Rektor Univ Pancasila Dipolisikan
Kasus Dugaan Pelecehan Mantan Rektor UP Belum Ada Titik Terang, Polisi Masih Tunggu Hasil Visum
Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan mantan rektor UP Edie Toet Hendratno masih terus bergulir. Polisi kini tunggu hasil visum.
Penulis: Annas Furqon Hakim | Editor: Pebby Adhe Liana
Laporan Wartawan TribunJakarta.com, Annas Furqon Hakim
TRIBUNJAKARTA.COM, KEBAYORAN BARU - Kasus dugaan pelecehan yang dilakukan oleh mantan rektor Universitas Pancasila (UP) Edie Toet Hendratno masih terus bergulir di Polda Metro Jaya.
Terhitung sejak dugaan pelecehan dilaporkan pada Januari 2024, kasus ini belum juga memperoleh titik terang meski sudah empat bulan berlalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Ade Ary Syam Indradi mengatakan, saat ini penyidik masih menunggu hasil visum untuk menentukan langkah selanjutnya.
"Hasil visum dan psikologi belum keluar," kata Ade Ary saat dikonfirmasi, Selasa (7/5/2024).
Ade Ary belum dapat memastikan kapan hasil visum dan psikologi itu bakal diterima oleh penyidik.
Edie sebelumnya dilaporkan ke Polda Metro Jaya terkait dugaan pelecehan seksual terhadap dua orang stafnya yakni perempuan berinisial RZ dan DF.
Berdasar kronologi yang disampailan oleh RZ, dugaan pelecehan yang dialaminya terjadi pada Februari 2023.
Kuasa hukumnya yakni, Amanda Manthovani mengatakan pada Februari 2023 lalu, terlapor memanggil korban dalam rangka pekerjaan.
Akan tetapi saat korban dan terlapor berada di dalam ruangan, terlapor secara tiba-tiba mencium pipi dan menyentuh bagian sensitif korban.
Ketika itu, kata Amanda korban sebenarnya sempat melaporkan kejadian yang dialami itu kepada pihak manajemen kampus.
Namun ia mengklaim, laporannya kepada pihak kampus saat itu tidak digubris sehingga dirinya memutuskan lapor polisi.
Di sisi lain, Edie Eks Rektor Universitas Pancasila justru membantah telah melakukan pelecehan seksual seperti yang dituduhkan.
Edie tidak menyangka dituding melakukan pelecehan hingga membuatnya harus berurusan dengan polisi dan dinonaktifkan dari jabatan Rektor Universitas Pancasila.
"Tidak pernah terpikirkan sedikit pun oleh saya bisa berada di titik seperti ini," kata Edie, Kamis (29/2/2024) lalu.
Sejak kasus ini bergulir, Edie merasa berada di titik nadir.
Nama baiknya hancur dan prestasinya pun lenyap seketika.
"Nama baik saya dipertaruhkan. Bukan hanya nama baik saya yang hancur, prestasi, loyalitas saya tiba-tiba harus lenyap," ujar dia.
Edie merasa menjadi korban pembunuhan karakter. Ia mengaku malu lantaran dituding melecehkan dua bawahannya itu.
"Mungkin bapak dan ibu nggak bisa menggambarkan kesedihan saya, malu saya, dan sedih saya. Karena apa? Selama saya mengabdi di dunia pendidikan baru sekali ini saya dihina, dijadikan korban character assasination, pembunuhan karakter," ucap Edie.
"Padahal, seorang dosen atau guru, saya orang yang betul menjaga etika dan budi. Saya sangat malu di depan semua orang. Makanya saya pakai topi. Saya punya keluarga, saya punya istri dan anak-anak yang sudah besar. Bisa dibayangkan gak, betapa mereka sedih dan malu ayahnya diperlakukan seperti ini," tutur Edie.
Pada Jumat (22/3/2024) lalu, Eks Rektor Universitas Pancasila itu menjalani pemeriksaan psikologis atau Visum et Repertum Psikiatrikum di RS Polri Kramat Jati.
Ia didampingi tim penasihat hukumnya, tiba di ruang Sentra Visum dan Medikolegal RS Polri Kramat Jati sekira pukul 09.00 WIB untuk pemeriksaan.
Sebelum itu, DF dan RZ juga lebih dulu menjalani pemeriksaan Visum et Repertum Psikiatrikum di RS Polri Kramat Jati untuk keperluan penyidikan, pada Selasa (27/2/2024).
Ketentuan Visum et Repertum Psikiatrikum ini diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 77 Tahun 2015 tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa Untuk Kepentingan Penegakan Hukum.
Temukan artikel menarik TribunJakarta.com lainnya lewat Saluran Whatsapp di sini.
Baca artikel menarik lainnya di Google News.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.