Ajudan Jenderal Ferdy Sambo Ditembak

Richard Eliezer Berhak Dapat Keringanan Hukuman, Kuasa Hukum: Bisa Bharada Tolak Perintah Jenderal?

Kuasa hukum Keluarga Brigadir J, Martin Lukas Simanjuntak, mengatakan Richard Eliezer atau Bharada E berhak mendapatkan keringanan hukuman.

Kompas TV
Terdakwa pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada E atau Richard Eliezer Pudihang Lumiu dituntun 12 tahun penjara. 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Kuasa hukum Keluarga Nofriansyah Yosua Hutabarat, Martin Lukas Simanjuntak, mengatakan Richard Eliezer atau Bharada E berhak mendapatkan keringanan hukuman.

Diketahui Bharada E dituntut sebelumnya 12 tahun penjara dalam kasus pembunuhan berencana terhadap Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.

Merujuk perkataan Profesor Hibnu Nugroho, pakar hukum Pidana Universitas Jenderal Soedirman, Martin mengatakan, seorang jaksa mewakili negara menuntut keadilan untuk para korban dan keluarganya.

Dalam hal ini, pihak keluarga Brigadir J telah memaafkan Richard Eliezer yang seharusnya menjadi dasar keringanan hukuman.

"Nah, sekarang keluarganya sudah memaafkan kok. Status Justice Collaborator (JC) juga sudah dipertimbangkan," kata Martin dikutip dari siaran KompasTV pada Senin (30/1/2023).

Baca juga: Tanggapi Pembelaan Bharada E dan Putri Candrawathi, Jaksa Bacakan Replik di Sidang Hari Ini

Martin mengaku tak mengerti alasan tuntutan Richard Eliezer dibandingkan dengan tuntutan yang diberikan kepada Ferdy Sambo.

"Kok, ini tuntutannya justru dibandingkan dengan Ferdy Sambo yang menurut jaksa dalam tuntutannya terbukti melakukan dua perbuatan yang digabungkan. Ini juga enggak nyambung," lanjutnya.

Richard, kata Martin, tidak bisa menafsir apa yang diperintah Ferdy Sambo.

Seorang prajurit dididik untuk menerima perintah atasan meski perintah atasan itu bertentangan dengan hati nuraninya.

"Harusnya Richard dilihat dari konteks Pasal 338 walaupun peristiwa tersebut adalah peristiwa Pasal 340," tambahnya.

Martin melanjutkan Richard tidak memberikan jawaban ya atau tidak ketika diperintah oleh Ferdy Sambo untuk membunuh Yosua.

Dia hanya bilang 'siap' dan berdoa di dalam kamar mandi beberapa kali.

Hal itu membuktikan, kata Martin, perintah Sambo terhadapnya bertentangan dengan hati nurani dia.

"Tapi apalah bisa seorang Bharada dua menolak perintah Jenderal bintang dua. Memang sama-sama dua tapi lambangnya beda," tambahnya.

Martin juga meyakini bahwa Richard menolak perintah Sambo pun, ajudan yang lain akan bersedia menembak Brigadir J karena setia terhadap Eks Kadiv Propam tersebut.

Perintah Sambo Sah

Kuasa hukum Richard Eliezer atau Bharada E, Ronny Talapessy mengatakan kliennya tidak bisa dipidana.

Richard menilai tuntutan jaksa tidak memenuhi rasa keadilan dan kemanfaatan.

Berdasarkan fakta persidangan, perintah yang diberikan kepada Richard Eliezer itu sah.

Terdakwa pembunuhan Brigadir J, Bharada E alias Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan Putri Candrawathi yakni 8 tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang hari ini, Rabu (18/1/2023).
Terdakwa pembunuhan Brigadir J, Bharada E alias Richard Eliezer dituntut 12 tahun penjara, lebih tinggi dari tuntutan Putri Candrawathi yakni 8 tahun penjara. Tuntutan itu dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam sidang hari ini, Rabu (18/1/2023). (YouTube Kompas TV)

"Kenapa? Karena background dia sebagai brimob di mana para militer kemudian dia ditugaskan ada surat tugasnya. Dia melihat bahwa perintah yang diberikan oleh Ferdy Sambo itu sah," kata Ronny seperti dilansir KompasTV pada Jumat (27/1/2023).

Richard Eliezer melihat tugasnya mendampingi Ferdy Sambo bukan saja sebagai sopir.

Baca juga: Putri Candrawathi Rindu Anaknya, Pilu Ibunda Brigadir J: Kenapa Yosua Tak Diberi Kesempatan Hidup?

Lebih dari itu, dia memiliki tanggung jawab untuk menjaga Ferdy Sambo dan keluarganya.

"Yang kedua, di dalam fakta persidangan tanggal 8 ketika Ferdy Sambo memberikan perintah itu dalam emosional marah, dia memakai uniform lengkap. Richard melihat itu adalah perintah yang sah," tambahnya.

Ronny melihat dalam perkara ini ada alasan penghapus pidana Pasal 51 ayat 1 terhadap Richard Eliezer.

"Jadi ini adalah bentuk pembelaan yang berdasarkan fakta-fakta persidangan yang terungkap di persidangan," pungkasnya.

Tidak bisa menolak

Dilansir Wartakota, terkait alasan jaksa bahwa Bharada E sebagai eksekutor atau pelaku utama, Ronny mengaku tidak sepakat dengan itu.

"Karena dia digerakkan dan ada yang menyuruh, jadi Richard Eliezer ini sebagai alat. Kalau bicara sebagai alat dia tidak bisa diminta pertanggungjawabannya," kata Ronny.

"Lalu di fakta persidangan terbukti Bharada E tidak punya niat jahat terhadap Yosua. Eliezer adalah orang terakhir yang dipanggil Sambo di Saguling, dan orang terakhir yang naik ke mobil menuju ke Duren Tiga," kata Ronny.

Ahli Mikro Ekspresi, Monica Kumalasari menyebut terdakwa pembunuhan Brigadir J, Bharada E alias Richard Eliezer semakin spontan saat mengeluarkan kesaksiannya di persidangan. Hal itu menurutnya berbanding terbalik dengan terdakwa pembunuhan Brigadir J yang lain, Ferdy Sambo.
Ahli Mikro Ekspresi, Monica Kumalasari menyebut terdakwa pembunuhan Brigadir J, Bharada E alias Richard Eliezer semakin spontan saat mengeluarkan kesaksiannya di persidangan. Hal itu menurutnya berbanding terbalik dengan terdakwa pembunuhan Brigadir J yang lain, Ferdy Sambo. (Kolase TribunJakarta)

Dalam posisi itu kata Ronny, Bharada E sebagai personel dengan pangkat paling rendah, tidak bisa punya kesempatan menolak dan memikirkan perintah tersebut.

"Dia itu dilatih sebagai seorang prajurut yang harus taat dalam menerima perintah," kata Ronny.

Baca juga: Putri Candrawathi Mohon ke Hakim Ingin Bertemu Anaknya, Rosti Simanjuntak: Hidupkan Kembali Yoshua!

Sidang tuntutan jaksa terhadap kelima terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J telah digelar sejak Senin (16/1/2023).

Terdakwa Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi dituntut jaksa 8 tahun penjara dan Ferdy Sambo dituntut penjara seumur hidup.

Sementara Bharada E dituntut 12 tahun penjara.

Bharada E dan Putri Candrawathi didakwa bersama tiga orang lain, yakni Ferdy Sambo, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf dengan Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, tentang pembunuhan berencana.

Dimana ancaman hukuman maksimalnya adalah pidana mati, seumur hidup atau penjara 20 tahun.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved