Membaca Zikiran Sultan: Menggali Tradisi yang Terlupakan dari Peradaban Banten
Sebuah tradisi di Banten yang yaris punah diselamatkan dalam bentuk buku bertajuk 'Zikiran Sultan: Tradisi yang Terlupakan.'
TRIBUNJAKARTA.COM - Sebuah tradisi di Banten yang yaris punah diselamatkan dalam bentuk buku bertajuk 'Zikiran Sultan: Tradisi yang Terlupakan.'
Buku tersebut ditulis oleh Ahmad Syaikhu. Ia hendak menggali khazanah intelektual di Banten yang erat kaitannya dengan Islam.
“Bahwa kita punya lho tradisi keislaman yang unik, salah satunya ya tradisi Zikiran Sultan ini yang sudah dipraktikan sejak lama,” kata Syaikhu pada peluncuran bukunya di Aula Audio Visual Perpusda Tangerang, Kamis (28/7/2022).
Ia memaparkan, Zikiran Sultan pada dasarnya adalah refleksi dan penghormatan terhadap para Sultan di Banten, di antaranya Maulana Hasanuddin dan Abul Mafakhir.
Penghormatan diwujudkan dalam bentuk penyebutan atau pemujaan nama baik melalui tawassul (perantaraan seperti menghadiahkan bacaan Surat Al-Fatihah), manaqiban (pembacaan biografi), doa-doa, dan sejenisnya.
Baca juga: Odong-Odong Ditabrak Kereta Api di Serang Banten hingga 9 Orang Tewas, Begini Kronologi Singkatnya
“Isi amalan Zikiran Sultan banyak shalawatan, juga hizib, dan sebagainya. Ada yang menyebut wiridan ba’da tarawih, ada juga menyebut Shalawatan Kenari,” terangnya.
Saat ini, lanjut Syaikhu, hanya ada satu tempat di mana masyarakat masih kuat mengamalkan Zikiran Sultan, yaitu Kampung Selatip, Desa Lontar, Kemiri, Kabupaten Tangerang.
Mereka melakukan zikir saat menjelang atau setelah salat tarawih, Idul Fitri, dan Idul Adha.
“Praktik zikiran diiringi dengan langgam khas dan bedug, dilakukan berjama’ah di masjid atau mushola,” imbuhnya.
Sementara, Asisten Pemerintahan Sekretariat Daerah (Asda I) Provinsi Banten, Komarudin, mengatakan, dari buku Zikiran Sultan tersebut, dapat diketahui bahwa Sultan Banten melahirkan tradisi yang hidup di masyarakat.
“Dari buku ini kita tahu, bicara tentang Sultan Banten itu bukan hanya soal figur atau pemimpin, tapi di situ ada tradisi, ada peradaban,” kata Komarudin.

Komar menjelaskan, para Sultan Banten, utamanya Maulana Hasanuddin, merupakan pelopor sekaligus pembangun peradaban Islam di tanah Jawara.
Ia begitu dihormati sehingga namanya sering disebut dalam tradisi zikiran yang konon telah dipraktikkan secara turun temurun.
Namun, lanjutnya, karena peradaban itu tertimpa oleh dinamika zaman, seperti adanya kolonialisasi dan globalisasi, akhirnya banyak masyarakat yang kehilangan jejak.
“Jadi kalau hari ini saudara Ahmad Syaikhu menulis buku ini saya kira itu adalah bagian dari ikhtiar kita untuk menggali peradaban di masa lalu, sebuah tradisi yang terlupakan,” ujarnya.