6 Alasan Tapera Wajib Dicabut Versi Presiden Partai Buruh Said Iqbal, Buat Uang Muka Rumah Tak Cukup

Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan enam alasan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) wajib dicabut.

|
Kolase Foto Tribun Jakarta
Kolase Foto Program Tapera dan Presiden Partai Buruh Said Iqbal. Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan enam alasan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) wajib dicabut. 

TRIBUNJAKARTA.COM - Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengungkapkan enam alasan program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) wajib dicabut.

Program Tapera hingga kini menjadi polemik. Sebanyak 60 serikat buruh nasional bakal menggelar aksi demo pekan depan di Istana Kepresidenan yakni Kamis (6/6/2024).

Partai Buruh dan KSPI juga dalam waktu dekat akan mengajukan judicial review UU Tapera ke Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

 

Said Iqbal yang juga menjabat sebagai Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mendesak pemerintah untuk mencabut Peraturan Pemerintah No. 21 tahun 24 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).

Meskipun ada penolakan dari buruh dan pegusaha antara lain KSPI dan Aprindo, pemerintah tidak akan menunda program Tapera.

Berikut 6 Alasan Tapera Wajib Dicabut Versi Presiden Partai Buruh Said Iqbal:

1. Ketidakpastian Memiliki Rumah

Menurut Said Iqbal, buruh tidak akan bisa membeli rumah dengan potongan iuran sebesar 3 persen dari upah buruh, dalam 10 hingga 20 tahun kepesertaannya.

Bahkan hanya untuk uang muka saja tidak akan mencukupi.

2. Pemerintah Lepas Tanggung Jawab

Said Iqbal menilai tidak ada satu klausul dalam Tapera yang menjelaskan bahwa pemerintah ikut iuran dalam penyediaan rumah untuk buruh dan peserta Tapera lainnya.

Iuran hanya dibayar oleh buruh dan pengusaha saja, tanpa ada anggaran dari APBN dan APBD yang disisihkan oleh pemerintah untuk Tapera.

Dengan demikian, Pemerintah lepas dari tanggungjawabnya untuk memastikan setiap warga negara memiliki rumah yang menjadi salah satu kebutuhan pokok rakyat, disamping sandang dan pangan.

3. Membebani Biaya Hidup Buruh

Said Iqbal menulai potongan iuran Tapera sebesar 2,5 persen yang harus dibayar buruh akan menambah beban dalam membiayai kebutuhan hidup sehari-hari.

Hal itu, di tengah daya beli buruh yang turun 30 persen dan upah minimum yang sangat rendah akibat UU Cipta Kerja.

Potongan yang dikenakan kepada buruh hampir mendekati 12 persen dari upah yang diterima, antara lain Pajak Penghasilan 5 persen, iuran Jaminan Kesehatan 1 persen, iuran Jaminan Pensiun 1 persen, iuran Jaminan Hari Tua 2 persen, dan rencana iuran Tapera sebesar 2,5 persen.

Belum lagi jika buruh memiliki hutang koperasi atau di perusahaan, ini akan semakin semakin membebani biaya hidup buruh.

4. Rawan Dikorupsi

Said Iqbal melihat dalam sistem anggaran Tapera, terdapat kerancuan yang berpotensi besar untuk disalahgunakan. Karena di dunia ini hanya ada sistem jaminan sosial (social security) atau bantuan sosial (social assistance).

Jika jaminan sosial, maka dananya berasal dari iuran peserta atau pajak atau gabungan keduanya dengan penyelenggara yang independen, bukan pemerintah.

Sedangkan bantuan sosial dananya berasal dari APBN dan APBD dengan penyelenggaranya adalah pemerintah.

Model Tapera bukanlah keduanya, karena dananya dari iuran masyarakat dan pemerintah tidak mengiur, tetapi penyelenggaranya adalah pemerintah.

5. Tabungan yang Memaksa

Said Iqbal mengatakan Tapera seharusnya bersifat sukarela bukan memaksa.

Pasalnya, pemerintah menyebut bahwa dana Tapera adalah tabungan.

Tapera merupakan tabungan sosial sehingga tidak boleh ada subsidi penggunaan dana antar peserta, seperti halnya tabungan sosial di program Jaminan Hari Tua (JHT), BPJS Ketenagakerjaan.

Subsidi antar peserta hanya diperbolehkan bila program tersebut adalah jaminan sosial yang bersifat asuransi sosial, bukan tabungan sosial.

Misalnya program jaminan kesehatan yang bersifat asuransi sosial, maka diperbolehkan penggunaan dana subsidi silang antar peserta BPJS Kesehatan.

6. Ketidakjelasan dan Kerumitan Pencairan Dana Tapera

Untuk PNS, TNI, dan Polri, keberlanjutan dana Tapera mungkin berjangka panjang karena tidak ada PHK.

Tetapi untuk buruh swasta dan masyarakat umum, terutama buruh kontrak dan outsourcing, potensi terjadinya PHK sangat tinggi. Oleh karena itu, dana Tapera bagi buruh yang ter-PHK atau buruh informal akan mengakibatkan ketidakjelasan dan kerumitan dalam pencairan dan keberlanjutan dana Tapera.

“Atas dasar enam alasan tersebut, Partai Buruh dan KSPI akan mempersiapkan aksi besar yang akan diikuti ribuan buruh pada hari Kamis tanggal 6 Juni di Istana Negara, Jakarta, dengan tuntutan untuk mencabut PP No. 2124 tentang Tapera dan merevisi UU Tapera,” ujar Said Iqbal.

“Selain itu, buruh akan menyuarakan tuntutan untuk mencabut PP tentang program Kamar Rawat Inap Standar (KRIS) BPJS Kesehatan, menolak Uang Kuliah Tunggal (UKT) yang mahal, mencabut omnibus law UU Cipta Kerja, dan Hapus Outsourcing Tolak Upah Murah (HOSTUM),” tegasnya.

Tapera Jalan Terus

Sementara itu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan program Tapera tidak akan ditunda.

Pasalnya program Tapera belum berjalan.

"Kesimpulan saya bahwa Tapera ini tidak akan ditunda, wong memang belum dijalankan," kata Moeldoko di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Jumat, (31/5/2024).

Menurut Moeldoko belum ada iuran yang ditarik dari pekerja sejak PP Nomor 21 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas PP Nomor 25 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, terbit.

"Sejak ada perubahan Bapertarum ke Tapera, ada kekosongan dari 2020 ke 2024 tidak ada sama sekali iuran, karena memang Tapera belum berjalan," katanya.

Program Tapera tersebut kata Moeldoko baru berjalan bagi pekerja ASN setelah terbitnya Peraturan Menteri Keuangan. Sementara untuk pekerja swasta setelah adanya Peraturan Menteri Ketenagakerjaan.

"Nanti akan berjalan untuk ASN yang setengah persen apbn setelah ada Permen dari kemenkeu, selanjutnya untuk pekerja swasta setelah ada permenaker itu baru berjalan dengan baik," katanya.

Sebelumnya Moeldoko mengatakan Tapera merupakan wujud kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan kebutuhan papan bagi rakyat. Hal itu kata dia merupakan amanat konstitusi.

Tapera kata Moeldoko merupakan program perpanjangan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang dikhususkan bagi PNS. Program tersebut diperluas dengan menyasar pegawai swasta.

Pemerintah kata Moeldoko memperluas program tabungan perumahan karena terjadi backlog atau krisis kebutuhan rumah. Berdasarkan data BPS terdapat 9,9 juta masyarakat yang belum memiliki rumah.

"Untuk itu kita berpikir keras, memahami bahwa antara jumlah kenaikan gaji dan tingkat inflasi di sektor perumahan itu ga seimbang. Untuk itu harus ada upaya keras agar masyarakat pada akhirnya bisa walaupun terjadi inflasi bisa punya tabungan untuk membangun rumahnya," katanya.

Menurut Moeldoko sudah menjadi tugas negara dalam menyelesaikan masalah krisis kebutuhan perumahan tersebut. Dia bilang, sejumlah negara juga memiliki program yang sama seperti Tapera.

"Tentang perumahan bukan hanya Indonesia mengatur, pemerintah di berbagai negara juga jalankan skema seperti ini, di Singapura, Malaysia ada, di beberapa negara lain juga ada. Menurut saya sih tugas negara," pungkasnya. (TribunJakarta/Tribunnews)


Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved