Setiap Santri Korban Ustaz Herry Wirawan Punya Kisah Mengerikan, Emosi Meledak hingga Ogah Urus Bayi
Bahkan, korban memarahi hingga enggan menyentuh bayi yang dilahirkan dari kelakuan bejat Herry Wirawan.
Penulis: Abdul Qodir | Editor: Acos Abdul Qodir
TRIBUNJAKARTA.COM - Aksi bejat ustaz Herry Wirawan merudapaksa 13 santrinya di pesantren boarding school di Kecamatan Cibiru, Kota Bandung, membuatnya dituntut hukuman mati dan kebiri kimia serta denda Rp 500 juta dalam sidang di Pengadilan Negeri Bandung pada Selasa (11/1/2022).
Bukan tanpa alasan jaksa penuntut umum (JPU) yang dipimpin Kajati Jawa Barat Asep N Mulyana menuntut hukuman berat kepada guru tersebut.
Asep mengatakan, ada beberapa hal yang dinilai memberatkan Herry hingga jaksa menuntut hukuman mati dan kebiri kimia.
Pertama, Herry Wirawan menggunakan simbol agama dalam lembaga pendidikan sebagai alat untuk memanipulasi perbuatannya hingga korban terperdaya.
Baca juga: Jahatnya Herry Wirawan Rudapaksa Santri saat Istri Hamil Besar, Janin yang Dikandung Ikut Terdampak
Kemudian, perbuatan Herry dinilai dapat menimbulkan dampak luar biasa di masyarakat dan mengakibatkan korban terdampak secara psikologis.
"Terdakwa menggunakan simbol agama dalam pendidikan untuk memanipulasi dan alat justifikasi," ujarnya, Selasa, dikutip dari TribunJabar.id.
Mengenai dampak psikologis yang menimpa para santri korban Herry Wirawan diungkapkan oleh TN (35), salah satu keluarga korban.
Baca juga: Pilihan Buruk Kolonel P Buyarkan Rencana Temu Kangen, Justru Petaka Kini Dibayangi Hukuman Mati
TN mengatakan ada satu korban yang hingga saat ini masih syok dan histeris atas apa yang menimpanya.
Bahkan, korban memarahi hingga enggan menyentuh bayi yang dilahirkan dari kelakuan bejat Herry Wirawan.
"Emosinya meledak-ledak, itu anaknya dimarahin enggak mau ngurus. Mungkin dia (korban) baru sadar dan enggak terima dengan kondisi ini," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id.
TN berharap kondisi tersebut segera berlalu, ia meminta pihak TP2TP2A untuk segera mengambil langkah terkait kondisi korban yang tidak semuanya dapat menerima kenyataan.
Namun, menurutnya ada beberapa korban yang sudah bisa berkomunikasi dan perlahan mulai pulih.
Baca juga: Rudapaksa 13 Santriwati hingga Saudara Sendiri, Herry Wirawan Enteng Ngaku Khilaf dan Minta Maaf
"Kalau denger satu-satu dari cerita korban, itu mengerikan. Setiap korban punya cerita ngeri masing-masing," ungkapnya.
Pengacara korban rudapaksa, Yudi Kurnia mengatakan salah satu unsur yang bisa menjatuhkan hukuman mati terhadap Herry Wirawan adalah korban lebih dari satu orang.
"Hukum mati itu salah satu unsurnya adalah korban lebih dari satu orang," ujarnya saat dihubungi Tribunjabar.id, Selasa (11/1/2022).
Pihaknya optimistis di putusan nanti terhadap tersangka Herry Wirawan akan sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yakni hukuman mati.
Korban Berharap Hakim Kabulkan Tuntutan Jaksa

Para korban rusapaksa yang dilakukan Herry Wirawan berharap majelis hakim memvonis terdakwa sesuai dengan tuntutan jaksa penuntut umum (JPU), yakni hukuman mati dan kebiri kimia.
Diketahui, selain hukuman badan, JPU juga menuntut Herry Wirawan untuk membayar uang Rp 500 juta dan restitusi untuk korban Rp 331 juta.
Baca juga: Sopir Truk Bakal Jadi Tersangka Buntut Gulungan Kertas Jatuh Timpa Pengendara Motor di Cengkareng
Yudi Kurnia, kuasa hukum korban, mengatakan, pada prinsipnya keluarga korban mengapresiasi tuntutan dari jaksa terhadap Herry.
"Berarti jaksa sangat-sangat empati terhadap korban dan keluarga korban maupun publik. Saya mengapresiasi lah atas tuntutan ini dan itu sesuai dengan harapan keluarga," ujar Yudi saat dihubungi melalui sambungan telepon, Selasa (11/1/2022).
Baca juga: Viral 2 Jambret Rampas Ponsel Jemaah Masjid di Koja, Leher Korban Berkalung Senjata Tajam
Mengingat, kasus Herry ini masuk dalam perkara luar biasa.
Yudi mewakili keluarga korban sangat berharap agar hakim mengabulkan semua tuntutan jaksa.
"Ini kan baru tuntutan. Ya nanti mudah-mudahan dari majelis hakim memutus sesuai dengan tuntutan, tidak ada pengurangan atau tidak ada pertimbangan yang dapat mengurangi tuntutan. Ini sudah jelas kejadian luar biasa. Sebetulnya tidak ada alasan hukuman dikurangi," katanya.