Udara Jakarta Tidak Sehat Diprediksi Sampai Agustus, Kok Bisa Hujan dan Industri Jadi Faktor?

Kualitas udara Jakarta sedang tidak sehat. Bahkan kondisi yang bisa mengganggu kesehatan itu diprediksi berlangsung hingga Agustus 2023.

Tribun Jateng /Hermawan Handaka
Ilustrasi kualitas udara di Jakarta Utara - Kualitas udara Jakarta sedang tidak sehat. Bahkan kondisi yang bisa mengganggu kesehatan itu diprediksi berlangsung hingga Agustus 2023. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Kualitas udara Jakarta sedang tidak sehat. Bahkan kondisi yang bisa mengganggu kesehatan itu diprediksi berlangsung hingga Agustus 2023 mendatang.

Curah hujan dan praktik industri dituding menjadi salah dua faktor penyebabnya.

Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta angkat bicara memberi penjelasan.

Sementara, pernyataan Pj Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, soal kulaitas udara derah yang dipimpinnya justru dikecam.

Heru malah berkelakar akan menipup polusi udara Jakarta.

Penjelasan Dinas Lingkungan Hidup

Kepala Dinas LH DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, selama periode Mei hingga Juni 2023 terjadi peningkatan konsentrasi PM 2.5 dengan rata-rata harian di level 47,33 sampai 49,34 µg/m3.

“DKI Jakarta mengalami penurunan kualitas udara dan berada dalam kategori Sedang hingga kategori Tidak Sehat,” ucapnya dalam keterangan tertulis, Jumat (16/6/2023).

Asep menjelaskan, memburuknya kualitas udara di Jakarta ini disebabkan oleh curah hujan dan kecepatan angin rendah yang mengakibatkan PM 2.5 akan terakumulasi dan melayang di udara dalam waktu yang lama.

Hasil pantauan konsentrasi PM 2.5 di Stasiun Pemantauan Kualitas Udara (SPKU) Dinas LH DKI Jakarta menunjukkan pola diurnal yang mengindikasikan perbedaan pola antara siang dan malam hari.

Baca juga: Industri Dituding Biang Kerok Udara Jakarta Buruk, Kadis LH: Banyak Pabrik Masih Gunakan Batu Bara

“Konsentrasi PM 2.5 cenderung mengalami peningkatan pada waktu dini hari hingga pagi dan menurun di siang hingga sore hari,” ujarnya.

Anak buah Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono ini pun memprediksi, kondisi seperti ini bakal terus berlangsung hingga Agustus 2023 mendatang.

“Saat memasuki musim kemarau pada bulan Mei hingga Agustus, akan terjadi penurunan kualitas udara di wilayah DKI Jakarta yang ditandai dengan meningkatkan konsentrasi PM 2.5,” tuturnya.

Untuk mengantisipasi hal ini, beragam upaya dilakukan oleh Pemprov DKI, salah satunya dengan memasifkan penerapan kebijakan uji emisi dan pembatasan kendaraan dengan mekanisme ganjil genap.

“Dengan kebijakan itu diharapkan bisa mengurai sumber polusi dari sektor transportasi,” kata dia.

Selain curah hujan, Asep juga mengatakan, industri di Jakarta masih menggunakan batu bara sebagai bahan bakarnya sehingga turut memperburuk kualitas udara.

"Jadi, memang kami pasti selalu rutin melakukan monitoring terhadap kondisi emisi pabrik yang ada di Jakarta, tetapi memang masih ada pabrik-pabrik di Jakarta yang menggunakan batu bara," kata Asep Sabtu (17/6/2023).

Karena itu, Asep meminta kepada para pemilik pabrik untuk segera beralih menggunakan sumber energi lainnya yang lebih ramah lingkungan.

"Kalau targetnya memang belum ada pasti kapannya tapi kami berharap memang kesadaran dari para pemilik pabrik untuk segera secara bertahap menggunakan mengganti bahan bakarnya dari batu bara," kata Asep.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto merespons tudingan bahwa dinas yang dipimpinnya tidak becus mengawasi kawasan industri sehingga membuat kualitas udara di Jakarta buruk, di TMP Kalibata, Jakarta Timur, Sabtu (17/6/2023). 
Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto merespons tudingan bahwa dinas yang dipimpinnya tidak becus mengawasi kawasan industri sehingga membuat kualitas udara di Jakarta buruk, di TMP Kalibata, Jakarta Timur, Sabtu (17/6/2023).  (TribunJakarta.com/Elga Hikari Putra)

Selain itu, Asep juga meminta kepada warga Jakarta untuk beralih menggunakan transportasi umum untuk mengurangi buruknya kualitas saat ini.

"Seperti sama-sama kita ketahui sumber polusi udara terbesar di Jakarta dari kendaraan bermotor sektor transportasi hampir 67 persen."

"Itu menandakan bahwa memang sudah seharusnya warga Jakarta aware terhadap kondisi kendaraannya baik itu menggunakan bahan bakar yang ramah lingkungan ataupun melakukan uji emisi secara rutin."

"Lalu kalau memang dimungkinkan masyarakat pindah ke sarana transportasi publik karena memang sarana transportasi publik sudah cukup memadai," papar Asep.

Asep menambahkan, Pemprov DKI Jakarta terus bekerjasama dengan pemerintah pusat untuk terus meningkatkan layanan transportasi umum agar masyarakat mau beralih dari kendaraan pribadinya.

Kelakar Heru

Sementara itu, Heru Budi Hartono menanggapi santai semakin buruknya kualitas udara di ibu kota dalam beberapa hari terakhir.

Bahkan, Jakarta sempat memuncaki daftar teratas kota dengan kualitas udara terburuk di dunia versi IQAir pada Selasa (6/6/2023) lalu.

Saat dimintai tanggapan soal adanya kemungkinan pencemaran dari kawasan industri di sekitar Jakarta, Heru tak mau banyak berkomemtar.

Orang nomor satu di DKI justru berkelakar bakal meniup asap polusi yang mencemari udara Jakarta.

“Iya (asap polusi) saya tiup saja,” ucapnya sambil memperagakan cara meniup, Senin (12/6/2023).

Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace, Bondan Andriyanu, mengatakan, pernyataan Heru Budi itu sangat tidak etis.

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono menyampaikan perihal rencana penyesuaian gaji Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) DKI Jakarta dengan upah minimum provinsi (UMP) 2023, saat ditemui di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (12/6/2023). 
Penjabat (Pj) Gubernur DKI Heru Budi Hartono menyampaikan perihal rencana penyesuaian gaji Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) DKI Jakarta dengan upah minimum provinsi (UMP) 2023, saat ditemui di kawasan Setiabudi, Jakarta Selatan, Senin (12/6/2023).  (TribunJakarta.com/Dionisius Arya Bima Suci)

“Sejatinya ini mengenai hak warga negara menghirup udara bersih, tidak elok jika dijadikan bahan candaan,” ucapnya saat dikonfirmasi, Selasa (13/6/2023).

Hal ini dikatakan Bondan bukan tanpa alasan, sebab, kualitas udara sangat berkaitan erat dengan kondisi kesehatan masyarakat.

Semakin buruk kualitas udara, maka akan sangat berbahaya terhadap kesehatan masyarakat yang tinggal di wilayah itu.

“Ketika polusi udara tinggi seperti ini, banyak terjadi peningkatan penyakit yang erat kaitannya dengan polusi udara yang menimpa kelompok sensitif,” ujarnya.

“Seperti anak-anak, balita, manula, dan ibu hamil,” tambahnya menjelaskan.

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved