Ingat, Mulai 13 November Kendaraan Tak Lolos Uji Emisi Bakal Disanksi Tilang
Mulai 13 November, sanksi tilang bakal diberikan kepada kendaraan yang tidak lolos uji emisi
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Jaisy Rahman Tohir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Mulai 13 November, sanksi tilang bakal diberikan kepada kendaraan yang tidak lolos uji emisi.
Aturan ini tak hanya berlaku bagi mobil pribadi saja, tapi juga sepeda motor.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta, Asep Kuswanto, mengatakan, kebijakan ini diterapkan guna menurunkan emisi dari kendaraan bermotor yang merupakan sumber utama polusi udara di ibu kota.
Menurutnya, langkah Pemprov DKI mewajibkan seluruh kendaraan bermotor yang beroperasi di ibu kota melakukan uji emisi dan lulus memenuhi baku mutu menjadi sangat penting dalam upaya memperbaiki kualitas udara Jakarta.
"Mudah-mudahan upaya menciptakan udara bersih di Jakarta ini didukung oleh semua pihak," ucapnya, Selasa (26/10/2021).
Asep menyebut, pihaknya menjadikan UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan sebagai landasan hukum dalam membuat kebijakan ini.
Dalam aturan itu diatur sanksi bagi kendaraan yang gas buangnya tidak memenuhi baku mutu.
Baca juga: Perjalanan KRL Kembali Normal Pasca-Insiden Pemotor Nyelonong Rel di Tanah Abang
"Sudah saatnya hukum tersebut kita tegakkan demi kepentingan bersama mewujudkan udara bersih ibu kota," ujarnya.
Ia menambahkan, hal ini sejalan dengan tuntutan Citizen Lawsuit dalam amar putusan yang menyatakan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, bersalah terkait polusi udara di ibu kota.
Anak buah Anies ini pun mengakui, penegakkan sanksi bagi kendaraan yang tak lulus uji emisi ini seharusnya sudah berjalan sejak awal 2021 lalu saat Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 66 Tahun 2020 tentang Uji Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor berlaku efektif.
"Namun dikarenakan pandemi Covid-19, penegakan hukum terhadap kendaraan bermotor yang tidak lulus uji emisi sempat ditunda," kata Asep.
Baca juga: 4 Tahun Gubernur Anies, Gagal Perbaiki Udara Jakarta hingga Diputus Bersalah Soal Polusi
Walau demikian, penegakan hukum berupa tilang oleh pihak kepolisian ini akan dilakukan secara bertahap.
Untuk hari ini, penegakan sanksi dimulai dengan sosialisasi uji emisi.
"Ini sebagai upaya memperbaiki kualitas udara di Jakarta," ucapnya.
Sebagai informasi, kendaraan bermotor selama ini menjadi penyumbang terbesar polusi udara di ibu kota.
Pertumbuhan jumlah kendaraan bermotor pun menjadi biang meningkatnya kemacetan dan pencemaran udara di Jakarta.
Peningkatan jumlah dan jenis kendaraan bermotor menyebabkan meningkatnya jumlah emisi yang dikeluarkan berupa Karbon Monoksida (CO), Hidrokarbon (HC), Nitrogen Oksida (NO), dan debu.
"Kami mengajak masyarakat pemilik kendaraan bermotor untuk turut serta menjaga kualitas udara Jakarta dengan melakukan pemeliharaan kendaraan secara rutin dan melakukan uji emisi kendaraan bermotor secara berkala," ujarnya.
Berdasarkan penghitungan inventarisasi emisi polusi udara yang dilakukan oleh Dinas, sumber polusi terbesar dari sektor transportasi ialah polutan PM2.5, NOx, dan CO.
Sedangkan, kontributor kedua adalah industri pengolahan terutama untuk polutan SO2.
Kajian yang dilakukan di tahun 2020 ini bertujuan untuk mengukur kontributor emisi terbesar di Jakarta sebagai landasan pembuatan kebijakan berkaitan dengan polusi udara di Jakarta.
Hal ini berkaitan dengan semakin meningkatnya kegiatan perekonomian di DKI Jakarta sehingga berpotensi meningkatkan polusi udara.
Kajian yang menggunakan data tahun 2018 ini secara keseluruhan mencakup sektor transportasi, industri pengolahan, industri energi, residensial, dan konstruksi.
Temuan utama dari kajian tersebut adalah sektor transportasi yang merupakan sumber utama polusi udara, terutama untuk polutan NOx (72,40%), CO (96,36%), PM10 (57,99%), dan PM2.5 (67,03%).
Sementara itu sektor industri pengolahan menjadi sumber polusi terbesar untuk polutan SO2 (61,96%) dan merupakan kontributor terbesar kedua untuk NOx (11,49%), PM10 (33,9%), dan PMs2.5 (26,81%).
Temuan tersebut konsisten dengan beberapa kajian yang diadakan sebelumnya Insitut Teknologi Bandung (ITB) di tahun 2019 yang mengungkapkan bahwa sektor transportasi menjadi kontributor terbesar untuk polutan CO (93%), NOx (57%), dan PM2.5 (46%).
Dalam kajian tersebut juga diungkapkan bahwa industri pengolahan menjadi kontributor utama untuk polutan SO2 (43%) dan kontributor terbesar kedua untuk transportasi (43%).