DPO Kasus Vina Cirebon Ditangkap
Jaksa Bantah Kapolri soal Pembuktian Kasus Vina Tidak Pakai SCI, Sebut Ada Visum dan Tes Psikologi
Amanat Kapolri yang menyatakan penyidikan kasus Vina Cirebon tidak menggunakan scientifik crime investigation dibantah Kejaksaan Negeri Kota Cirebon
TRIBUNJAKARTA.COM - Amanat Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang menyatakan penyidikan kasus Vina Cirebon tidak menggunakan scientifik crime investigation (SCI) dibantah Kejaksaan Negeri Kota Cirebon.
Bantahan itu disampaikan kejaksaan sebagai jaksa penuntut umum (JPU) pada sidang Peninjauan Kembali (PK) yang diajukan mantan terpidana kasus Vina, Saka Tatal, di Pengadilan Negeri Cirebon, hari ini, Jumat (26/7/2024).
Pada sidang perdana, Rabu (24/7/2024), tim kuasa hukum Saka sudah membacakan memori PK yang terdiri dari 10 bukti baru atau novum.
Penyampaian amanat Kapolri yang berbicara soal kasus Vina merupakan novum ketujuh.
Sebagai informasi, Saka Tatal yang sudah bebas murni dari vonis pembunuhan berencana Vina dan Eky per Selasa (23/7/2024), tetap mengajukan PK.
Saka merasa tidak terlibat tewasnya Vina dan Eky 2016 silam.
Ia juga ingin memulihkan nama baiknya dari status mantan terpidana.
Pria yang kini 23 tahun itu merupakan satu dari delapan terpidana kasus Vina.

Tujuh lainnya adalah Rivaldi Aditya Wardana, Eko Ramdani (Koplak), Hadi Saputra (Bolang), Eka Sandy (Tiwul), Jaya (Kliwon), Supriyanto (Kasdul) dan Sudirman.
Seluruhnya divonis penjara seumur hidup kecuali Saka Tatal yang hanya divonis delapan tahun penjara karena saat peristiwa masih usia anak.
Amanat Kapolri
Pernyataan Kapolri yang dijadikan novum adalah amanat Kapolri yang dibacakan Wakapolri Komjen Agus Andrianto di hadapan wisudawan STIK-PTIK, Kamis (20/6/2024).
Listyo meminta agar para lulusan STIK-PTIK harus jadi pengayom masyarakat.
Sebagai polisi, para wisudawan dituntut memiliki kemampuan dan kualifikasi yang baik dalam melakukan penyidikan.
Yang terpenting adalah mengutamakan SCI dalam pengungkapan perkara.
Kapolri pun mengungkapkan akar permasalahan kasus Vina Cirebon yang tengah jadi sorotan masyarakat belakangan ini, karena pembuktian awal tidak menggunakan metode SCI.
"Pada kasus pembunuhan Vina dan Eky, pembuktian awal tidak didukung dengan scientific crime investigation," kata Listyo melalui Komjen Agus.
Hal itu membuat kasusnya bergulir penuh kejanggalan hingga Polri dicap tidak profesional. Bahkan Kapolri juga menyinggung soal penghapusan dua daftar pencarian orang (DPO) yang dilakukan Polda Jabar.
"Sehingga terdakwa mengaku diintimidasi, korban salah tangkap, dan penghapusan dua DPO yang dianggap tidak profesional," ucapnya.
Listyo menegaskan, pengungkapan kasus harus dengan alat bukti kuat dan tidak diragukan.
"Menjadi penyidik yang profesional dan terhindar dari perbuatan menyimpang, mengedepankan scientific crime investigation dalam pengungkapan perkara, bukti harus terang dari cahaya, lebih terang dari cahaya," tuturnya.
Listyo mencontohkan pengungkapan kasus pembunuhan dokter Mawartih Susanti di Nabire, Papua Tengah.
"Berdasarkan scientific crime investigation, pelaku berhasil diidentifikasi dengan hasil pengujian sampel DNA pada barang bukti," jelasnya.
Para wisudawan diminta menjadi polisi yang lengkap, profesional dalam menangani kasus hingga mampu berkomunikasi dengan masyarakat.
"Hindari pengambilan kesimpulan penanganan perkara secara terburu-buru, sebelum seluruh bukti dan fakta lengkap dikumpulkan yang tentunya melibatkan ahli pada bidangnya."
"Lakukan komunikasi publik secara proaktif, informasikan perkembangan penanganan perkara dengan melibatkan pihak terkait seperti ahli, akademisi, dan stakeholder terkait," papar Listyo.
Bantahan Kejaksaan
Sementara, JPU dari Kejaksaan Negeri Kota Cirebon membantah amanat Kapolri yang digunakan sebagai novum.
Menurut JPU, penyidikan kasus pembunuhan Vina dan Eky di Cirebon 2016 silam sudah menggunakan SCI.
"Keterangan pidato Kapolri berbentuk flashdisk atau file pidato Kapolri yang diajukan sebagai novum ketujuh menurut kami haruslah ditolak," kata JPU di sidang.
Menurut JPU, tudingan pemohon, dalam hal ini kuasa hukum Saka Tatal, dengan menyebut penangkapan Saka tidak didasarkan dengan SCI hanya berbasis asumsi terhadap amanat Kapolri, bukan berdasarkan pembuktian ilmiah.
"Keterangan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sebagaimana pemohon tidak memiliki kajian secara saintifik yang dapat menyatakan pelaksanaan penangkapan tersebut tidak menerapkan scientific crime investigation melainkan pemohon mengambil kesimpulan hanya berdasarkan prasangka yang muncul setelah menonton pidato dimaksud," papar JPU.
Bahkan, JPU menyebut kuasa hukum Saka Tatal yang menggunakan amanat Kapolri dinilai salah mengartikan SCI.
Sebab menurutnya, penanganan kasus Vina sudah memakai metode SCI, di antaranya dengan menggunakan hasil visum dan pemeriksaan psikologi.
"Pemohon gagal memahami arti scientific crime investigation yang sebenarnya telah dilakukan dalam penanganan perkara anak Saka Tatal ini."
"Seperti telah dilakukan pemeriksaan visum repertum pemeriksaan psikologi oleh Bapas berikut didukung oleh alat bukti berdasar pasal 184 KUHAP," kata JPU.
Setelah pembacaan jawaban dari pihak termohon atau JPU, sidang ditutup, dan dilanjutkan pada Selasa (30/7/2024).
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
Kejaksaan Negeri Kota Cirebon
Pengadilan Negeri Cirebon
Saka Tatal
Peninjauan Kembali (PK)
Kapolri
Jenderal Listyo Sigit Prabowo
Noel Kejar Amnesti Prabowo, Jalan Terjal Terpidana Vina Cirebon Sempat Pilih Membusuk di Tahanan |
![]() |
---|
Senyum Miris Sudirman Terpidana Kasus Vina Cirebon Usai PK Ditolak, Pakai Alat Sayat Tubuh Sendiri |
![]() |
---|
Otto Hasibuan Temui 7 Terpidana Kasus Vina Diperintah Orang Dekat Prabowo, Pengacara Ungkap Sosoknya |
![]() |
---|
Sudirman Terpidana Kasus Vina Frustasi Berat Badan Sisa 40 Kg, Pengacara Nangis: Mesti Nunggu Mati? |
![]() |
---|
SOSOK Rivaldi Terpidana Kasus Vina Cirebon, Pilih Membusuk di Penjara, Kini Minta Dibebaskan Prabowo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.