Dibeking Satgas 'Garang' Berisi Polri hingga BIN, Mahfud MD Siap Hadapi DPR Hari Ini Soal Rp 349 T

Di antara poin kesepakatan itu adalah pembetukan satgas yang di dalamnya berisi sejumlah penegak hukum dan pengawas.

Irwan Rismawan/Tribunnews.com
Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud MD (kedua kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kedua kanan) dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kanan) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup membahas penanganan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,87 triliun, di kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan tidak ada perbedaan data yang disampaikan Menko Polhukam sebagai Ketua Komite TPPU dengan yang disampaikan Menteri Keuangan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun dan selain itu, Komite TPPU akan membentuk tim gabungan atau satuan tugas (satgas) untuk menindaklanjuti transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). 

TRIBUNJAKARTA.COM - Mahfud MD selaku selaku Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) akan kembali berhadapan dengan Komisi III DPR RI hari ini, Selasa (11/4/2023).

Trasaksi janggal terkait dengan Kementerian Keuangan berjumlah agregat Rp 349 triliun akan menjadi bahasan pertemuan yang kedua kali itu.

Di lama dpr.go.id, rapat Komisi III dengan Komite TPPU diagendakan pukul 14.00 WIB.

Sebelumnya, Komite TPPU yang diwakili Ketua Mahfud MD dan Sekretaris yag juga Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Ivan Yustiavandana juga telah rapat dengar pendapat umum atau RDPU denga Komisi III pada Rabu (29/3/2023).

Saat itu, Mahfud MD dicecar tentang aliran dana sebesar Rp 349 triliun yang diungkapkannya ke publik.

Terlebih, pernyataan Mahfud MD soal aliran uang panas itu berbeda dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani.

Mahfud MD juga saat itu ditagih soal penindakan atas aliran uang yang masih belum terdeteksi orang di baliknya itu. 

Kini, Mahfud MD akan datang dengan persiapan lebih matang.

Baca juga: Mahfud MD Ditanya Mana Suaranya Soal Beredarnya Dokumen Bocor Perkara Korupsi ESDM yang Seret Firli

Sebelum agenda RDPU hari ini, Mahfud MD sudah berkonsolidasi dengan para penggawa Komite TPPU termasauk Sri Mulyani, Ivan Yustiavandana hingga Menko Perekonomian Airlangga Hartarto.

Sebanyak tujuh poin menjadi kesempatan rapat Komite TPPU kemarin, Senin (10/4/2023).

Di antara poin kesepakatan itu adalah pembetukan satgas yang di dalamnya berisi sejumlah penegak hukum dan pengawas dari Polri, Kejaksaan, Otoritas Jasa Keuangan (OJK), PPATK hingga Badan Intelijen Negara (BIN).

Satgas "garang" itu yang akan menjadi "beking" Mahfud MD berhadapan dengan para politikus di DPR hari ini.

7 Poin Kesepakatan

Sebagai informasi rapat Komite TPPU bertempat di Kantor PPATK, Jakarta, dihadiri  Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Ketua Komite TPPU) Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Wakil Ketua Komite TPUU) Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan (Anggota Komite TPPU) Sri Mulyani, Menteri Hukum dan HAM (Anggota Komite TPPU) Yasonna Laoly, Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, dan Ketua OJK (Anggota Komite TPPU) Mahendra Siregar.

"Pertemuan ini adalah rapat yang ke-5 yang dilakukan oleh komite (baik di tingkat pengarah maupun di tingkat pelaksana) setelah Ketua Komite dan Kepala PPATK mengadakan rapat dengan Komisi III DPR tanggal 29 Maret 2023 dan sebelumnya rapat Menteri Keuangan dengan Komisi XI DPR RI tanggal 27 Maret 2023," ujar Mahfud MD, dikutip dari YouTube Kompas TV, Senin (10/4/2023).

Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud MD (kedua kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kedua kanan) dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kanan) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup membahas penanganan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,87 triliun, di kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan tidak ada perbedaan data yang disampaikan Menko Polhukam sebagai Ketua Komite TPPU dengan yang disampaikan Menteri Keuangan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun dan selain itu, Komite TPPU akan membentuk tim gabungan atau satuan tugas (satgas) untuk menindaklanjuti transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
Menkopolhukam yang juga Ketua Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (Komite TPPU) Mahfud MD (kedua kiri) didampingi Menteri Keuangan Sri Mulyani (kiri), Kepala PPATK Ivan Yustiavandana (kedua kanan) dan Kabareskrim Komjen Pol Agus Andrianto (kanan) memberikan keterangan usai pertemuan tertutup membahas penanganan transaksi keuangan mencurigakan dengan nilai agregat Rp 349,87 triliun, di kantor PPATK, Jakarta, Senin (10/4/2023). Dalam keterangannya, Mahfud MD menegaskan tidak ada perbedaan data yang disampaikan Menko Polhukam sebagai Ketua Komite TPPU dengan yang disampaikan Menteri Keuangan terkait transaksi mencurigakan senilai Rp 349 triliun dan selain itu, Komite TPPU akan membentuk tim gabungan atau satuan tugas (satgas) untuk menindaklanjuti transaksi janggal Rp 349,87 triliun di Kementerian Keuangan (Kemenkeu). (Irwan Rismawan/Tribunnews.com)

Berikut tujuh poin hasil dari Pertemuan tersebut yang disampaikan oleh Mahfud MD:

1. Tidak ada perbedaan data antara yang disampaikan oleh Menko Polhukam sebagai ketua komite di komisi III DPR RI tanggal 29 Maret dengan yang disampaikan oleh ibu Menteri Keuangan di Komisi XI DPR RI tanggal 27 Maret 2023.

"Karena sumber data yang disampaikan sama, yaitu Data Agregat Laporan Hasil Analisis (LHA) PPATK tahun 2009-2023," ujarnya.

"Sekali lagi data agregat, data agregat itu uang keluar masuk, bukan seluruhnya. Terlihat berbeda karena cara klasifikasi dan penyajian datanya saja yang berbeda," tambahnya.

Dia menambahkan, keseluruhan LHA dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) yang mencapai 300 surat itu sama, dengan total nilai transaksi agregat senilai lebih dari Rp 349 triliun.

Kementrian Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam) mencantumkan semua LHA/LHP yang melibatkan pegawai Kementrian Keuangan, baik LHA/LHP yang dikirimkan ke Kemenkeu maupun LHA/LHP yang dikirimkan ke Aparat Penegak Hukum (APH) yang terkait dengan pegawai Kemenkeu dengan membaginya menjadi tiga klaster.

Sedangkan Kementrian Keuangan hanya mencantumkan LHA/LHP yang diterima, dan tidak mencantumkan LHA/LHP yang dikirimkan ke APH yang terkait dengan Kementrian Keuangan.

"Jadi ada yang ke Kementrian Keuangan, ada yang ke APH, nah ini tidak dicakup, itu saja bedanya," jelas Mahfud.

Baca juga: Cerita Mahfud MD Anaknya Dikasih Susu Karena Dianggap Miskin, Kontras dengan Anak Pejabat Flexing

2. Dari 300 LHA LHP yang diserahkan PPATK sejak tahun 2009 hingga tahun 2023 kepada Kementrian Keuangan maupun kepada aparat penegak hukum, sebagian sudah ditindaklanjuti, namun sebagian lainnya masih dalam proses penyelesaian, baik oleh Kementrian Keuangan maupun oleh APH.

3. Kementrian Keuangan sudah menyelesaikan sebagian besar LHA LHP yang terkait dengan tindakan administrasi terhadap pegawai atau Aparatur sipil Negara (ASN) yang terbukti terlibat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN juncto PP Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

4. Kementrian Keuangan akan terus menindaklanjuti dugaan terjadinya Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang belum sepenuhnya dilakukan.

"Nanti akan bekerjasama dengan PPATK dan aparat penegak hukum untuk menentukan langkah-langkah selanjutnya," ujarnya.

5. Untuk laporan hasil pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat Rp 189 triliun lebih yang disampaikan oleh Menko Polhukam di Komisi III DPR tanggal 29 Maret 2023 dan dijelaskan pula oleh Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023, pengungkapan dugaan Tindak Pidana Asal (TPA) dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sudah dilakukan langkah hukum terhadap TPA dan telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali.

"Namun komite memutuskan untuk melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum atau case building oleh Kementrian Keuangan" ucap Mahfud.

6. Komite akan segera membentuk tim gabungan atau satgas yang akan melakukan super visi untuk menindaklanjuti keseluruhan LHA LHP dengan nilai agregat sebesar lebih dari Rp 349 triliun dengan melakukan case building (membangun kasus dari awal).

"Tim gabungan atau satgas akan melibatkan PPATK, Ditjen Pajak, Ditjen Bea dan Cukai, Bareskrim Polri, Pidsus Kejaksaan Agung, Bidang Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Badan Intelijen Negara (BIN), dan Kemenko Polhukam," terangnya.

"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat, yakni akan dimulai dari LHP senilai agregat lebih dari Rp 189 triliun," tambahnya.

7. Komite dan tim gabungan atau satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel.

Satgas Sasar Kasus Impor Emas

Mahfud MD mengatakan, satgas bentukan Komite TPPU akan menyasar kasus impor emas dengan nilai transaksi agregat lebih dari Rp189 triliun.

Kasus tersebut diketahui terkait dugaan TPPU di Bea Cukai.

Ilustrasi emas batangan
Ilustrasi emas batangan (market watch)

"Komite akan melakukan case building dengan memprioritaskan LHP yang bernilai paling besar karena telah menjadi perhatian masyarakat. Yakni akan dimulai dengan LHP senilai agregat lebih dari Rp189 triliun," kata Mahfud.

"Komite dan Tim Gabungan atau Satgas akan bekerja secara profesional, transparan, dan akuntabel," sambung dia.

Ia menegaskan Komite TPPU akan mengejar lagi kasus tersebut.

Mahfud mengatakan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dengan nilai transaksi agregat senilai sekira Rp 189 triliun yang disampaikannya di Komisi III DPR pada 29 Maret 2023 dan dijelaskan Menteri Keuangan di Komisi XI DPR tanggal 27 Maret 2023 tersebut telah dilakukan langkah hukum terhadap Tindak Pidana Asal dan TPPU-nya.

Langkah hukum tersebut, kata Mahfud, telah menghasilkan putusan pengadilan hingga Peninjauan Kembali (PK).

"Namun Komite memutuskan untuk tetap melakukan tindak lanjut termasuk hal-hal yang selama ini belum masuk ke dalam proses hukum (case building) oleh Kementerian Keuangan," kata Mahfud.

Menguti Kompas.com, kasus impor emas dibeberkan Mahfud MD pada pertemuan pertamanya dengan Komisi III DPR RI.

"Impor emas batangan yang mahal-mahal itu, tapi di dalam surat cukainya itu dibilang emas mentah. Diperiksa oleh PPATK, diselidiki, ‘Mana kamu kan emasnya sudah jadi kok bilang emas mentah?’," sebut Mahfud dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (29/3/2023).

Dalam proses penyelidikan, lanjut Mahfud, pihak bea cukai sempat berdalih bahwa impor yang dilakukan bukan emas batangan, tetapi emas murni.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan atau Menko Polhukam Mahfud MD (Instagram @mohmahfudmd)

Kemudian, emas murni tersebut dicetak melalui berbagai perusahaan di Surabaya, Jawa Timur. 

Tapi, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) tidak menemukan keberadaan perusahaan yang dimaksud.

“Dicari di Surabaya tidak ada pabriknya,” ujar Mahfud. Ia menyatakan dugaan pencucian uang itu pernah diserahkan ke Kemenkeu oleh PPATK pada tahun 2017.

Kala itu Laporan kejanggalan transaksi keuangan itu langsung diberikan melalui Dirjen Bea Cukai, dan Irjen Kemenkeu bersama dua orang lain.

Tapi, tutur Mahfud, hingga tahun 2020 laporan tak pernah ditindaklanjuti oleh Kemenkeu. 

Maka, dugaan pencucian uang itu baru diketahui Sri Mulyani saat bertemu PPATK pada 14 Maret 2022. 

Itu pun, data yang sampai ke Sri Mulyani adalah soal pelanggaran pajak perusahaan, bukan dugaan pencucian uang di Direktorat Bea Cukai.

“Sehingga ketika diteliti (pihak Kemenkeu) ‘Oh ini perusahaannya banyak hartanya, pajaknya kurang,’. Padahal ini (dugaan pencucian uang) cukai laporannya,” pungkasnya.

 

 

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved