Kontroversi ACT

PSI Minta Gubernur Anies Baswedan Buka-bukaan Data Kerja Samanya dengan ACT

Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI Idris Ahmad meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka data kerja sama dengan ACT.

Tribun Jakarta
Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI Idris Ahmad meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka data kerja sama dengan ACT. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Anggota DPRD DKI dari Fraksi PSI Idris Ahmad meminta Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan membuka data kerja sama dengan lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT).

Hal ini diungkapkan Idris menyusul kasus dugaan penggelapan dana donasi yang dilakukan para petinggi lembaga filantropi itu.

"Jadikan ini momentum untuk membuka seterang-terangnya, selama ini banyak yang bertanya bagaimana pola kolaborasi pihak ketiga dengan Pemprov DKI," ucapnya saat dikonfirmasi, Rabu (6/7/2022).

Sebagai informasi, ACT memang acap kali menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI, khususnya selama masa pandemi Covid-19 ini.

Seperti program Kolaborasi Sosial Berskala Besar (KSBB) untuk bantuan pangan selama bulan ramadan saat pandemi Covid-19.

Baca juga: Imbas Kasus ACT, Kemensos Evaluasi Izin Pengumpulan Dana Lembaga Donasi Lain

Kemudian, Pemprov DKI juga bekerjasama dengan ACT saat penyaluran bantuan sosial bagi korban erupsi Gunung Semeru pada Desember 2021 lalu.

Selain itu, ACT juga berkolaborasi dengan Pemprov DKI untuk menyalurkan daging kurban kepada masyarakat ekonomi tak mampu di Jakarta dan program bantuan lainnya bagi UMKM.

Banyaknya kerja sama ini pun dikhawatirkan merusak pola kolaborasi yang selama ini dibangun Pemprov DKI.

Terlebih, ACT disebut-sebut memotong donasi hingga 13,7 persen dari jumlah yang terkumpul.

"Jika benar biaya operasional sangat besar bahkan tak wajar jadikan catatan. Bila perlu masukan ke dalam daftar hitam kerja sama," ujarnya.

Anggota DPRD DKI terpilih PSI, Idris Ahmad (kiri) dan William Aditya Sarana (kanan), saat konferensi pers di kantor DPW PSI Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019).
Anggota DPRD DKI terpilih PSI, Idris Ahmad (kiri) dan William Aditya Sarana (kanan), saat konferensi pers di kantor DPW PSI Jakarta Pusat, Rabu (21/8/2019). (TribunJakarta/Muhammad Rizki Hidayat)

Oleh karena itu, ia menilai, masyarakat berhak mengetahui besaran anggaran yang terkumpul dari berbagai program yang dijalankan Pemprov DKI bersama ACT.

"Biarkan publik menilai karena sesungguhnya dana APBD hingga dana donasi adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan," kata dia.

Kemensos Cabut Izin ACT

Menteri Sosial Ad Interim, Muhadjir Effendi resmi mencabut izin pengumpulan uang dan barang (PUB) ACT pada Selasa (5/7/2022).

Sebagi lembaga filantropi, ACT mendapat izin PUB sejak 2002 silam.

Pencabutan itu dinyatakan dalam Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 133/HUK/2022 tanggal 5 Juli 2022.

Keputusan Menteri Sosial itu tentang Pencabutan Izin Penyelenggaraan Pengumpulan Sumbangan Kepada Yayasan Aksi Cepat Tanggap di Jakarta Selatan yang ditandatangani oleh Menteri Sosial Ad Interim Muhadjir Effendi.

Muhadjir mengatakan, adanya dugaan pelanggaran yang dilakukan ACT menjadi alasan pencabutan izin PUB tersebut.

Baca juga: Mensos Ad Interim Muhadjir Effendy Cabut Izin Pengumpulan Dana Umat ACT, Ini Dosa-dosanya

“Jadi alasan kita mencabut dengan pertimbangan karena adanya indikasi pelanggaran terhadap Peraturan Menteri Sosial sampai nanti menunggu hasil pemeriksaan dari Inspektorat Jenderal baru akan ada ketentuan sanksi lebih lanjut”, kata Muhadjir.

Muhadjir menjelaskan, ACT diduga melanggar peraturan tentang pembiayaan usaha pengumpulan.

ACT mengakui mengambil 13,7 persen dari total donasi masyarakat. 

Sedangkan besaran yang diperbolehkan berdasarkan Pasal 6 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 29 Tahun 1980 tentang Pelaksanaan Pengumpulan Sumbangan, hanya diperbolehkan sebesar 10 persen.

Mengambil 3,7 persen dana umat itu yang dimaksud sebagai dugaan penyelewengan dana donasi oleh ACT.

Logo Aksi Cepat Tanggap (ACT)
Logo Aksi Cepat Tanggap (ACT) (ISTIMEWA)

 “Pembiayaan usaha pengumpulan sumbangan sebanyak-banyaknya 10 persen (sepuluh persen) dari hasil pengumpulan sumbangan yang bersangkutan,” bunyi pasal 6 ayat (1) PP nomor 29 tahun 1980.

Sementara  itu, PUB bencana seluruhnya disalurkan kepada masyarakat tanpa ada biaya operasional dari dana yang terkumpul.

Sebagai catatan, Kemensos  telah mengundang pengurus Yayasan ACT yang dihadiri oleh Presiden ACT Ibnu Khajar dan pengurus yayasan untuk memberikan klarifikasi dan penjelasan terkait dengan pemberitaan yang berkembang di masyarakat pada hari yang sama dengan pencabutan izin PUB.

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved