Dugaan Kuat Partai Demokrat: Surya Paloh Jadi Biang Kerok Kenapa Bacawapres Anies Selalu Ditunda

Surya Paloh, diduga kuat menjadi biang kerok ditundanya deklarasi bakal calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

|
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Ketua Umum NasDem Surya Paloh bersama Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat pengumuman deklarasi Calon Presiden 2024 dari Partai Nasdem di Nasdem Tower, Jakarta, Senin (3/10/2022). 

TRIBUNJAKARTA.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Nasdem, Surya Paloh, diduga kuat menjadi biang kerok ditundanya deklarasi bakal calon wakil presiden dari Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Sebab, Anies Baswedan terlalu tunduk kepada keinginan Surya Paloh.

Partai Nasdem merupakan partai politik yang pertama kali mengusung Anies sebagai bakal cawapres.

Hal itu diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal Partai Demokrat sekaligus Anggota Tim 8, Teuku Riefky Harsya melalui keterangan pers di Jakarta pada Kamis (31/8/2023).

"Diduga kuat, tidak terlaksananya deklarasi itu karena capres Anies lebih patuh kepada Ketua Umum Nasdem Surya Paloh yang ingin terus menunda waktu deklarasi," ujarnya.

Dilansir Kompas.com, sikap Partai Demokrat setelah meneken piagam koalisi, kata Rifky, adalah menyarankan supaya Anies mencari kandidat bakal cawapres.

Demokrat kemudian mendengarkan pertanyaan dan desakan dari masyarakat secara luas tentang kepastian KPP, serta merosotnya elektabilitas Anies.

Anies dan Tim 8 telah merencanakan beberapa kali waktu deklarasi.

Akan tetapi, deklarasi itu tak pernah terwujud.

Rifky mengatakan Anies juga sempat menyepakati memilih Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai bakal cawapres dan tinggal melakukan deklarasi.

Bahkan, Anies disebut menulis surat yang ditandatangani pada 25 Agustus 2023 yang meminta secara resmi supaya AHY bersedia untuk menjadi bakal cawapresnya.

Akan tetapi, kata Rifky, Pada Selasa, 29 Agustus 2023, malam ternyata secara sepihak Surya Paloh tiba-tiba menetapkan Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Muhaimin Iskandar sebagai bakal cawapres Anies.

Keputusan itu disampaikan di Nasdem Tower, tanpa sepengetahuan Partai Demokrat dan PKS sebagai anggota KPP.

"Malam itu juga, Capres Anies dipanggil oleh Surya Paloh untuk menerima keputusan itu," ujar Rifky.

Kemudian pada 30 Agustus 2023, Anies juga tidak menyampaikan secara langsung kepada pimpinan PKS dan Partai Demokrat mengenai keputusan itu, melainkan terlebih dahulu mengutus Sudirman Said untuk menyampaikannya.

Rifky mengatakan, Partai Demokrat kecewa dan merasa dikhianati dengan keputusan Anies yang menerima usulan Surya Paloh buat berduet dengan Muhaimin Iskandar.

"Rentetan peristiwa yang terjadi merupakan bentuk pengkhianatan terhadap semangat perubahan; pengkhianatan terhadap Piagam Koalisi yang telah disepakati oleh ketiga Parpol; juga pengkhianatan terhadap apa yang telah disampaikan sendiri oleh Capres Anies Baswedan, yang telah diberikan mandat untuk memimpin Koalisi Perubahan," papar Rifky.

Menurut Rifky, Partai Demokrat dalam kondisi dipaksa menerima keputusan sepihak Surya Paloh.

Sebagai respons atas hal itu, lanjut Rifky, Majelis Tinggi Partai Demokrat akan menggelar rapat buat mengambil keputusan selanjutnya.

"Sesuai dengan AD/ART Partai Demokrat tahun 2020, kewenangan penentuan koalisi dan Capres/Cawapres ditentukan oleh Majelis Tinggi Partai," ucap Rifky.

Baca artikel menarik lainnya TribunJakarta.com di Google News

Sumber: Tribun Jakarta
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved