Mau Jakarta Bebas Banjir? Anggota DPRD DKI Kenneth: Kuncinya Komitmen dan Tinggalkan Cara Lama

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth membeberkan perihal penanganan banjir khususnya di Jakarta.

ISTIMEWA
Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth membeberkan perihal penanganan banjir khususnya di Jakarta. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Hardiyanto Kenneth membeberkan perihal penanganan banjir khususnya di Jakarta.

Ia mengatakan penanganan banjir harus menerapkan teknologi dan tidak hanya sebatas meningkatkan kewaspadaan, tapi praktiknya masih menggunakan cara-cara manual.

Menurut pria yang disapa Kent itu, penerapan early warning system dengan mengkombinasikan teknologi dan Sumber Daya Manusia (SDM) dari tingkat satuan kerja hingga perangkat RT adalah jawaban, bagaimana Jakarta meredam dampak banjir yang sering menimbulkan korban jiwa dan materi.

”Maka saya mendorong Pemprov DKI Jakarta untuk mulai melakukan langkah taktis itu. Early warning system adalah jawaban. Penanggulangan banjir tidak bertumpu pada pengerukan lumpur sungai saja, yang nyatanya juga tidak maksimal. Ini kembali pada komitmen, mau atau tidak!" tegas Kent dalam keterangannya, Kamis (21/10/2021).

Kata Kent, pengerukan lumpur sungai yang awalnya dapat dimaksimalkan ternyata jauh dari harapan.

Pasalnya, keterbatasan alat berat yang dimiliki Pemprov DKI Jakarta hingga tambal sulam penggunaan alat berat dilakukan.

Baca juga: Viral Banjir dengan Arus Deras di Cipadu Tangerang, BPBD Ungkap Fakta Sebenarnya

Hal tersebut menjadi bukti bahwa Pemprov DKI tidak konsen pada pemenuhan infrastruktur pendukung, apalagi mau bicara penerapan teknologi.

”Kalau deteksi dini penanganan banjir saja masih pakai ombrometer manual (alat ukur curah hujan), ya jelas tertinggal jauh dong. Di zaman 4.0 seperti sekarang ini cara seperti ini sangat tidak realistis dan tidak adaptif mengikuti perkembangan zaman, penerapan teknologi harus mulai dilakukan,” terang politisi PDI Perjuangan itu.

Menurut Kent, Pemprov DKI tidak bisa hanya bertumpu pada keberadan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) yang bekerja memprediksi cuaca, dan tidak juga bisa bergantung pada pengamatan manual menggunakan ombrometer.

Baca juga: Kota Tangerang Bersiap Hadapi Banjir di Musim Hujan, Ini yang Dilakukan BPPD dan DLH

”Sekali lagi, terapan teknologi harus diciptakan. Jangan juga hanya mengandalkan sumur resapan saja, sumur resapan itu cocok kalau digunakan untuk menggantikan fungsi wilayah yang tangkapan airnya semakin berkurang. Namun, tidak bisa mengatasi permasalahan luapan air sungai," bebernya.

Kata Kent, ada tiga aspek yang mempengaruhi banjir di DKI Jakarta yaitu pertama hujan di hulu yang mengakibatkan banjir kiriman, kedua hujan di atas Jakarta (Hujan Lokal), dan ketiga kondisi air laut pasang naik, yang menyebabkan aliran sungai tidak bisa masuk ke laut. Poin pertama dan kedua adalah fenomena meteorologi dan poin ketiga adalah fenomena astronomi.

"Yang berbahaya adalah jika ketiga fenomena tersebut terjadi dalam waktu yang bersamaan, akibatnya yah banjir besar seperti yang terjadi pada awal tahun 2020 lalu, drainase di DKI Jakarta hanya bisa menampung 100-150 mm perhari, tetapi yang terjadi pada awal Januari 2020 curah hujan yang turun 377mm perhari, sehingga drainase kita tidak mampu untuk menampung air hujan sehingga tumpah ke jalan dan mengakibatkan banjir," katanya.

Baca juga: PDI Perjuangan DKI Kritisi Soal Banjir di Jakarta: Butuh Kerja Konkret Bukan Malah Sibuk Berteori

"Bisa dibayangkan jikalau kita sibuk hanya memikirkan Infrastruktur saja, tetapi kita tidak siap secara teknologi. Intinya kalau kita siap secara teknologi, kita akan mampu menghitung berapa curah hujan yang akan turun perharinya dan bisa disandingkan dengan kesiapan volume drainase kita. Kita mau menanggulangi banjir ini tidak cukup hanya dalam konsep pembangunan infrastruktur saja, data itu penting jadi saat kita berbicara tidak terkesan asbun (asal bunyi)," ketus Ketua IKAL (Ikatan Keluarga Alumni Lemhannas RI) PPRA Angkatan LXII itu.

Kent juga mengkritisi statemen Gubenur DKI Jakarta Anies Baswedan dan Wakil Gubernur Riza Patria, yang menyebut DKI telah mempersiapkan lokasi pengungsian untuk penanganan banjir, yang terkesan pasrah dan kehabisan akal.

”Kok terkesan pasrah ya. Apa tidak ada strategi lain atau sudah kehabisan akal untuk menekan dampak banjir selain hanya menyiapkan tempat pengungsian saja? Kalau berbicara seperti itu, berarti sama saja mengangkat bendera putih dong," imbuhnya.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved