Aktivis Teriakkan Turunkan Jokowi di Depan MK, Said Didu: 2 Kali Ribut Urus Anak Keluarga Solo
Pekik selamatkan demokrasi turunkan Jokowi diteriakkan para akitvis di depan Gedung MK, Kamis (22/8/2024). Said Didu orasi singgung keluarga Solo.
TRIBUNJAKARTA.COM - Pekik selamatkan demokrasi turunkan Jokowi diteriakkan para akitvis 1998 dan akademisi saat berjalan ke depan Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).
Aksi ini digelar usai polemik putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dilawan dengan revisi UU Pilkada oleh DPR RI.
Mantan Sekretaris Kementerian BUMN Muhammad Said Didu ikut dalam aksi tersebut.
Said Didu berorasi di depan Gedung MK. Ia menilai masyarakat Indonesia sudah dua kali dibuat gaduh akibat kepentingan keluarga Presiden Joko Widodo taua Jokowi.
Pertama, kegaduhan itu akibat perubahan aturan syarat minimal usia calon presiden dan wakil presiden yang memberi karpet merah untuk putra sulung Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, mencalonkan diri sebagai RI-2.
Kedua, revisi Undang-undang Pilkada yang membuka kesempatan untuk anak bungsu Kepala Negara, Kaesang Pangarep, maju sebagai kepala daerah di Pilkada Serentak 2024.
“Kita sudah dua kali ribut di gedung ini hanya mengurus anak dari satu keluarga dari Solo. Pada saat pilpres kemarin kita persoalkan umur calon wakil presiden, anak presiden Jokowi. Hari ini kita permasalahkan anak ketiga beliau,” ujar Said Didu.
Said mempertanyakan apakah masyarakat akan kembali dibuat gaduh ketika kelak cucu Jokowi dewasa diberi karpet merah untuk menjabat di pemerintahan.
Dia pun menilai, kondisi Indonesia saat ini sangat mirip dengan zaman Orde Baru (Orba).
“Ini seperti tahun 1998. Bedanya adalah, kalau 1998 konstitusi masih dikendalikan oleh lembaga-lembaga resmi negara. Sekarang, konstitusi digunakan oleh satu keluarga dari Solo untuk kepentingan keluarganya,” imbuh dia.
Said pun menegaskan massa aksi tidak akan mundur sebelum kedaulatan rakyat direbut kembali dari pihak-pihak yang menyembah dan ikut menikmati kekuasaan "Keluarga Solo".
“Hari ini kita berkumpul di depan gedung MK untuk mengakhiri terpenjaranya, terambilnya konstitusi untuk dimanfaatkan oleh satu keluarga dari Solo,” lanjut Said.
Selain itu. Ia mengaku sangat menyayangkan istilah Raja Jawa yang digunakan Ketua Umum Partai Golkar Bahlil Lahadalia.
“Raja Jawa menurut pengertian Bahlil Lahadalia, jadi saya ingin menyatakan hari ini kita mulai dan tidak akan kembali sebelum kedaulatan rakyat kita ambil kembali dari cecunguk-cecunguk penikmat kekuasaan keluarga Solo,” katanya.
Mantan Sekretaris BUMN itu menyayangkan tindakan seorang pimpinan partai yang baru ditetapkan langsung membuat pernyataan demikian.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.