BKD Bantah Ada Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI, PDIP Enteng: Kayak Kentut, Mana Ada yang Mau Ngaku
Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menanggapi pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Maria Qibtya soal jual beli jabatan
Penulis: Dionisius Arya Bima Suci | Editor: Satrio Sarwo Trengginas
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Dionisius Arya Bima Suci
TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Ketua Fraksi PDIP DPRD DKI Gembong Warsono menanggapi pernyataan Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) DKI Maria Qibtya yang membantah adanya jual beli jabatan di jajaran Pemprov DKI.
Anggota Komisi A DPRD DKI ini pun memaklumi pernyataan tersebut, sebab orang yang terlibat dalam proses jual beli jabatan tersebut tak mungkin melapor dan membongkar aibnya sendiri.
"Kalau jual beli jabatan mana ada yang berani bersuara, ada tetapi enggak bersuara. Kalau bahasa guyon saya seperti kentut, kalau orang kentut kan mana ada yang mau ngaku, cuma kebauan doang kan," ucapnya saat dikonfirmasi, Kamis (25/8/2022).
Politikus senior PDIP ini pun mengklaim mendapat banyak pengaduan terkait praktek jual beli jabatan di tubuh Pemprov DKI Jakarta ini.
Laporan tersebut diterima dari masyarakat, termasuk aparatur sipil negara (ASN) DKI yang mendadak dicopot atau dimutasi dari jabatannya.
Baca juga: PDIP Blak-blakan Ungkap Praktik Jual Beli Jabatan, Anak Buah Anies: Kalau Ada Bukti Laporkan!
Gembong pun menyoroti kinerja Inspektorat DKI yang seharusnya langsung menelusuri informasi meski belum ada laporan yang disampaikan ke BKD DKI.
Terlebih, informasi ini disampaikan Gembong saat rapat Komisi A DPRD DKI bersama dengan Asisten Pemerintah Setda DKI, BKD, dan para wali kota.
"Jadi seharusnya ketika ada informasi seperti itu, Inspektorat melakukan penelusuran terhadap informasi yang kami sampaikan," ujarnya.
Baca juga: Soal Praktik Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI, Ini Pengakuan Anak Buah Anies Baswedan
Oleh karena itu, Gembong mendorong agar DPRD DKI Jakarta membentuk panitia khusus (Pansus) Kepegawaian untuk menelusuri dugaan praktek jual beli jabatan ini.
"Kemarin yang kayak gini kan bukan rahasia umum, tetapi akhir-akhir ini makin nyaring desas-desus itu," tuturnya.
"Karena nyaring banget saya suarakan untuk membuktikan itu maka langkah yang harus dilakukan DPRD adalah membentuk panitia khusus tentang kepegawaian agar lebih komprehensif penanganannya," sambungnya.
Baca juga: Begini Respons Wagub DKI soal Praktik Jual Beli Jabatan hingga Ratusan Juta di Pemprov DKI
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDI-Perjuangan DPRD DKI Jakarta Gembong Warsono buka-bukaan soal praktik jual beli jabatan di lingkungan Pemprov DKI Jakarta.
Pasalnya, jual beli jabatan ini terjadi di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
"Di akhir masa jabatan gubernur saya mendengar banyak persoalan ASN, kita dalam penempatan jual beli jabatan. Sudah beberapa oknum saya temukan," ujarnya, Rabu (24/8/2022).
Baca juga: Soal Praktik Jual Beli Jabatan di Pemprov DKI, Ini Pengakuan Anak Buah Anies Baswedan
Jual beli jabatan ini pun diakuinya bervariasi, mulai dari lurah, camat, hingga satuan kerja perangkat daerah (SKPD).
Untuk pergeseran, lanjut Gembong, biaya yang dikeluarkan seseorang mencapai Rp 60 juta.
"Jabatan lurah berpuluh-puluh tahun tidak bisa diisi karena takdir menarik jual beli jabatan. Saya sudah berapa kali sudah berapa oknum saya temukan. Orang itu berani mengatakan hanya untuk digeser ke naik sedikit saja minta Rp60 juta," lanjutnya.
Pergeseran posisi ini dicontohkannya seperti kepala sub seksi menjadi kepala seksi dalam eselon yang sama.
Kemudian, untuk posisi lurah dibandrol dengan besaran Rp100 juta. Sementara untuk posisi camat dibandrol dengan besaran Rp200 juta sampai Rp250 juta.
"Ada Rp300 juta, macam-macam lah, ada Rp200 juta ada Rp60 juta, macam-macam lah. Ya Rp250 juta," ungkapnya.
Bahkan di era kepemimpinan Anies, praktik ini kian marak terjadi.
"Iya iya betul (banyak di era Anies), karena tangannya banyak. Sekarang yang ikut campur jadi lebih banyak. Artinya gini, Anies punya tim yang begitu banyak," pungkasnya.