Sisi Lain Metropolitan

Cerita Kehidupan di Kolong Jembatan Pasar Ikan, Tidur di Gubuk tapi Masih Dimintai 'Uang Rokok'

Sebanyak 30 jiwa menempati kolong Jembatan Pasar Ikan, Jalan Lodan Raya, Pademangan, Jakarta Utara.

TRIBUNJAKARTA.COM - Sebanyak 30 jiwa menempati kolong Jembatan Pasar Ikan, Jalan Lodan Raya, Pademangan, Jakarta Utara.

Mereka menjadi saksi bisu dari gemerlapnya kota Jakarta.

Diantara deretan gedung pencakar langit, nyatanya tak sedikit orang yang hidup diambang kemiskinan.

Bahkan kolong jembatan menjadi satu-satunya tempat berlindung yang mampu mereka 'sewa' selama puluhan tahun.

Sebagian besar dari mereka hanya mengandalkan hidup dari pekerjaan sebagai kuli angkut pelabuhan.

Jangankan untuk menyewa kontrakan, pendapatan mereka terkadang hanya cukup untuk urusan perut saja.

Komsiah, salah seorang penghuni kolong jembatan, mengungkapkan dirinya sudah 3 tahun tinggal di sana.

"Saya sudah 3 tahun tinggal di sini, yang penting nggak kehujanan, nggak tidur di jalanan," kata dia saat ditemui di lokasi, Sabtu (9/6/2024).

Ibu dua anak itu terpaksa menghuni kolong tol gegara penghasilan sang suami yang tak pernah menentu, sementara dirinya tak bekerja.

Suami Komsiah bekerja serabutan menjadi buruh harian lepas di Pelabuhan Sunda Kelapa, sesekali di Pelabuhan Muara Baru.

"Laki saya kerja di pelabuhan. Kalo di pelabuhan lagi sepi ya nggak kerja," katanya.

Lain lagi dengan Mardianah. Ia sudah 10 tahun tinggal di sana.

Keadaan membuatnya terbiasa dengan keadaan seraya menganggap kolong jembatan sebagai rumah ternyamannya.

"Banjir nggak ada, ular, buaya, nggak ada. Nggak pernah banjir. Kalo saya sudah ada 10 tahun lah tinggal di sini," kata wanita yang sehari-harinya berdagang itu.

Kehidupan warga di kolong jembatan kali Pasar Ikan, Pademangan, Jakarta Utara.
Kehidupan warga di kolong jembatan kali Pasar Ikan, Pademangan, Jakarta Utara. (Tribunjakarta/Gerald Leonardo)

Dimintai Uang Rokok

Sayangnya, meski berada di lahan milik pemerintah, tidur di bawah beton konstruksi jembatan dengan sekat yang memisahkan gubuk yang satu dengan yang lainnya tetap diwajibkan membayar iuran setiap bulan.

Padahal gubuk yang mereka buat di kolong jembatan juga jauh dari kata layak huni.

Tapi ada saja oknum-oknum yang mencari celah dibalik kesengsaraan mereka.

Komsiah mengaku tiap bulan mengeluarkan Rp 130.000. Mirisnya besaran tersebut belum termasuk biaya listrik.

Mardianah juga senada. Bahkan ia harus mengeluarkan Rp 150.000 per bulan supaya bisa tetap tinggal di kolong jembatan itu.

"Bukan disewain lah, kayak bayar uang rokok aja. Kalo tidak punya tempat ya bayar Rp 150 ribu," ungkap Mardianah.

Sementara untuk biaya listrik, tiap bulannya mereka membayar ke pengurus RT setempat.

Ketua RT 08 RW 01 Kelurahan Ancol, Suwanto mengatakan keberadaan warga di kolong jembatan kali Pasar Ikan sejak adanya penggusuran bangunan liar di lokasi, belasan tahun silam.

Imbas penggusuran itu, banyak warga yang tak memiliki uang untuk menyewa kontrakan layak maupun pulang ke kampung halamannya masing-masing.

Jadilah mereka memilih menempati kolong jembatan tersebut.

Di sisi lain, Suwanto membantah ada pihak yang menarik uang sewa terhadap puluhan warga yang tinggal di kolong tol itu.

Tapi, Suwanto membenarkan bahwa pihak RT setempat memasang listrik di kolong tol untuk keperluan warga di sana.

"Di kolong juga kan nggak bisa pasang listrik, kasian. Mereka itu ada anak-anak sekolah juga, yang akhirnya dengan niat baik orang PLN masuk situ," kata Suwanto.

"Itu sebenarnya bukan bayar listrik, satu hari bayar Rp 1.000 perak, dia listrik ngikut pedagang-pedagang. Dulu pernah diputus, akhirnya dikembalikan lagi," pungkasnya.

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved