Sisi Lain Metropolitan

Ironi Kakek 90 Tahun Ngamen di Jakarta: Muda Perang Lawan Belanda, Masa Tua Terpisah dari Anak Cucu

Sejak masih remaja hingga saat ini usianya menginjak 90 tahun, Ebes, begitu dia disapa di kawasan Jalan Sabang, Jakarta Pusat masih terus berjuang

Elga Hikari Putra/TribunJakarta.com
Jusuf Sunardi alias Ebes (kanan), pengamen berusia 90 tahun yang terpisahkan jauh dengan anak dan cucunya. 

Laporan Wartawan TribunJakarta.com Elga Hikari Putra

TRIBUNJAKARTA.COM, GAMBIR - Berusia nyaris 100 tahun, Jusuf Sunardi tak pernah berhenti berjuang.

Sejak masih remaja hingga saat ini usianya menginjak 90 tahun, Ebes, begitu dia disapa di kawasan Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat masih terus berjuang setiap harinya.

Ebes adalah kakek yang mengamen di Jalan Sabang setiap malamnya.

Bersama sejumlah musisi jalanan yang masih pada muda, Ebes mengamen di sepanjang Jalan Sabang yang terkenal dengan pusat kuliner malamnya.

Ebes bertindak sebagai vokalis.

Baca juga: Kisah Kakek Jusuf Usia 90 Tahun Ngamen di Jalan Sabang, Berharap Bertemu Cucu dan Cicit di Maluku

Meski sudah nyaris berusia satu abad, suara Ebes masih terdengar cukup merdu.

Sejumlah lagu-lagu lawas kuat dia nyanyikan di sepanjang malam selagi ada yang memberi uang.

"Asal ada yang nyawer, sampai pagi juga kuat," kata Ebes saat berbincang dengan TribunJakarta.com di Jalan Sabang, Rabu (11/1/2023) lalu.

Meski sudah berusia lanjut, Ebes masih begitu mengingat perjalanan hidupnya.

Dia mengatakan lahir pada 15 Agustus 1932 di Semarang, Jawa Tengah.

"Jadi usia sekarang sudah 90 tahun," kata Ebes sembari menceritakan kehidupan masa mudanya.

Ebes mengatakan dirinya ikut terlibat ketiga agresi militer II dilakukan Belanda ke Indonesia pada tahun 1948.

"Waktu itu bukan perang merebut kemerdekaan, tapi mempertahankan kemerdekaan," ujar Ebes dengan semangat.

Setelah Belanda berhasil diusir dari Indonesia dan Ebes tumbuh menjadi dewasa, ia memberanikan diri merantau ke Jakarta pada tahun 1963.

Namun dia hanya tujuh tahun di Jakarta karena pada tahun 1970  Ebes mengikuti program transmigrasi yang digencarkan pemerintahan Orde Baru.

Saat itu, Ebes bertransmigrasi ke Maluku.

Di Maluku, Ebes bekerja sebagai petani dan sampai memiliki cucu.

Saya di Maluku tinggal di Pulau Seram, namanya Desa Waihatu Kecamatan Kairatu Seram bagian Barat," papar kakek Jusuf begitu mendetail.

Barulah setelah tahun 2000-an, Ebes dan istrinya memutuskan pulang ke Pulau Jawa.

Saat itu dia menetap di kampung halaman sang istri di Kebumen, Jawa Tengah.

Namun sayang tak lama kemudian sang istri wafat.

Ebes pun kemudian memilih kembali merantau ke Jakarta ketimbang ke Maluku bersama anak dan cucunya.

Bagi Ebes, menyanyi adalah hobinya sejak lama.

Bahkan, ia mengaku pernah menjadi bintang radio jenis aliran musik keroncong pada tahun 1957 silam.

Sebatang Kara di Ibu Kota

Di Jakarta, Ebes bertahan hidup dengan menjadi pengamen di kawasan Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Dia tergabung dengan sejumlah musisi jalanan Sound of Sabang yang tiap harinya mengamen di kawasan itu.

Komaru, salah satu musisi jalanan di Jalan Sabang sudah menganggap Ebes seperti orangtuanya sendiri.

Kakek Jusuf saat mengamen bersama sejumlah musisi jalanan di Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).
Kakek Jusuf saat mengamen bersama sejumlah musisi jalanan di Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023). (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)

Dia dan para rekan-rekannya sesama musisi di sana selalu mengajak Ebes untuk mencari nafkah tiap malamnya.

"Dia sudah seperti keluarga sendiri," kata Komaru.

Baca juga: Es Cendol Elizabeth Pak Sayidi Nan Legendaris di Jalan Sabang, Jajanan Murah Meriah Sejak 1968

Meski mengamen di Jalan Sabang hampir setiap malamnya, rupanya Ebes tak tinggal di Jakarta.

Ia memilih mengontrak di kawasan Citayam, Depok, Jawa Barat yang jaraknya cukup jauh dari Jalan Sabang yang berada di pusat kota Jakarta.

Ebes biasanya datang dari Citayam ke kawasan Menteng menggunakan commuter line pada sore hari.

Dia lantas baru pulang ke Citayam pada esok pagi lantaran operasional commuter line tak 24 jam.

"Enakan di sana (Citayam) karena suasananya tenang," kata kakek Jusuf sambil menyebut biaya sewa kontrakannya sebesar Rp 350 ribu per bulannya.

Ingin Bisa Bertemu Cucu

Di usia tuanya, Ebes pun mengungkapkan hasratnya yakni ingin bertemu dengan cucu dan cicitnya yang saat ini tinggal di Maluku.

Kakek Jusuf kemudian menyebutkan nama anak dan cucunya.

Tiga anak kakek Jusuf yakni Susilo, Harun Ar rasyid dan Tutur Wiguno.

Kakek Jusuf saat mengamen bersama sejumlah musisi jalanan di Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023).
Kakek Jusuf saat mengamen bersama sejumlah musisi jalanan di Jalan Sabang, Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (11/1/2023). (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)

Sedangkan nama cucunya, kakek Jusuf menyebut ada Hamsah, Ramli, Uston dan Ismail.

"Mungkin sekarang cucu saya itu sudah punya anak semuanya dan saya diberi kesempatan untuk menggendong cicit saya," ujar Ebes.

Baca juga: Baru-baru Ini ASN di Jalan Sabang Jadi Korban Jambret, Karyawan Restoran: Sudah Sering Terjadi

Ebes menuturkan dirinya memang lebih ingin bertemu dengan cucu dan cicitnya ketimbang dengan sang anak.

Pasalnya, ia menyebut anak-anak Ebes sudah mengetahui jika dia mengamen di Jakarta.

Hal itu karena ada bekas tetangga Ebes di Maluku yang kerap menemuinya tiap kali datang ke Jakarta.

"Tetangga saya di Maluku dagang baju di sana (Maluku), dia belanjanya di Tanah Abang dan kalau ke Jakarta suka nemuin saya di sini.

Berarti kan anak saya tahu saya disini tapi enggak pernah ada komunikasi," ujar Eben.

Sebagai orangtua, Ebes berharap anak-anaknya mau menemuinya di hari tua.

"Harusnya anak saya yang nemuin saya, bukan saya yang nemuin mereka," ujar Ebes menutup pembicaraan.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved