Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Alasan Ferdy Sambo Minta Bharada E Dilindungi Usai Tembak Brigadir J, LPSK Ingatkan Tenggat 30 Hari
Alasan Irjen Ferdy Sambo meminta Bharada E dilindungi LPSK usai tembak Brigadir J terungkap. Ketua LPSK ingatkan tenggat waktu 30 hari.
Penulis: Bima Putra | Editor: Ferdinand Waskita Suryacahya
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Bima Putra
TRIBUNJAKARTA.COM, CIRACAS - Alasan Irjen Ferdy Sambo meminta Bharada E dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) usai tembak Brigadir J terungkap.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan Ferdy Sambo meminta pihaknya memberikan perlindungan kepada Bharada E.
Pertimbangannya, Bharada E mengalami syok usai menembak Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo.
Permintaan itu disampaikan Ferdy Sambo dalam pertemuan dengan tim LPSK pada Rabu (13/7/2022).
Hal itu disampaikan sebelum PC dan Bharada E resmi mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK.
Baca juga: Istri Ferdy Sambo Trauma, Kekasih Brigadir J Jauh Lebih Tertekan Sampai Putuskan Hentikan Karir
Namun, LPSK juga mengingatkan adanya tenggat 30 hari sejak permohonan perlindungan untuk memberikan keterangan.
"Dianggapnya dia ada syok juga. Siapapun yang habis melakukan penembakan pada orang dan menimbulkan kematian kemungkinan ada trauma psikologis," kata Hasto, Kamis (29/7/2022).

Di hari yang sama , Bharada E juga secara resmi mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK sebagai saksi kasus.
Tapi hingga kini permohonan perlindungan diajukan tersebut belum diterima LPSK.
Sebab, Bharada E belum menjalani proses investigasi dan pemeriksaan psikologis sesuai prosedur.
Baca juga: LPSK: Bharada E Ditarik ke Brimob setelah Kasus Penembakan Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo
Bharada E baru menjelaskan kronologis kejadian saat tahap mengajukan permohonan, sementara tahap investigasi dengan meminta keterangan lebih lanjut belum dilakukan.
"Itu kronologi yang disusun oleh Bharada E sendiri dalam permohonan. itu perlu didalami, perlu cross cek dan ricek. (Tahap investigasi) Belum, jadi dia belum memenuhi syarat sebagai terlindung," ujar Hasto.
Hasto menuturkan sudah menyampaikan kepada Bharada E bahwa ada tenggat 30 hari sejak permohonan perlindungan diajukan untuk datang memberi keterangan dan asesmen psikologis.
Bila hingga tenggat tersebut habis maka permohonan perlindungan diajukan Bharada E dapat ditolak karena dianggap pimpinan LPSK pemohon tidak kooperatif mengikuti proses.
"Bisa saja (mengajukan permohonan perlindungan lagi), boleh saja. Tapi mengajukan itu prosesnya baru lagi toh. kan prosesnya mulai dari awal lagi," tuturnya.
LPSK Tawarkan Perlindungan Bila Ada Saksi Kunci Kasus Penembakan Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo
Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) menawarkan perlindungan bila ada saksi kunci kasus penembakan Brigadir Nopriansyah Yoshua Hutabarat atau Brigadir J di Rumah Ferdy Sambo.
Ketua LPSK Hasto Atmojo Suroyo mengatakan pihaknya menyatakan siap melakukan langkah jemput bola bila nantinya terkuak sosok yang disebut sebagai saksi kunci kasus penembakan.
"Kami akan tawarkan kalau tahu itu siapa. Orang-orang yang mempunyai kesaksian signifikan atau saksi mahkota, atau saksi kunci terhadap peristiwa ini," kata Hasto di Jakarta Timur, Kamis (28/7/2022).
Sejak kasus mencuat LPSK sudah berkoordinasi dengan Polres Metro Jakarta Selatan, Polda Metro Jaya, termasuk bertemu langsung dengan Irjen Ferdy Sambo, dan paling anyar kepada Brimob.
Dalam pertemuan dengan Irjen Ferdy Sambo sebelumnya seorang ajudan dan pegawai di rumah dinas jenderal bintang dua itu sempat menyatakan akan mengajukan permohonan perlindungan ke LPSK.
Baca juga: Brigadir J Dimakamkan Kedinasan, Ibunda Menjerit di Samping Peti Jenazah: Gugur Kau Dalam Tugas
Permohonan tersebut tidak disampaikan secara langsung oleh keduanya kepada LPSK, namun hingga kini mereka urung mengajukan permohonan perlindungan secara resmi.
LPSK berharap bila ada sosok saksi kunci yang membantu proses hukum dapat mengajukan permohonan perlindungan secara resmi guna membantu pengungkapan kasus.

"Ini dalam rangka membantu jalannya proses peradilan pidana itu, dan saksi maupun korban terpenuhi hak-haknya tetapi juga bisa membantu terungkapnya peristiwa pidana," ujarnya.
Hingga kini LPSK baru menerima permohonan perlindungan dari PC, istri Ferdy Sambo sebagai korban kasus dugaan pelecehan dan pengancam serta Bharada E sebagai saksi.
Keduanya masih berstatus sebagai pemohon, bukan terlindung karena LPSK masih harus melakukan investigasi dengan meminta keterangan kepada keduanya dan asesmen psikologis.
Baca juga: Usai Ibu Brigadir J Minta Tolong ke Panglima TNI, Kini Sang Ayah Terima Kasih ke Atasan Ferdy Sambo
"Apakah betul mereka (PC dan Bharada E) perlu perlindungan fisik, apakah betul mereka perlu layanan psikologis. Sebenarnya itu yang mau kita gali, tetapi itu belum bisa kita lakukan," tuturnya.
Sementara untuk keluarga Brigadir J yang sudah melaporkan kasus dugaan pembunuhan berencana, Hasto menuturkan pihaknya sudah melayangkan surat kepada pihak keluarga.
Tapi pihak keluarga Brigadir J urung mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, sementara perlindungan diberikan LPSK bersifat sukarela atau atas persetujuan saksi dan korban.
Dia memastikan LPSK merupakan lembaga independen yang bertanggungjawab kepada Presiden, bukan kepada satu instansi tertentu sebagaimana anggapan sejumlah pihak.
"Kami sudah berkomunikasi dengan pengacaranya minta tolong disampaikan kepada keluarga, apabila memang memerlukan layanan perlindungan dari LPSK. Kami juga sudah bersurat," lanjut Hasto.
Ternyata Irjen Ferdy Sambo Dahului Minta Perlindungan Putri Candrawathi dan Bharada E ke LPSK
Terungkap, ternyata Irjen Ferdy Sambo yang mendahului meminta perlindungan untuk istrinya, Putri Candrawathi dan ajudan Bharada E ke LPSK.
Kadiv Propam non-aktif Mabes Polri itu menyampaikan permintaan perlindungan untuk kedua orang tersebut sewaktu LPSK datang menanyakan kasus Brigadir J.
"Pak Irjen Sambo meminta LPSK agar bisa memberikan layanan perlidungan kepada istri maupun Bharada E," ucap Ketua LPSK Hasto Atmojo di kantor LPSK, Jakarta Timur, Kamis (28/7/2022).
Menurut Hasto, saat itu LPSK datang ke Ferdy Sambo untuk mengetahui duduk persoalan yang menimpa keluarganya.
Permintaan Ferdy Sambo kepada LPSK tidak dijelaskan secara pasti. Hasto pun tak menjelaskan pasti di mana pihaknya bertemu Ferdy Sambo.
Baca juga: CCTV Rusak Sudah 2 Pekan, Pelecehan Brigadir Nopryansah ke Istri Ferdy Sambo Tak Terekam
Menurut Hasto, yang jelas permintaan itu sebelum Putri Candrawathi dan Bharada E secara resmi mengajukan permohonan perlindungan sebagai korban dan saksi kasus.
Setelah permintaan Ferdy Sambo itu, Bharada E menyusul mengajukan permohonan perlindungan secara langsung pada Rabu (13/7/2022).

Sementara Putri Candrawathi meminta perlindungan melalui tim penasihat hukumnya.
Bharada E mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK dalam posisi hukum sebagai saksi.
Sementara PC mengajukan pada Kamis (14/7/2022) sebagai korban.
"Akhirnya LPSK berupaya menemui ibu P dan Bharada E. Bisa ketemu, tapi pada waktu itu sama sekali kami tidak bisa mendapatkan informasi yang kami perlukan," ujar Hasto.
Setelah pertemuan, LPSK sudah menjadwalkan agar Putri Candrawathi dan Bharada E datang ke kantor LPSK.
Baca juga: Autopsi Ulang Brigadir J Ajudan Ferdy Sambo: Panglima TNI Dipanggil sampai Ada Jenderal Kebingungan
Kedatangan mereka untuk proses dimintai keterangan lebih lanjut dan pemeriksaan psikologis.
Paling anyar pada Rabu (27/7/2022), LPSK menjadwalkan keduanya hadir.
Tapi Putri Candrawathi dan Bharada E urung datang sehingga LPSK belum bisa memastikan apa menerima atau menolak permohonan.

"Itu membuat kami juga terganggu melakukan investigasi dan asesmen."
"Sampai sekarang kita belum bisa ketemu lagi dengan para pemohon. Kami sudah bersurat kepada yang bersangkutan," tuturnya.
Putri Candrawathi dan Bharada E memiliki waktu 30 hari kerja setelah mereka mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK untuk memberi keterangan dan menjalani asesmen psikologis.
Bila hingga tenggat waktu keduanya juga tidak datang, LPSK menyatakan mereka tidak kooperatif.
Selain itu, LPSK bakal menolak permohonan perlindungan keduanya sebagai saksi dan korban.
Kuasa Hukum Putri Candrawathi Tak Terima
Brigadir J atau Brigadir Nopriansyah Yosua Hutabarat dimakamkan secara kedinasan Polri setelah dokter forensik mengautopsi ulang.
Pemakaman secara kedinasan Brigadir J ini membuat keluarga Kadiv Propam nonaktif Mabes Polri, Irjen Ferdy Sambo tak terima.
Arman Hanis, kuasa hukum Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, menjelaskan tak menerima karena Brigadir J meninggal berstatus terlapor dugaan pelecehan seksual terhadap Putri Candrawathi.
Arman menyoroti terkait adanya peraturan Kapolri (Perkap) tentang Tata Upacara Polri.
"Jelas dalam Perkap tersebut tegas disebutkan meninggal dunia karena perbuatan tercela tidak dimakamkan secara kedinasan, dalam hal ini terlapor (Brigadir J, red), diduga melakukan tindak pidana kekerasan seksual. Sehingga menurut hemat kami termasuk dalam perbuatan tercela," kata Arman, Kamis (28/7/2022).
Adapun pasal yang menjadi acuan pernyataannya yakni pasal 15ayat 1 Perkap Nomor 16 tahun 2014 tentang Tata Upacara Polri. Pada pasal itu berbunyi:
"Upacara pemakaman jenazah merupakan perwujudan penghormatan dan penghargaan terakhir dari bangsa dan negara terhadap Pegawai Negeri pada Polri yang gugur, tewas, atau meninggal dunia biasa, kecuali meninggal dunia karena perbuatan yang tercela."
Jenazah Brigadir J dimakamkan kembali secara kedinasan setelah menjalani autopsi ulang di RSUD Sungai Bahar.
Pada saat proses pemakaman terlihat sejumlah polisi melakukan upacara kedinasan saat proses pemakaman kembali jenazah Brigadir J.
Kemudian pada pukul 15.43 WIB, mobil ambulans yang membawa peti mati jenazah Brigadir J datang ke area pemakaman dari RSUD Sungai Bahar yang berjarak dua kilometer.
Berbalut bendera merah putih, peti jenazah Brigadir J pun dikeluarkan dari mobil ambulans. Nampak pula karangan bunga dan foto Brigdari J dalam iring-iringan jenazah.
Kemudian. delapan laras panjang pun ditembakan oleh anggota polisi saat peti jenazah Brigadir J diturunkan ke liang lahat.