Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Temuan Komnas HAM Soal Pelecehan Istri Ferdy Sambo Tak Berarti? Mantan Jenderal Beberkan Analisanya
"Komnas HAM mohon maaf ya, melewati garis. Itu kebablasan." ucap pensiunan bintang 3 kritik peran Komnas HAM di kasus kematian Brigadir J.
Penulis: Rr Dewi Kartika H | Editor: Siti Nawiroh
TRIBUNJAKARTA.COM - Komnas HAM sudah terlalu kebablasan dalam menangani kasus pembunuhan Brigadir J? Mantan Jenderal Bintang 3 ini membeberkan pandangannya.
Sekedar informasi, pada Kamis (1/9/2022), Komnas HAM menyampaikan sejumlah rekomendasi terkait pembunuhan Brigadir J.
Dari hasil penyelidikan independen Komnas HAM, terdapat lima poin kesimpulan.
1.Telah terjadi peristiwa kematian Brigadir J pada 8 Juli 2022 di rumah dinas eks Kadiv Propam di Duren Tiga Nomor 46 Jakarta Selatan
2. Peristiwa pembunuhan Brigadir J dikategorikan sebagai tindakan Extra Judicial Killing
Baca juga: Foto Brigadir J Usai Tewas Akhirnya Diperlihatkan, Komnas HAM Patahkan Tudingan Kamaruddin Soal Ini
3. Berdasarkan hasil autopsi pertama dan kedua ditemukan fakta tidak adanya penyiksaan terhadap Brigadir J, melainkan luka tembak.
4. Terdapat dugaan kuat terjadinya peristiwa Kekerasan Seksual yang dilakukan oleh Brigadir J kepada Sdri. PC di Magelang tanggal 7 Juli 2022
5. Terjadinya Obstruction of Justice dalam penanganan dan pengungkapan peristiwa kematian Brigadir J.

Hadir di acara Apa Kabar TV One, Mantan Kabareskrim, Komjen Pol (Purn) Susno Duadji menilai Komnas HAM sudah kebablasan.
Ia menilai Komnas HAM telah melampui batas tupoksi lembaganya sendiri.
"Komnas HAM ini dia tugasnya apa sih? dia hanya menyelidiki ada atau tidak pelanggaran HAM berat dalam kasus ini," ucap Susno Duadji.
"Kalau tidak ada pelanggaran HAM berat ya sudah lepas libat, itu tugasnya polisi menyelidiki,"
"Kasihan polisi yang sudah berhasil, jangan kacaukan lagi, jangan dibuat kegaduhan," imbuhnya.
Menurut Susno Duadji seharusnya Komnas HAM tak menyimpulkan tak ada penganiayaan berdasarkan hasil autopsi kedua Brigadir J.
Susno Duadji menilai yang melakukan hal tersebut adalah penyidik.
"Ini bikin gaduh, apalagi mengambil kesimpulan tidak terdapat penyiksaan, penganiayaan." kata Susno Duadji.
"Dari mana? dari visum? apa visum bunyinya begitu? visum itu bunyinya ada luka tembak, luka lecet, luka benda tumpul."
"Nanti yang menyimpulkan itu penyidik polri," imbuhnya.
Lebih lanjut, Susno Duadji mengkritik rekomendasi Komnas HAM terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan Brigadir J terhadap istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi di Magelang, Jawa Tengah.
Ia mempertanyakan dasar pertimbangan Komnas HAM menyimpulkan adanya dugaan pelecehan seksual tersebut.
Baca juga: Meski Dilirik Tajam Ferdy Sambo, Bukan Kemauan Bharada E Perannya Diganti saat Rekonstruksi
"Pertama pelecehan seksual kan sudah dihentikan, dihentikannya itu bukan karena tersangkanya meninggal." ujar Susno Duadji.
"Kapolri sendiri yang menyatakan dalam forum resmi DPR menyatakan tidak ada pidana."
"Komnas HAM mohon maaf ya, melewati garis. Itu kebablasan." tegasnya.

Susno Duadji mempertanyakan sumber atau landasan Komnas HAM dapat mengatakan pelecehan seksual Putri Candrawathi diduga kuat terjadi.
"Keterangan yang didapat Komnas HAM itu dari siapa? Brigadir Yoshua sudah meninggal kok. Enggak bisa dicocokkan." kata Susno Duadji.
"Ada keterangan saksi pun dari segerombolan orang yang sama, posisi mereka sama-sama tersangka."
"Jadi apapun yang diperbuat mereka tidak bisa dicocokkan," imbuhnya.
Lebih lanjut, Susno Duadji pun menganggap rekomendasi Komnas HAM ini dibentuk berdasarkan keterangan saksi.
Sehingga menurutnya tidak cukup untuk menjadikan Polri menindaklanjuti rekomendasi Komnas HAM tersebut.
"Komnas HAM hanya mengutip saksi. Saksi yang jumlahnya berapa mau seribu atau sejuta, nggak ada gunanya. Sama saja bohong," katanya.
Lalu, Susno Duadji menganggap rekomendasi Komnas HAM yang disimpulkan dari keterangan saksi adalah cara yang salah terkait kasus dugaan pelecehan seksual kepada Putri Candrawathi.
"Kalau itu (keterangan saksi) yang dimasukkan yang memperkuat dugaan (pelecehan seksual) Komnas HAM, itu namanya ngawur," ujarnya.
Pandangan Pakar
Pakar psikologi forensik dan pemerhati kepolisian Reza Indragiri Amriel menilai temuan Komnas HAM terkait pelecehan seksual terhadap istri Ferdy Sambo tidak mungkin ditindaklanjuti sebagai kasus hukum.
Sebabnya, Indonesia tidak mengenal posthumous trial atau persidangan yang digelar setelah terdakwa meninggal dunia.
Oleh karenanya, dalam kasus ini, mendiang Brigadir J tidak mungkin bisa membela diri atas tuduhan Komnas HAM.
"Jadi, mendiang Brigadir J justru terabadikan dalam stigma belaka, bahwa ia adalah orang yang sudah diduga kuat oleh Komnas sebagai pelaku kekerasan seksual," ucap Reza.
Demikian juga dengan Putri Candrawathi.
Baca juga: Bukan Cuma Bharada E, Komnas HAM Ungkap Dugaan Temuan Pelaku Lain yang Eksekusi Brigadir J
Menurut Reza Indragiri, betapa pun Putri Candrawathi mengeklaim sebagai korban kekerasan seksual dan Komnas HAM mengamininya, tetap tidak mungkin dia menerima hak-hak sebagai korban.
Pasalnya, UU mengharuskan adanya vonis bersalah terhadap pelaku agar Putri Candrawathi bisa mendapat restitusi dan kompensasi.
Sementara, vonis tak mungkin dijatuhkan jika persidangannya saja tidak bisa digelar.
Reza Indragiri lalu menambahkan temuan Komnas HAM sangat membuat pihak Brigadir J merana.
Pasalnya meski sudah tiada, Brigadir J masih harus menanggung tudingan pelaku pelecehan seksual.
"Dari situlah kita bisa takaran dalam tragedi Duren Tiga berdarah, pernyataan atau simpulan Komnas punya implikasi merugikan sekaligus menyedihkan bagi mendiang Brigadir J, namun menguntungkan PC," kata Reza.
Sebelumnya, di awal terungkapnya kasus kematian Brigadir J, Putri Candrawathi melaporkan pria asal Jambi itu atas dugaan pelecehan seksual.
Dalam laporannya, Putri Candrawathi mengaku mengalami pelecehan seksual di rumah dinas Ferdy Sambo di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Baca juga: Putri Candrawathi Istimewa? Sosok Ini Sebut Adegan Mesra Ferdy Sambo di Rekonstruksi Kecolongan
Peristiwa itu mulanya juga disebut menjadi pemicu baku tembak antara Brigadir J dan Richard Eliezer atau Bharada E.
Sempat naik ke tahap penyidikan, pada Jumat (12/8/2022), polisi menghentikan penanganan laporan Putri.
Polisi memastikan bahwa tak ada pelecehan yang dilakukan Brigadir J terhadap Putri sesaat sebelum kematiannya.
"Kita hentikan penyidikannya karena tidak ditemukan peristiwa pidana. Bukan merupakan peristiwa pidana," kata Direktur Tindak Pidana Umum (Dirtipidum) Bareskrim Brigjen Andi Rian Djajadi dalam jumpa pers di Mabes Polri, Jakarta, Jumat (12/8/2022).
Polisi juga memastikan Brigadir J tewas setelah ditembak oleh Bharada E atas perintah Ferdy Sambo.