Apa Itu Kumpul Kebo? Fenomena yang Belakangan Banyak Dilakukan Muda-Mudi di Indonesia
Menurut studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa "kumpul kebo" lebih banyak terjadi di Indonesia bagian Timur.
TRIBUNJAKARTA.COM - Mengenal apa itu kumpul kebo, fenomena tinggal bersama yang belakangan banyak dilakukan muda-mudi di Indonesia. Bagaimana asal-usulnya?
Fenomena pasangan tinggal bersama tanpa adanya ikatan pernikahan sah kini makin marak terjadi.
Belakangan praktik yang kerap disebut kumpul kebo itu semakin menjadi sorotan publik lantaran bertentangan dengan nilai norma, hukum dan agama di Indonesia.

Menurut The Conversation, faktor utama yang mendorong para pasangan memilih kumpul kebo adalah bergesernya pandangan terhadap pernikahan, serta berkaitan dengan hubungan yang lebih longgar dan tidak terikat komitken dibandingkan pernikahan.
Lantas, dari mana asal usul istilah kumpul kebo ini berasal?
Asal Usul Kumpul Kebo
Kumpul kebo berasal dari koempoel gebouw. Dalam Bahasa Belanda, gebouw berarti bangunan atau rumah.
Oleh karena itu, koempoel gebouw artinya adalah berkumpul di bawah satu atap rumah.
Tetapi, telinga orang Indonesia menangkap kata gebouw sebagai kebo. Maka perilaku yang ditunjukkan oleh laki-laki dan perempuan yang memutuskan hidup bersama dalam satu rumah tanpa ikatan pernikahan disebut kumpul kebo.
Sebenarnya, sebutan tersebut ingin menganalogikan perilaku manusia yang seperti binatang: tinggal dalam satu atap tanpa ikatan resmi.
Dengan demikian, sebutan tersebut sebenarnya bernada miring, negatif terhadap perilaku orang yang hidup bersama tanpa adanya ikatan yang sah.
Saat ini, tidak sedikit anak muda yang memandang pernikahan adalah hal normatif dengan aturan yang rumit. Sebagai gantinya, mereka memandang "kumpul kebo" sebagai hubungan yang lebih murni dan bentuk nyata dari cinta.

Berbeda dengan Eropa Barat dan Utara, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia baru, di Asia yang menjunjung tinggi budaya, tradisi, serta agama, "kumpul kebo" tidak mendapatkan pengakuan legal. Jikapun terjadi, "kumpul kebo" hanya berlangsung dalam waktu yang singkat dan dinilai sebagai langkah awal menuju pernikahan.
Menurut studi pada 2021 berjudul The Untold Story of Cohabitation mengungkapkan bahwa "kumpul kebo" lebih banyak terjadi di Indonesia bagian Timur yang mayoritas penduduknya non-Muslim.
Peneliti ahli muda dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yulinda Nurul Aini mengungkapkan, setidaknya ada tiga alasan mengapa pasangan di Manado yang merupakan lokasi penelitiannya memilih untuk "kumpul kebo" bersama pasangan, yakni beban finansial, prosedur perceraian yang terlalu rumit, hingga penerimaan sosial.
"Dari total populasi pasangan kohabitasi tersebut, 1,9 persen di antaranya sedang hamil saat survei dilakukan, 24,3?rusia kurang dari 30 tahun, 83,7?rpendidikan SMA atau lebih rendah, 11,6% tidak bekerja, dan 53,5% lainnya bekerja secara informal," ujarnya.
Dalam dunia politik istilah kumpul kebo pun ada, yakni yang disebut cohabitation. Kata ini pinjaman dari bahasa Latin lewat bahasa Inggris: dari cohabitare (tinggal bersama) menjadi cohabitation.
Istilah tersebut muncul pada tahun 1983, dua tahun setelah terpilihnya François Mitterrand sebagai presiden (1981-1995).
Kumpul Kebo Menurut Bahasa Indonesia
Pengamat dari Pusat Pembinaan Bahasa, Ganjar Harimansyah Wijaya mengatakan, asal usul istilah kumpul kebo berkembang secara mandiri dalam konteks budaya Jawa dan secara umum di Indonesia.
Kata "kebo" (kerbau) dipakai untuk menggambarkan fenomena tersebut karena adanya konotasi hewan ternak yang "berkumpul" tanpa aturan.
Konsep pemaknaan ini bisa jadi muncul dari pengamatan masyarakat lokal terhadap perilaku kerbau atau hewan domestik lainnya.
“Hewan domestik seperti kerbau umumnya hidup berpasangan atau berkelompok tanpa struktur sosial yang ketat,” ungkap Ganjar dikutip dari Kompas.com.
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) telah merekam istilah ini dengan menyebutnya sebagai ragam cakapan dari bahasa Jawa
Kumpul kebo yang tercatat di KBBI memiliki arti “hidup bersama sebagai suami istri di luar pernikahan.”
Selain itu, istilah "kumpul kebo" tidak disebutkan secara eksplisit dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Indonesia.
“Namun, konsep yang merujuk pada kohabitasi atau hidup bersama tanpa ikatan pernikahan telah diakomodasi dalam pasal-pasal KUHP baru yang disahkan melalui UU No. 1 Tahun 2023,” katanya.
Tindakan kohabitasi atau hidup bersama tanpa pernikahan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana yang terkait dengan pelanggaran kesusilaan.
Meskipun demikian, istilah spesifik "kumpul kebo" tidak digunakan secara harfiah dalam aturan tersebut.
Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya
'Curhat Cemburu' Tetangga Ungkap Galaunya Suami di Kedoya Sebelum Cekcok Berujung Habisi Istri |
![]() |
---|
5 Fakta Bocah Penuh Luka di Jaksel, Kejinya Pacar Sejenis Ibu Korban, Kebun Tebu Jadi Saksi Bisu |
![]() |
---|
Ambu Anne Mantan Istri Dedi Mulyadi Buka Suara Absen di Nikahan Maula Akbar, Memang Tak Diundang? |
![]() |
---|
Tulisan Tangan Putri Karlina Curhat Maung, EO Pernikahan Anak Dedi Mulyadi Diperiksa Polisi |
![]() |
---|
Tulisan Tangan Curhatan Wabup Garut Putri Karlina Usai Tragedi Maut di Nikahannya: "Tak Terbayang" |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.