BP2MI Jadi Kementerian, LBH Ansor Minta Aspirasi Semua Sektor Didengar untuk Lindungi Pekerja Migran

Presiden Prabowo Subianto mengubah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran.

|
ISTIMEWA
Ketua LBH PP GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa (tengah) berharap transisi dari BP2MI menjadi kementerian dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi para pekerja migran Indonesia (PMI). 

TRIBUNJAKARTA.COM, CILINCING – Presiden Prabowo Subianto mengubah Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) menjadi Kementerian Perlindungan Pekerja Migran.

Perubahan ini dipandang sejumlah pihak sebagai langkah strategis pemerintah dalam memperkuat perlindungan terhadap pekerja migran, salah satunya LBH PP GP Ansor yang rutin menangani perlindungan pekerja migran.

Ketua LBH PP GP Ansor, Dendy Zuhairil Finsa berharap transisi dari BP2MI menjadi kementerian dapat berjalan lancar dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi para pekerja migran Indonesia (PMI).

"Serta memperbaiki regulasi yang masih lemah dalam memberikan perlindungan optimal," ujar Dendy saat dikonfirmasi TribunJakarta.com, Rabu (23/10/2024).

Dendy menilai perubahan kelembagaan ini membuka peluang lebih besar bagi kementerian dalam menangani isu PMI.

Ia juga berharap Menteri Perlindungan Pekerja Migran Abdul Kadir Karding bisa menyerap aspirasi berbagai sektor terkait isu ini.

"Kementerian diharapkan mampu mendengarkan aspirasi dan masukan dari berbagai sektor agar dapat mengatasi permasalahan mendasar terkait pekerja migran," tambahnya.

Selain mengharapkan hal baik dari perubahan nomenklatur kelembagaan ini, Dendy juga mengapresiasi kinerja berbagai pihak yang terus berupaya melindungi pekerja migran.

Salah satunya pihak kepolisian di Bandara Soekarno-Hatta yang sepanjang September hingga Oktober 2024 berhasil menggagalkan pengiriman 22 calon pekerja migran ilegal.

Para calon pekerja tersebut rencananya akan diberangkatkan ke Timur Tengah, Kamboja, Thailand, dan China.

"Pengiriman calon pekerja migran ilegal merupakan pelanggaran hukum sebagaimana diatur dalam UU No. 18 Tahun 2017 tentang Perlindungan Pekerja Migran Indonesia, yang melarang penempatan tanpa memenuhi persyaratan," kata dia.

"Pelanggaran ini bisa dikenakan sanksi pidana hingga 10 tahun penjara atau denda maksimal Rp 15 miliar," sambung Dendy lagi.

Ia juga menyinggung UU No. 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang.

Beleid itu juga menyebut bahwa setiap orang yang membawa WNI ke luar negeri untuk dieksploitasi dapat dipidana hingga 15 tahun penjara dan denda maksimal Rp 600 juta.

Meskipun ancaman sanksi pidana sudah jelas, Dendy menilai praktik pengiriman pekerja migran ilegal masih marak terjadi.

Halaman
12
Sumber: Tribun Jakarta
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved