Persija Jakarta
Setahun Lebih Muda dari Buffon, Ismed Sofyan Masih Joss di Lapangan, Ini Ramuan Bek Senior Persija
Berusia setahun lebih muda dari pemain Italia, Gianluigi Buffon, bek senior Persija Jakarta Ismed Sofyan masih joss di lapangan hijau.
Penulis: Elga Hikari Putra | Editor: Yogi Jakarta
"Sekarang musti jaga terapi, karena harus kembalikan kondisi," tutur Ismed Sofyan.
Rasakan Hal Tak Nyaman Setahun Terakhir
Ismed Sofyan mengaku sebelum akhirnya menjalani operasi pada 28 Juni 2021, dia sudah merasakan ada yang tak beres di lutut kirinya sejak setahun terakhir.
Dia pun memutuskan untuk berkonsultasi dengan tim dokter.
Berdasarkan pertimbangan, lutut kiri sang pemain asal Aceh itu harus dioperasi untuk meminimalisir kemungkinan yang lebih buruk.
Baca juga: Usai 500 Hari Tanpa Kompetisi, Ini Cara Kapten Persija Ekspresikan Diri Atas Bergulirnya Liga 1 2021
"Diputuskan harus dioperasi. Kalau tidak kedepannya akan lebih buruk.
Alhamdulillah operasi berjalan lancar. Perkembangan bagus, terapi bagus," ucap Ismed Sofyan.
Bila masa terapi berjalan lancar sesuai jadwal, pemain senior Macan Kemayoran diharapkan sudah bisa kembali memperkuat Persija Jakarta pada enam bulan mendatang.
"Mudah-mudahan cepat. Enam bulan bisa kembali lagi ke lapangan hijau," kata Ismed Sofyan.
Momen Terberat Ismed Sofyan di Persija

Bek senior Ismed Sofyan telah membela Persija Jakarta sejak tahun 2002.
Selama bersama Macan Kemayoran, Ismed telah mengalami dinamika Persija Jakarta, mulai dari meraih prestasi hingga pengalaman yang tidak mengenakan.
Sebagai pesepak bola profesional, Ismed pernah pula melewati momen pahit bersama tim Oranye.
Salah satu yang diingat pesepak bola 41 tahun itu hingga sekarang adalah tatkala Persija harus berupaya keras lepas dari zona degradasi pada kompetisi Liga Super Indonesia (LSI) musim 2013.
“Buat saya, musim 2013 adalah momen terendah selama di Persija Jakarta,” kata Ismed dikutip dari persija.id.
Ismed berujar bahwa kala itu sejumlah pemain utama Persija Jakarta meninggalkan tim, karena beragam alasan.
Baca juga: Rayakan Kembalinya Liga 1 2021, Winger Lincah Persija Punya Pesan Buat The Jakmania
Akibatnya, skuad menjadi sedikit limbung dan berakibat tidak baik bagi permainan di lapangan hijau.
Di kompetisi LSI musim 2013, Persija harus finish di posisi ke-11 dari 18 tim dengan 12 kemenangan, enam imbang, dan 16 kekalahan.
Bahkan, tim mencatat rekor kekalahan beruntun terpanjang yang ditorehkan sebuah klub pada musim itu yakni enam pertandingan.
"Biasanya, Persija langganan di papan atas. Tetapi musim itu kami terpuruk. Itu menjadi momen paling sulit buat saya,” ujar Ismed.
Catatan buruk Persija saat itu pun membuat sejumlah klub tanah air menggoda Ismed untuk bergabung, tetapi ia menolak karena masih mencintai tim ibu kota.
“Saya ingin membantu tim keluar dari situasi sulit," ucap Ismed.
“Rasa cinta setiap orang kan berbeda.
Kalau memikirkan materi, peluang (pindah) terbuka lebar karena banyak tawaran dengan nominal cukup besar. Tetapi soal kenyamanan, tidak semua klub memilikinya," papar Ismed.
Baca juga: Usai 500 Hari Tanpa Kompetisi, Ini Cara Kapten Persija Ekspresikan Diri Atas Bergulirnya Liga 1 2021
Momen Tak Terlupakan Ismed Sofyan di Persija Jakarta

Selama hampir dua dekade bergabung di Persija Jakarta, tentu sudah banyak momen, baik suka maupun duka yang dijalani Ismed Sofyan,
Namun Ismed Sofyan tetap memiliki cerita yang menurutnya paling manis diantara banyaknya kenangan dirinya di Persija Jakarta.
Untuk momen terbaik yang pertama, Ismed Sofyan menyebutkan hal itu ia dapatkan tiga tahun silam.
Tepatnya yakni ketika Persija sukses meraih gelar juara Liga 1 2018.
Kala itu, Persija berhasil menjadi yang terbaik dikancah tertinggi sepak bola Indonesia dengan mengumpulkan 62 poin.
Catatan poin Persija hanya terpaut satu angka dari PSM Makassar yang menempati posisi dua klasemen akhir Liga 1 2018.
Baca juga: Liga 1 Bergulir Malam Ini, Harapan Pemain Asing Persija Jakarta Ingin Ulangi Prestasi Piala Menpora
Ismed Sofyan pun menyebut gelar juara yang didapatkan Persija memanglah layak karena disepanjang musim semua pemain solid.
"Dari awal kompetisi kami sudah di papan atas, kalau tidak diperingkat kedua ya peringkat ketiga," kata Ismed dilansir dari laman resmi Persija, Jumat (23/7/2020).
"Saat itu kondisi tim sangat solid,"
"Kebersamaan antar pemain sangat terasa, tidak pernah berjarak," ujarnya.
Sementara itu, untuk momen terbaik kedua terjadi pada tahun 2005.
Berbeda dengan musim 2018, di 2005 Persija tak berhasil meraih gelar juara.
Bahkan dua kali menjalani laga final, tak satupun kemenangan bisa diraih saat itu.
Pertama dikalahkan Persipura dengan skor 2-3 (Final Divisi Utama) dan kedua tumbang dari Arema FC dengan skor 3-4 (Final Piala Indonesia).
Namun kekalahan yang diterima justru membuat Persija semakin kompak.
Itulah mengapa Ismed menyebut tahun 2005 menjadi salah satu momen terbaiknya.
"Sebenarnya itu musim yang pahit karena kami punya kans juara di dua kompetisi yang finalnya dimainkan di Jakarta, namun sayang gagal juara," ujar Ismed.
"Suasana tim saat itu sangat nyaman, baik di dalam maupun di luar lapangan,"
"Meski gagal, setelah itu kami belajar semakin kompak sebagai sebuah tim," tuturnya. (TribunJakarta.com/Media Persija)