Mengintip Teknologi Canggih Sistem Pengolahan Sampah ITF di Masa Anies Baswedan

Teknologi ini dipilih lantaran karakter sampah Indonesia yang cenderung basah dan biasanya bercampur antara organik dan anorganik.

Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Acos Abdul Qodir
Dokumentasi PT Jakarta Propertindo (Jakpro)
Masterplan pembangunan pengolahan sampah dalam kota ITF Sunter. 

Namun, saat ini baru 49 persen rumah tangga di Indonesia yang melakukan pemilahan sampah untuk menunjang pengolahan sampah dengan teknologi yang berkelanjutan.

Baca juga: DKI Jakarta Siapkan 8.945 Personel Untuk Penanganan Sampah di Musim Hujan

TPA Sumurbatu di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi.
TPA Sumurbatu di Kecamatan Bantargebang, Kota Bekasi. (TRIBUNJAKARTA.COM/YUSUF BACHTIAR)

Pihak ICLEI pun menawarkan pengolahan sampah organik dengan teknik Black Soldier Fly (BSF) yang pilot projectnya sudah dikerjakan di kawasan Rawasari, Jakarta Pusat.

Pada pilot projectnya itu, sampah organik yang bisa diolah per harinya mencapai 1 ton dengan menggunakan maggot atau belatung black soldier fly.

Fasilitas tersebut mampu mengurai 356 ton sampah organik per tahun dan mampu mengurangi efek rumah kaca, serta meningkatkan income ekonomi rumah tangga warga.

"Dalam pengelolaan itu melibatkan kurang lebih 7.000 KK," tuturnya.

Ia menyebut, pemilahan sampah, khususnya makanan menjadi tantangan serius dalam sistem pengolahan sampah itu.

Untuk itu, diperlukan aturan atau kebijakan yang bisa dijadikan pedoman bagi masyarakat untuk melakukan pemilihan sedari awal.

"Karena pengelolaan sampah yang berkelanjutan akan berkontribusi terhadap penyelesaian masalah lingkungan di perkotaan dan dapat mendukung upaya penurunan emisi gas rumah kaca," kata dia.

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved