PSI Nilai Anies Baswedan Ingkar Janji Mau Cabut Pergub Penggusuran Warisan Ahok: Asal Jeplak
Padahal, Anies Baswedan sebelumnya telah berjanji akan mencabut Pergub warisan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
Penulis: Nur Indah Farrah Audina | Editor: Acos Abdul Qodir
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Nur Indah Farrah Audina
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua Fraksi PSI DPRD DKI Jakarta Anggara Wicitra Sastroamidjojo sebut Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ingkar janji.
Ia menilai tak kunjung dicabutnya Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 207 Tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak merupakan bukti bahwa Anies Baswedan tak konsisten dengan janjinya.
Padahal, Anies Baswedan sebelumnya telah berjanji akan mencabut Pergub warisan Gubernur DKI Jakarta sebelumnya, Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
"Waktu kampanye dulu Pak Anies selalu berjanji manis tidak akan melakukan penggusuran, tapi ternyata itu hanya asal jeplak dan memainkan sentimen tanpa kajian matang. Sekarang waktu warga menagih janjinya dengan minta pencabutan Pergub, beliau bungkam," katanya dalam keterangan tertulis, Jumat (12/8/2022).
Pria yang akrab disapa Ara menduga Anies Baswedan baru elah menyadari pergub tersebut masih dibutuhkan selama ia menjabat Gubernur DKI Jakarta. Sehingga ia memilih untuk tidak mencabut pergub tersebut.
Ia pun berharap agar Anies Baswedan tak asal membuat kebijakan demi pencitraan.
Baca juga: Anies Tak Berkutik, Pergub Penggusuran Peninggalan Ahok Tak Bisa Dicabut hingga Akhir Jabatan
"Beliau beretorika hanya untuk kepentingan menang Pilgub, tapi tidak mengukur apa yang dijanjikan realistis. Sekarang jadinya ingkar janji. Pencabutan Pergub tentu butuh kajian, jangan karena sekarang kepepet Pak Anies asal cabut," lanjutnya.
"Tapi itu sepenuhnya wewenang Pak Anies yang harusnya dikerjakan dari awal kalau memang beliau niat. Kalau sampai sisa jabatan beberapa belum ada kajian artinya memang gak niat," tandasnya.

Diwartakan sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dipastikan tak bisa mencabut Peraturan Gubernur (Pergub) Nomor 207 Tahun 2016 hingga akhir masa jabatannya.
Hal ini disampaikan oleh Kepala Biro Hukum Pemprov DKI Jakarta Yayan Yuhanah yang menyebut pencabut Pergub Nomor 207/2016 baru bisa dilakukan tahun depan.
Sedangkan, masa jabatan Gubernur Anies Baswedan akan berakhir pada 16 Oktober 2022 mendatang.
"Tidak bisa (dicabut) tahun ini, harus tahun depan karena dimasukkan dulu dalam program penyusunan pergub tahun 2023," ucapnya saat dikonfirmasi, Senin (8/8/2022).
Sebagai informasi, Pergub 207/2016 berisi tentang Penertiban Pemakaian atau Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak
Aturan ini merupakan peninggalan Basuki Tjahaja Purnama (BTP) alias Ahok semasa menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta.
Baca juga: Angka Kemiskinan Naik Lagi, Wagub Ariza Bandingkan Jakarta dengan Amerika Serikat
Ahok kerap menggunakan aturan ini untuk melakukan penggusuran paksa.
Menjelang akhir masa jabatannya, Gubernur Anies Baswedan pun didesak untuk segera mencabut Pergub penggusuran ini.
Walau demikian, ada mekanisme panjang yang harus dilalui sebelum mencabut atau merevisi aturan peninggalan Ahok ini.

Kajian terkait urgensi pencabutan atau revisi terhadap Pergub tersebut pun harus dibuat Pemprov DKI.
Sebab, pembentukan Pergub yang baru harus melalui asesmen dari Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri).
"Untuk menyusun, mencabut, atau mengubah suatu peraturan harus ada perencanaan. Kalau tidak masuk dalam perencanaan nanti ditolak oleh Kemendagri," ujarnya.
Yayan pun menyebut, evaluasi terhadap aturan ini pun baru dilakukan Pemprov DKI berdasarkan masukan dari masyarakat.
"Kalau ada masukan dari masyarakat untuk dikaji suatu regulasi, ya kami kaji apakah ini masih sesuai, apakah masih dibutuhkan," tuturnya.
Sebelumnya, Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) ancam gelar aksi demonstrasi bila permintaan audiensi kepada Pemprov DKI Jakarta tak digubris.
Sebagai informasi, perwakilan KRMP telah mengirimkan surat permintaan audiensi kepada Pemprov DKI Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Surat permintaan audiensi ini telah diserahkan ke kantor Gubernur Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta sekira pukul 10.30 WIB.
Baca juga: Sirkuit Formula E Tampak Tak Terurus, PDIP: FEO Pulang Bangga Berhasil Perdaya Pemprov
Di mana, tujuan dari permintaan audiensi ini untuk menuntaskan dan menagih janji orang nomor satu di DKI Jakarta agar segera mencabut Peraturan Gubernur Nomor 207 tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Perwakilan KRMP, Jihan Fauziah Hamdi berharap pada Kamis pekan depan atau pada tanggal 11 Agustus 2022, audiensi telah dilakukan.
"Yang pasti, yang kami minta audiensinya kami jadwalkan di Kamis depan," ucapnya di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (3/8/2022).
Ia pun mengancam bakal menggelar aksi unjuk rasa bila pada pekan depan tak jua diaudiensi.
"Kalau tidak ada respon setelah kami follow up, kami bisa jadi rencanakan aksi untuk menuntut adanya pencabutan Pergub ini karena hal ini bukan hal yang dapat dianggap sebelah mata atau diremehkan karena warga Jakarta lagi-lagi kehilangan rumahnya tanpa prosedur dan Pergub ini sangat bermasalah gitu," pungkasnya.
Tagih Janji Anies untuk Cabut Pergub DKI 207/2016

Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) kirimkan surat permintaan audiensi kepada Pemprov DKI Jakarta, Kamis (4/8/2022).
Pantauan TribunJakarta.com, surat permintaan audiensi ini telah diserahkan ke kantor Gubernur Anies Baswedan di Balai Kota DKI Jakarta sekira pukul 10.30 WIB.
Di mana, tujuan dari permintaan audiensi ini untuk menuntaskan dan menagih janji orang nomor satu di DKI Jakarta agar segera mencabut Peraturan Gubernur Nomor 207 tahun 2016 tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Perwakilan KRMP, Jihan Fauziah Hamdi menuturkan pada 10 Februari 2022 lalu, KRMP telah mengirimkan Surat Nomor : 01/SK.KRMP/II/2022 perihal Permohonan Pencabutan Pergub DKI 207/2016.
Baca juga: Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan Cabut Izin Reklamasi Cuma Gimik
Kemudian pada 6 April 2022, KRMP telah melakukan audiensi dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang dihadiri langsung oleh Anies, Asisten Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta, Kepala Biro Pemerintahan Sekretaris Daerah Provinsi DKI Jakarta dan dan Tim Gubernur untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Pemerintah Provinsi DKI.
Kata Jihan, di pertemuan tanggal 6 April 2022 tersebut menghasilkan kesimpulan dan kesepakatan bahwa Pemprov DKI Jakarta akan melakukan review dan membahas Pergub DKI 207/2016 bersama dengan biro hukum Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan KRMP, serta melakukan moratorium pelaksanaan upaya penggusuran paksa sampai dengan ada keputusan terkait Pergub DKI 207/2016 diputuskan.
"Sudah dua kali dilakukan (audiensi), yang pertama dengan biro hukum TGUPP dan juga Aspem. Kemudian kami meminta langsung untuk ketemu dengan Pak Anies. Kemudian dijadwalkanlah di 6 April itu rapat pimpinan bersama Pak Anies. Nah dari pertemuan itu makanya muncullah berita acara bahwa pihak gubernur dan Pemprov akan mencabut ini dan akan memproses gitu setelah kami melakukan audiensi," jelasnya di lokasi.
Namun, hingga saat ini belum ada tanggapan maupun tindakan faktual yang dilakukan oleh Pemprov DKI Jakarta atas Pencabutan Pergub DKI 207/2016.
Sehingga KRMP mengirimkan kembali surat permintaan audiensi kepada Pemprov DKI Jakarta.
"Belum jelas (keputusannya) Bahkan sebenarnya yg menjadi catatan kami kan sebenarnya ada satu poin dari berita acara ada moratorium untuk digunakan pergub ini, tapi yg terjadi di Pancoran itu setelah adanya berita acara dari pihak camat Pancoran malah mengeluarkan undangan sosialisasi," pungkasnya.
Sebagai informasi, Koalisi Rakyat Menolak Penggusuran (KRMP) sempat mencatat lima alasan pencabutan Pergub 207/2016 Tentang Penertiban Pemakaian/Penguasaan Tanah Tanpa Izin yang Berhak.
Pasalnya, Pergub yang dikeluarkan pada era Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok tersebut melegalkan penggusuran paksa yang tidak sesuai dengan standar HAM, dan mengakibatkan penggusuran bisa dilakukan disejumlah tempat dan masuk dalam kategori sah atau legal.
Berikut 5 alasan mereka menuntut Pergub 207/2016 dicabut, diantaranya sebagai berikut:
- Mayoritas penggusuran dilakukan tanpa musyawarah dengan penggunaan aparat tidak berwenang seperti TNI, adanya intimidasi dan kekerasan, pembangkangan terhadap upaya hukum, hingga pelanggaran hak masyarakat untuk memperoleh hak atas tanah.
"Hal ini tidak hanya berimbas hilangnya hunian, penggusuran juga mengancaman keselamatan jiwa, kesehatan serta hilangnya akses terhadap makanan, pendidikan, perawatan kesehatan bahkan pekerjaan dan peluang mencari matu pencaharian lainnya," isi keterangan tertulis dari KRMP.
- Adanya sengketa/konflik lahan dengan pihak korporasi dan pemerintah yang memiliki akses luas terhadap hukum, berhadapan dengan masyarakat miskin kota yang termarjinalkan. Dalam implementasinya, alih-alih melakukan inventarisasi, evaluasi, dan penertiban aset korporasi yang ditelantarkan, Pemerintah justru menitik beratkan penertiban kepada masyarakat yang tidak memiliki akses terhadap hak atas tanahnya. Sehingga menjadi jelas bahwa Pergub DKI 207/2016 ini berlawanan dengan Undang-Undang Pokok Agraria dan semangat Reforma Agraria;
- Pergub DKI 207/2016 menjadi bentuk penggunaan kekuasaan dalam penyelesaian konflik alih-alih menempuh prosedur hukum dan hak asasi manusia.
"Hal ini dapat dilihat bahwa peraturan tersebut tidak mensyaratkan adanya musyawarah yang berimbang dan prosedurprosedur lain sesuai ketentuan Komentar Umum No. 7 Kovenan Hak Ekosob. Bahkan peraturan tersebut tidak memberikan kesempatan kepada warga untuk dapat menguji hak kepemilikan tanah melalui forum pengadilan, padahal ketentuan hukum perdata di Indonesia mensyaratkan hal tersebut harus dilakukan dalam penyelesaian sengketa lahan," lanjut isi KRMP.
- Selain melanggar UU TNI, Pergub DKI 207/2016 telah melanggar ketentuan pada Kovenan Ekosob karena tidak memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan terhadap hak atas perumahan dengan membenarkan tindakan penggusuran paksa, UU 48/200 tentang Kekuasaan Kehakiman karena penggusuran paksa dapat dilakukan tanpa melalui proses pembuktian kepemilikan di Pengadilan, serta UU 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah karena bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, kepentingan umum, dan/atau kesusilaan;
- Pergub DKI 207/2016 juga telah melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, sebab tidak adanya kepastian hukum dalam proses pembuktian kepemilikan dalam hal terjadi sengketa tanah, terlanggarnya asas kemanfaatan karena melegitimasi penggusuran paksa dan membuka ruang bagi penggunaan kekerasan oleh aparat maupun pihak ketiga yang tidak memiliki kepentingan dan kewenangan, serta melanggar asas ketidakberpihakan karena hanya melihat dari sudut pandang pemohon penerbitan dan sama sekali tidak membuka ruang bagi warga yang terdampak untuk membela diri dan kepentingannya.