Pemilu 2024
Pengamat Isyaratkan Rakyat Waspada, DPR Cuma Menunda Bukan Batalkan Revisi UU Pilkada
Pengamat politik dan parlemen mengisyaratkan kepada rakyat yang berunjuk rasa atau beraspirasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk waspada
TRIBUNJAKARTA.COM - Pengamat politik dan parlemen mengisyaratkan kepada rakyat yang berunjuk rasa atau beraspirasi mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk waspada.
Sebab, rapat paripurna yang hendak mengesahkan revisi Undang-Undang (UU) Pilkada nomor 10 tahun 2016 hanya ditunda, bukan dibatalkan.
DPR disebut punya cara tersendiri atau siasat untuk meloloskan Undang-Undang yang dikehendaki.
Mulanya, DPR berencana menggelar rapat paripurna untuk mengesahkan revisi UU Pilkada yang beberapa poinnya tidak mengakomodasi putusan MK soal syarat pencalonan kepala daerah, hari ini, Kamis (22/8/2024).
Namun karena jumlah peserta rapat tidak memenuhi kuorum, maka ditunda.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, melihat penundaan paripurna hanya siasat.
Sebab, DPR khawatir dengan massa demonstrasi yang begitu besar di pagar gedung DPR. Jika draft revisi UU tetap disahkan maka demonstrasi membesar dan terjadi hal yang tidak diinginkan.
"Saya kira sih keputusan DPR menunda rapat paripurna pengesahan revisi UU Pilkada pagi ini bisa jadi atau besar kemungkinan memang bagian dari siasat mereka saja," ujar Lucius kepada Kompas.com.
"Karena melihat reaksi publik yang mulai ramai berdemonstrasi mendukung keputusan MK, DPR terpaksa mencari siasat agar tidak semakin memicu gerakan penolakan masif dari publik," ujar dia melanjutkan.
Hal senada diungkapkan pengamat politik Ray Rangkuti.
Ray yang juga seorang aktivis 1998, mengatakan, penundaan yang dilakukan DPR hanya untuk mendinginkan suasana.
Para wakil rakyat yang kini bertentangan dengan rakyatnya sendiri itu bisa saja menggelar paripurna saat tensi unjuk rasa mengendur.
"Itu bukan cara berpolitik yang sehat," jelas dia.
Ray mengingatkan, bahkan dalam keadaan tidak kuorum pun UU bisa disahkan, seperti pada pengesahan UU Cipta Kerja.
"Mereka bisa lho, berani rapur tanpa harus kuorum. Tapi mereka sebut kuorum. Penundaan ini karena mereka enggak kuorum kan? Nah, di UU Omnibus Law juga kalau dibaca saat itu enggak kuorum, tapi mereka sahkan saja," jelas dia.
Para aktivis 1998 dan guru besar berharap penundaan rapat pengesahan revisi UU Pilkada bukan hanya sekadar meredamkan situasi.
Ray menegaskan, putusan MK harus menjadi rujukan konstitusi, dalam hal ini untuk pelaksanaan Pilkada.
"Setiap pencalonan itu harus merujuk pada keputusan MK karena keputusan Mk memperkuat UU," tegas dia.
Kata Pimpinan DPR
Wakil ketua DPR Ri, Sufmi Dasco Ahmad memastikan pengesahan revisi UU Pilkada bukan dibatalkan, tapi ditunda.
"Kalau sidang hari ini kita tunda, kita ada mekanisme nanti kan harus dirapimkan lagi dibamuskan lagi. Jadi pada hari ini kita DPR mengikuti aturan dan tatib yang ada sehingga hari ini pengesahan tidak dapat dilaksanakan," kata Dasco di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta (22/8/2024).
Politikus Gerindra itu mengaku tidak mengetahui sampai kapan penundaan sidang paripurna pengesahan RUU Pilkada.
"Belum tahu (sampai kapan penundaan)," jelasnya.
Lebuh lanjut, Dasco menyampaikan RUU Pilkada tetap bisa disahkan sebelum pendaftaran Pilkada 2024.
Karena itu, nantinya pimpinan DPR akan melakukan rapat terlebih dahulu lewat Bamus DPR RI.
"Kita akan liat mekanisme juga yang berlaku, apakah nanti mau diadakan rapim dan bamus. Karena itu ada aturannya saya belum bisa jawab kita akan lihat lagi lihat dalam beberapa saat ini," pungkasnya.
DPR Utak-Atik Putusan MK
Seperti diketahui, masyarakat ramai-ramai demo di Gedung DPR/MPR Jakarta Pusat menyuarakan penolakan revisi Undang-Undang Pilkada.
Sebab, sejumlah poin yang dirumuskan DPR dalam rapat panitia kerja (panja) sebelumnya mengakali putusan MK.
Alih-alih menaati putusan MK 60/PUU-XXII/2024, Baleg justru membuat kesepakatan lain.
MK mengubah ambang batas pencalonan kepala daerah yang semula mutlak 20 persen dari total kepemilikan kursi DPRD atau 25 persen suara sah Pileg sebelumnya, menjadi 7,5 persen suara sah Pileg sebelumnya.
Angka 7,5 persen suara sah disesuaikan dengan besaran daftar pemilih tetap (DPT) pada suatu provinsi seperti halnya syarat calon independen.
Baleg mengutak-atiknya dengan memberlakukan putusan MK hanya untuk partai nonparlemen.
Sedangkan untuk partai yang memiliki perwakilan di DPRD tetap berlaku ambang batas pencalonan kepala daerah 20 kursi DPRD atau 25 suara sah.
Sementara itu, Baleg DPR juga enggan mengakomodasi putusan MK nomor 70/PUU-XXII/2024 tentang syarat minimal usia calon kepala daerah (cakada).
Anggota DPR dari mayoritas fraksi setuju tidak mengindahkan putusan MK dan justru berkiblat pada putusan Mahkamah Agung (MA).
Pada daftar inventarisasi masalah (DIM) nomor 72 yang dibahas dalam rapat tersebut adalah terkait pasal 7 ayat (2):
"berusia paling rendah 30 (tiga puluh) tahun untuk Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur serta 25 (dua puluh lima) tahun untuk Calon Bupati dan Calon Wakil Bupati serta Calon Walikota dan Calon Wakil Walikota;"
Pimpinan rapat, Achmad Baidowi, mengatakan, ada dua putusan terkait syarat usia cakada, yakni putusan MA 24 P/HUM/2024 dan putusan MK 70/PUU-XXII/2024.
Putusan MA mengubah batas waktu penghitungan usia minimum cakada dari sebelumnya saat penetapan menjadi saat calon tersebut dilantik sebagai kepala daerah definitif.
Sedangkan, putusan MK menegaskan bahwa pasal 7 ayat (2) huruf e sudah tepat dan tidak perlu diubah.
Artinya cakada harus memenuhi syarat usia minimal saat pendaftaran atau penetapan, bukan saat dilantik.
Setelah semua fraksi di baleg bersuara, Baidowi mengetuk palu, bahwa syarat usia cakada akan mengikuti putusan MA.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
PKS Buka Suara soal Faktor Kekalahan di Pilkada Depok, Masih Mendebat Kejenuhan Warga 20 Tahun |
![]() |
---|
Pilkada Telah Usai, GMKI Jakarta Suarakan Masyarakat Kembali Bersatu |
![]() |
---|
Ulasan Lengkap Pilkada Depok 2024: Peta Suara 11 Kecamatan, Nasib PKS hingga Alasan Imam-Ririn Kalah |
![]() |
---|
Aktivis Pemuda NTT di Jakarta Nilai Pilkada 2024 Kondusif: Tidak Terjadi Hal yang Dikhawatirkan |
![]() |
---|
Jenuh dan Karakter Rasional Warga Kota Bekasi Jadi Faktor Rendahnya Partisipasi Pemilih Pilkada 2024 |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.