Masyarakat Ikut Jaga Cagar Alam Laut Kapulauan Karimata

Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Karimata menjadi salah satu cagar alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang unik.

BKSDA KalBar dan FFI
Pendataan satwa di dalam cagar alam laut Kepulauan Karimata. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Cagar Alam Laut (CAL) Kepulauan Karimata menjadi salah satu cagar alam yang memiliki keanekaragaman hayati yang unik terdiri dari satwa air, satwa teresterial, tumbuhan yang dilindungi dan endemik.

CAL Kepulauan Karimata ditunjuk/ditetapkan sebagai kawasan konservasi pada tahun 1985 dengan kondisi adanya masyarakat yang sudah bermukim di dalam cagar alam jauh sebelumnya.

Penduduk Kepulauan Karimata saat ini merupakan generasi ke-6 dari pendatang awal di kawasan ini.

Sebagaimana masyarakat pada umumnya, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya masyarakat memanfaatkan sumber daya alam yang ada, sebagai nelayan dan peladang tradisional.

Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Barat, Sadtata Noor Adirahmanta mengungkapkan bahwa tantangan dalam pengelolaan sebuah kawasan konservasi yang di dalamnya sudah ada masyarakat pemukim sebelumnya.

Baca juga: Sensus Burung Air Jaga Cagar Alam Laut Karimata

Tantangan tersebut yakni bagaimana mewujudkan kelestarian dan keseimbangan ekosistem kawasan tanpa memarginalkan masyarakat yang ada, bahkan sedapat mungkin mendukung peningkatan kesejahteraan masyarakat.

“Dalam menjawab tantangan di atas, saat ini telah dibentuk 2 (dua) kelompok masyarakat untuk mendukung pengembangan CAL Karimata sebagai desitinasi penelitian dengan konsep citizen science (sains khalayak) di Desa Betok dan Desa Padang. Dua kelompok masyarakat ini telah menerima pelatihan dan melakukan pengambilan data yang didampingi oleh BKSDA Kalimantan Barat bersama Fauna dan Flora International’s Indonesia Programme (FFI’s IP). Konsep ini akan terus dikembangkan sehingga nanti setiap pengunjung peneliti maupun pengunjung awam di kawasan harus didampingi oleh kelompok masyarakat terlatih ini dan diarahkan untuk
menyuplai data dan informasi kawasan kepada pengelola, yakni BKSDA Kalbar,” terang Sadtata dalam keterangan tertulis, Senin (20/6/2022).

Penyu hijau (Chelonia mydas) di dalam Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata
Penyu hijau (Chelonia mydas) di dalam Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata (BKSDA KalBar dan FFI)

Sadtata menambahkan bahwa kegiatan pemantauan keanekaragaman hayati oleh masyarakat di dalam kawasan cagar alam telah dilakukan sejak tahun 2021.

Pengumpulan data oleh masyarakat tim citizen science Deskar (Destinasi Karimata) Desa Betok dan Desa Padang, BKSDA Kalimatan Barat dan FFI’s IP telah menjangkau 69.293,07 hektar atau 36, 5 persen dari luas kawasan Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata sebesar 190.000 hektar.

Baca juga: Monitoring Cagar Alam Laut Kepulauan Karimata dengan Peran Sains Khalayak

Data/informasi jenis satwa yang telah dikumpulkan di antaranya melalui perjumpaan langsung, telur, jejak penyu hijau dan penyu sisik dan burung laut bersarang.

Dalam kegiatan ini juga dikumpulkan lokasi keberadaan lamun.

Masyarakat juga mendata potensi ancaman yang ada di dalam cagar alam.

Menurut Usman, salah satu warga yang bergabung dalam tim citizen science Desa Padang, ancaman utama yaitu pengambilan telur penyu oleh manusia.

Kuntul karang (Egretta sacra) terpantau di dalam cagar alam
Kuntul karang (Egretta sacra) terpantau di dalam cagar alam (BKSDA KalBar dan FFI)

“Orang-orang sudah tahu lokasi peneluran penyu di pulau-pulau yang ada di dalam cagar alam. Saya dan keluarga sering menjaga salah satu lokasi peneluran penyu di Pulau Mentangor. Tapi kami kewalahan karena masih banyaknya orang mengambil di pulau kecil lainnya,” jelas Usman.

Usman menjelaskan bahwa adanya kelompok masyarakat yang dibentuk akan semakin banyak masyarakat yang melindungi kawasan peneluran penyu dan dapat semakin terjaga agar tidak punah.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved