Revitalisasi Pasar Induk Cibitung Mandek, Pedagang Tuntut Uang Kios Dikembalikan
Pihak pedagang kecewa karena meski telah menyerahkan sejumlah uang untuk kios, namun pembangunan Pasar Induk Cibitung tak juga selesai.
TRIBUNJAKARTA.COM, BEKASI - Para pedagang Pasar Induk Cibitung (PIC) mendesak pengembang untuk mengembalikan uang yang telah mereka setorkan usai revitalisasi pasar tak kunjung rampung.
Permintaan pedagang ini dituangkan dalam gugatan ke Pengadilan Negeri Kabupaten Bekasi, Cikarang, Jawa Barat.
Pihak pedagang kecewa karena meski telah menyerahkan sejumlah uang untuk kios, namun pembangunan Pasar Induk Cibitung tak juga selesai.
Dampaknya, mereka tidak bisa berdagang karena kios yang dijanjikan tak kunjung dibangun.
Dalam gugatannya, pedagang menggugat PT Citra Prasasti Konsorindo selaku pengembang revitalisasi Pasar Induk Cibitung untuk mengembalikan uang yang telah disetorkan.
“Saat ini pedagang tidak mendapatkan penampungan sementara apalagi saat ini tempat untuk berjualan ini tidak didapatkan oleh para pedagang sehingga ini cukup kuat untuk membuktikan gugatan kami,” ujar kuasa hukum pedagang, Bedi Setiawan Al-Fahmi, usai sidang seperti keterangannya, dikutip Rabu (30/8/2023).
Dalam lanjutan sidang tersebut, pihak pedagang menghadirkan saksi ahli dari Universitas Gajah Mada (UGM). Saksi ahli dimintai pendapat terkait revitalisasi Pasar Cibitung yang menggunakan skema bangun, guna dan serah (BGS).
Berdasarkan regulasi, pada skema BGS, seharusnya pengembang tidak menarik dana dari pedagang. Selaku investor, pengembang yang harusnya membiayai pembangunan pasar. Aturan ini yang diperjuangkan para pedagang.
“Kami nilai prinsip kerja sama BGS di Pasar Induk Cibitung ini tidak boleh menggunakan dana dari para pedagang karena dana itu seharusnya dari investor,” Bedi.
Seperti diketahui revitalisasi Pasar Cibitung menggunakan sistem BGS dengan PT Citra Prasasti Konsorindo sebagai pemenang.
Sesuai kontrak, proses revitalisasi pasar ini memakan waktu dua tahun, dimulai sejak September 2021 hingga September 2023 mendatang.
Namun, proyek sempat terkendala akibat konflik internal pengembang hingga berdampak pada kegiatan jual beli pedagang pasar akibat molornya proses pembangunan.
Di sisi lain, pihak pedagang dirugikan karena mereka sudah diminta membayar uang untuk kios.

Dosen Ilmu Hukum UGM selaku saksi ahli, Richo Andi Wibowo menjelaskan, seharusnya tujuan BGS sebagai jalan keluar dari rencana pembangunan yang memerlukan anggaran besar. Untuk meminimalisasi anggaran, investor diajak bergabung untuk membiayai pembangunan.
“Si pemerintah punya masalah pengen punya pasar tapi gak punya dana, pedagang punya masalah juga dia ingin tertata. Jalan keluarnya adalah ada investor masuk, investor masuk untuk memperbaiki semua,” ucapnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.