Orangtua Asuh Aniaya 2 Balita

Kondisi Terkini Balita yang Dianiaya Orangtua Asuh di Cilincing, Hasil CT Scannya Sungguh Memilukan

 MFW (1 tahun 8 bulan), balita yang menjadi korban kekerasan oleh orangtua asuh di Cilincing, Jakarta Utara, masih menggunakan alat bantu pernapasan.

|
Gerald Leonardo Agustino/TribunJakarta.com
Tampang dua tersangka penganiayaan terhadap balita di Cilincing, Jakarta Utara. 

TRIBUNJAKARTA.COM - MFW (1 tahun 8 bulan), balita yang menjadi korban kekerasan oleh orangtua asuh di Cilincing, Jakarta Utara, masih menggunakan alat bantu pernapasan usai menjalani operasi akibat perdarahan otak.

Saat ini, MFW masih dirawat secara intensif di intensive care unit (ICU) Rumah Sakit Polri Kramatjati, Jakarta Timur.

"Jadi, kalau kondisi di ICU ini sekarang kondisinya membaik, tetapi memang belum sadar," kata Kepala Rumah Sakit (Karumkit) RS Polri Brigjen Pol Hariyanto kepada wartawan di RS Polri, Kramatjati, Jakarta Timur, Kamis (1/8/2024).

"Jadi, memang ada bantuan napas, tapi karena kondisi yang ada, masih ada obat-obatan untuk menenangkan," terangnya.

Berdasarkan hasil CT scan, kata Hariyanto, MFW mengalami cedera berat di kepala akibat kekerasan yang dialaminya.

Selain itu, Hariyanto mengungkapkan, terdapat perdarahan pada selaput otak korban.

Kemudian, terjadi pembengkakan pada otak dan luka memar di kepala, dada, punggung, serta perut.

Oleh karenanya, MFW masih memerlukan perawatan intensif di bawah penanganan sejumlah dokter spesialis.

"Bayi tersebut saat ini masih kita rawat secara intensif di ICU anak-anak. Dirawat oleh dokter spesialis anak sub-ICU," kata Hariyanto.

"Kemudian dirawat juga oleh dokter bedah saraf, dan dokter gizi," imbuh dia.

Pelaku Berakting

Tofantia Aranda Stevhanie (21), orangtua asuh tersangka penganiayaan balita mencoba menutupi perbuatannya dengan berbohong kepada dokter saat membawa salah satu korban berobat ke Puskesmas.

Alih-alih menjelaskan luka lebam yang memenuhi tubuh korban, Aranda berdalih MFW yang dianiaya dirinya dan sang suami Aji Aditama (32) menderita muntaber.

Kebohongan Aranda terungkap dari penuturan Eva, tetangga kontrakan yang sempat berpapasan dengan tersangka pada Selasa (30/7/2024) pagi.

Saat itu, Eva melihat Aranda menggendong MFW sambil berjalan keluar gang kontrakan, kemudian menyapanya.

"Saya tanya mau ke mana? Mau ke Puskesmas kata dia, mau nganterin dedek karena diare, muntaber," kata Eva, Rabu (31/7/2024).

Eva yang saat itu juga hendak membawa anaknya berobat akhirnya berangkat bersama-sama Aranda ke Puskesmas menggunakan angkutan umum.

Di tengah perjalanan, tiba-tiba kondisi tubuh MFW memburuk sampai akhirnya pingsan.

Bayi MFW sempat dibawa ke Puskesmas sebelum akhirnya dirujuk ke RS Pekerja Sukapura karena kondisinya semakin melemah. 

"Nah di Puskesmas dicek kondisinya memang udah darurat, harus dirujuk ke RS Pekerja. Tapi mbaknya (Aranda) mintanya diperiksa dulu, jadi udah diinfus segala macem udah kata orang Puskesmas disuruh rujuk ke rumah sakit," ungkap Eva.

Eva mengatakan, awalnya ia sama sekali tak menaruh curiga terhadap kondisi korban.

Sebab, saat itu tersangka memang menutupi korban dengan pakaian, dari kepala sampai kakinya.

Nyatanya, dokter RS Pekerja menemukan kejanggalan dari tubuh bayi MFW yang penuh luka lebam.

Pihak rumah sakit lalu melapor ke Polres Metro Jakarta Utara dan menyampaikan kondisi korban.

Menerima laporan rumah sakit, polisi mendatangi kontrakan pelaku dan melakukan penyelidikan awal.

Polisi segera mengamankan Aji dan Aranda hanya beberapa jam setelah laporan soal kondisi korban dari pihak rumah sakit.

Polisi juga segera melakukan penanganan dengan merujuk korban MFW ke RS Polri Kramat Jati.

Selain MFW, polisi juga mendapati kakaknya R (4) mengalami luka lebam namun masih dalam kondisi sadar.

Penganiayaan terhadap kedua balita ini sudah ditangani dan polisi sudah menangkap serta menetapkan tersangka kepada Aji dan Aranda.

Hasil interogasi, kedua tersangka tega menganiaya dua balita tersebut karena kesal orangtua kandung korban tak kunjung mengirimkan uang.

Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan mengatakan, orangtua kandung korban masih memiliki hubungan kekerabatan dengan pelaku.

Sekitar satu bulan yang lalu, ibunda korban yang bekerja di Papua menitipkan anaknya kepada pelaku Aji dan Aranda.

Nyatanya, kedua pasutri ini tak bisa mengasuh anak titipan kerabatnya dengan penuh kasih.

Sejak tanggal 21 Juli 2024, kedua pelaku tega melakukan penganiayaan dengan berbagai cara kepada para korban, balita R  dan MFW .

"Motifnya, ada konflik antara orangtua asuh ini, karena dititipin anak, kemudian merasa tidak diberikan uang biaya kehidupan (oleh orangtua kandung korban), maka kemudian melakukan kekerasan terhadap anak," ungkap Gidion di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (31/7/2024).

 

Palu hingga Penggaris Jadi Saksi

Dua balita tersebut menderita luka fisik yang cukup parah. Bahkan, salah satu balita kondisinya kritis.

“Jadi satu balita kondisinya kritis, dirawat di ruang ICU, ini yang anak paling kecil. Kalau yang kakaknya, menderita luka berat,” ujar dia.

Gidion mengungkapkan, MFW masuk ke ruang ICU karena tak sadarkan diri usai dianiaya.

Sementara, RC dirawat di kamar inap karena kondisinya masih dalam keadaan sadar.

“Kalau RC, masih bisa diajak komunikasi, karena kondisinya sadar. Kalau MFW, kondisinya tak sadarkan diri,” tutur dia. 

Pelaku menganiaya korban menggunakan benda tumpul, seperti palu, penggaris besi, dan ikat pinggang.

“Korban dipukul menggunakan benda tumpul ya. Contohnya palu, tersangka AAT memukul anak MFW menggunakan palu di bagian kaki,” ungkap Gidion.

Selain menggunakan benda tumpul, kedua pelaku diduga turut membenturkan kepala korban ke tembok.

Hal ini mencuat karena adanya luka di bagian kepala MFW.

“Diduga ada benturan di tembok, tetapi nanti akan kami dalami lagi, kami akan melakukan olah tempat kejadian perkara (TKP),” imbuh Gidion. Sebagai

Aji dan Aranda ditetapkan tersangka dengan jeratan Undang-undang Kekerasan dalam Rumah Tangga dan Undang-undang Perlindungan Anak.

Mereka dinyatakan telah terbukti menganiaya para korban hingga kedua balita itu mengalami luka parah.

"Untuk undang-undang perlindungan anak ancamannya 10 tahun, untuk subsidairnya undang-undang KDRT ancaman hukumannya 5 tahun penjara," kata Gidion.

 

Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved