di sekitar lingkungan sekolah itu. 

“Namun, edukasi ini tidak mudah, karena media sosial diramaikan oleh para selebgram yang sibuk memamerkan binatang peliharaan mereka, yang sebenarnya tidak boleh dipelihara."

"Misalnya, monyet. Orang jadi tertarik untuk membeli juga, terutama anak-anak. Ketika anak jadi penggemar selebgram tersebut, mereka jadi sulit memahami soal konservasi,” terang Titin.

Jika Anda adalah orang awam yang belum punya banyak pengetahuan soal fauna, Anda bisa berkolaborasi dengan mereka yang punya pengalaman di lapangan.

Titin mencontohkan, sekolah bisa bekerja sama dengan BKSDA atau jagawana yang menjaga hutan sekitar sekolah.

Mereka bisa menceritakan kisah-kisah memilukan tentang satwa yang mati karena tersiksa oleh jerat pemburu atau mati karena kebakaran yang disebabkan oleh puntung rokok.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved