Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak
Ferdy Sambo Mungkin Alami Kejiwaan, Ahli Singgung Soal Kriminal Berklasifikasi Sangat Berbahaya
Irjen Ferdy Sambo mungkin mengalami masalah kejiwaan. Ahli menyinggung soal kriminal berklasifikasi sangat berbahaya.
TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Mantan Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo mungkin saja mengalami kejiwaan. Jika itu benar, tepat jika Ferdy Sambo disebut kriminal berklasifikasi sangat berbahaya.
Tempo hari Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengatakan, Ferdy Sambo secara psikologis merasa percaya diri mampu merekayasa kasus pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yoshua Hutabarat.
Brigadir J sebagai ajudan sudah mengabdi kepada Ferdy Sambo sejak 2019 sampai tewas ditembak di rumah dinas Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Dari hasil rekonstruksi, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu adalah orang pertama yang menembak Brigadir J. Kemudian, Ferdy Sambo ikut menembak. Namun, versi Ferdy Sambo membantah itu.
"Dengan memiliki kekuasaan yang besar itu, FS secara psikologis merasa bisa merekayasa kasus pembunuhan Yoshua dan tidak khawatir akan terbongkar," kata Taufan, Kamis (15/9/2022).
Baca juga: Misteri Siapa Sosok Ayah Ferdy Sambo? Kamaruddin Sebut Pensiunan Polisi, Sosok Ini Tak Mengakui
Menurut dia, berbekal kekuasaan sebagai Kadiv Propam Polri, Ferdy Sambo normal dan sadar membuat skenario dan memuluskan rencana kejinya terhadap Brigadir J.
Akibat skenario jahatnya tersebut, banyak anak buah Ferdy Sambo di Propam Polri, Polda Metro Jaya dan Polres Jakarta Selatan ikut membantu.
"Itulah gambaran psikologi kekuasaan di alam diri FS, jadi bukan (gangguan kejiwaan dengan) istilah psikopat," sambung Ahmad Taufan Damanik.

Apa yang dilakukan Ferdy Sambo dengan kekuasaannya ini masuk kategori abuse of power. Sebab, ia leluasa menggerakan tidak hanya unit di bawah Kadiv Propam terlibat obstruction of justice.
"Termasuk staf ahli Kapolri," kata dia.
Inilah yang menjadi dasar Komnas HAM menyimpulkan adanya extrajudicial killing dalam proses pembunuhan Brigadir J. Di mana Ferdy Sambo membunuh orang dengan menggunakan seluruh kekuasaannya.
Dengan kekuasaan besarnya, lanjut Ahmad Taufan Damanik, Ferdy Sambo melakukan obstruction of justice: dari menyusun skenario, membuat alibi, membuat disinformasi, merusak TKP, barang bukti dan lain sebagainya.
Ahli Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menilai pernyataan Ketua Komnas HAM yang menduga Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan bisa kontraproduktif dalam penuntasan kasus pembunuhan Brigadir J.
“Pernyataan Komnas HAM bisa kontraproduktif,” ucap Reza Indragiri Amriel seperti dilansir Kompas TV pada Kamis (15/9/2022).
Baca juga: 2 Berkas Perkara Ferdy Sambo Berpotensi Jadi Satu Dakwaan, Publik Tegas Minta Hukuman Mati
Riset mutakhir menunjukkan psikopati bukan berakar sebatas pada dimensi perilaku atau pun kepribadian, tapi ada bagian otak yang memang berbeda dari orang-orang nonpsikopat.
“Bagian otak itu, tanpa direkayasa, tidak bereaksi ketika diperlihatkan gambar atau tayangan kejam. Jadi, dengan kondisi otak dari sananya yang memang sudah seperti itu, mereka memang tunaperasaan,” jelas Reza Indragiri Amriel.
“Karena menjadi psikopat ternyata bisa dipahami sebagai sesuatu yang terkodratkan, kondisi psikopati malah bisa dipakai sebagai salah satu bahan pembelaan diri,” imbuh dia.
Reza Indragiri Amriel menjelaskan, mungkin saja ada dugaan Ferdy Sambo memiliki masalah kejiwaan. Tapi Ferdy Sambo tidak bisa sembunyi di balik Pasal 44 KUHP.
Pasal 44 KUHP berbunyi, "orang yang melakukan suatu perbuatan sedangkan pada saat melakukan perbuatan orang tersebut menderita sakit berubah akalnya atau gila, maka perbuatan tersebut tidak dapat dimintakan pertanggungjawaban kepadanya dan orang tersebut tidak dapat dihukum."

“Masalah kejiwaan pada diri FS mungkin saja. Tapi bukan masalah kejiwaan yang membuat FS bisa memanfaatkan layanan pasal 44 KUHP,” terang dia.
Reza Indrahgiri Amriel melanjutkan, apalagi kalau masalah kejiwaan yang dimaksud adalah psikopati atau gangguan kepribadian antisosial seperti disampaikan Komnas HAM.
Jika begitu, maka tepatlah Ferdy Sambo disebut sebagai kriminal dengan klasifikasi sangat berbahaya.
“Dia, sebagai psikopat, memiliki kepribadian Machiavellinisme yang diistilahkan sebagai Dark Triad: manipulatif, pengeksploitasi, dan penuh tipu muslihat,” ujar Reza.
Psikopat yang melakukan tindakan kriminal justru harus dimasukkan ke penjara dengan level keamanan yang tinggi.
“Penjaranya dengan level keamanan supermaksimum. Petugas penjaga jangan staf biasa. Harus staf yang juga cerdas, berintegritas, dan punya jam terbang tinggi," ucap Reza Indragiri Amriel.
Bantah Lindungi Ferdy Sambo
Komnas HAM sempat membuat kontroversi dengan menyebut Putri Candrawathi, istri Ferdy Sambo, menjadi korban dugaan pelecehan seksual.
Sehingga ini dinilai banyak orang bisa menjadi alasan Ferdy Sambo membunuh Brigadir J tanpa proses hukum.
Sementara itu jauh-jauh hari Timsus Polri sudah memastikan tidak ada dugaan pelecehan seksual tersebut, sehingga laporan Putri Candrawathi dihentikan.
Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan menjelaskan, dalam laporan soal adanya dugaan pelecehan seksual yang dialami Putri Candrawathi sudah sangat jelas.
"Kalau kami melindungi Sambo, masak (mana boleh) kami menyimpulkan extra judicial killing dan obstruction of justice, yang kedua simpulan ini kami firmed (kokoh), tidak pakai dugaan," kata Ahmad Taufan Damanik kepada Kompas.com.
Kesimpulan Komnas HAM justru alert agar penyidik serius menangani kejahatan yang dilakukan Ferdy Sambo dan kawan-kawan. Dengan kesimpulan itu pula, Komnas HAM mengarahkan hakim untuk menghukum berat Ferdy Sambo karena melakukan extra judicial killing dan obstruction of justice.
Artikel ini disarikan dari Kompas Tv dengan judul Komnas HAM Sebut Ferdy Sambo Miliki Masalah Kejiwaan, Ahli: Bukan Berarti Tidak Dapat Dihukum; Komnas HAM Menduga Psikologis Ferdy Sambo Merasa Bisa Merekayasa Kasus, Ahli: Bisa Kontraproduktif; Komnas HAM: Dengan Kekuasaannya, Ferdy Sambo Merasa Bisa Rekayasa Kematian Brigadir J